KABARBURSA.COM - Penulis buku Saham Syariah Kelas Pemula, Asep Muhammad Saepul Islam menilai, saham syariah memiliki potensi yang menarik, terutama bagi investor pemula. Menurutnya, saham syariah memiliki sejumlah keunggulan yang layak untuk dipertimbangkan.
"Ketika memilih saham-saham syariah itu kan kita sudah dimudahkan bahwa saham ini sudah tersaring dari sisi utangnya. Jadi solvabilitasnya itu sangat bagus," ujarnya kepada kabarbursa.com seusai acara Nyantri Saham Bareng Kabar Bursa di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu, 15 Maret 2025.
Di acara yang disponsori oleh Telkom Indonesia, AlamTri, dan Pupuk Indonesia itu, Asep menilai bahwa perusahaan di bidang syariah memiliki fundamental kuat secara bisnis sehingga meminimalisasi risiko kebangkrutan.
"Kekuatan perusahaan untuk tingkat utang dibanding modalnya itu rendah. Karena sudah ter-screening dengan maksimal 45 persen utang berbasis bunga. Jadi enggak sampai setengahnya. Kemudian pada tahun-tahun lainnya juga cuma sampai 10 persen dan sekarang sudah diketat lagi," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Mang Amsi tersebut juga menilai aspek-aspek tersebut layak atau cocok untuk investor dari kalangan muda yang mencoba bermain saham dan investasi.
"Untuk generasi muda dan sekarang secara demografis, investor kita memang dari kalangan gen Z dan generasi alpha. Artinya pertumbuhannya masih sangat besar, dan juga untuk memilih saham kan butuh waktu. Tapi ada satu variabel dalam investasi yang tidak bisa diulang oleh orang lain, itulah waktu," ungkap pria ramah penulis buku berjudul Investor Syariah Aktif tersebut.
Namun, perihal masalah waktu tersebut, sebaiknya dimanfaatkan sebaik mungkin oleh investor muda untuk memulai investasi saham syariah dalam jangka panjang.
"Karena ada waktu, ada instrumen, dan ada tujuan. Nah tujuan dan instrumen bisa berubah-ubah. Tapi waktu itu enggak bisa semua orang kembali lagi ke masa muda. Karena ketikaorang muda, berinvestasi, peluang hasilnya lebih besar ketimbang nanti yang belakangan," terangnya.
Lebih jauh lagi, Amsi memiliki teori untuk menjawab alasan memilih saham berbasis syariah. Penjelasannya ia urutkan berdasarkan abjad.
"Saya pake abjad ABCDEFGH yang artinya Amanah, Berkah, Cuan, Dividen, Efisien, Filantrofis, Growth dan Halal. Kalau dijelaskan, kenapa amanah? karena dalam syariah itu kita investasi sesuai dengan yang diperbolehkan menurut ajaran agama Islam," kata Amsi.
Kemudian untuk Berkah, ia menilai bahwa investor dalam berinvestasi jangan melulu mengutamakan keuntungan semata.n"Barokah ini adalah hasilnya bukan hanya cuan, tapi juga keberkahan dalam hidup karena bertambahnya nilai kebaikan dengan mendukung bisnis syariah," tuturnya.
"Kemudian cuan itu artinya capital gain. Capital gain yang bisa didapat ya seperti biasa ya. Lalu untuk Dividen kita tau juga, kalau bisnis saham ada pembagian dividen yang ditunggu para investor," tambahnya.
Sementara untuk hal efisien, saham syariah saat ini memiliki sistem yang memudahkan investor. "Kenapa efisien? Karena di saham syariah itu sudah ada SOTS yaitu Sistem Online Trading Syariah. Jadi bagaimana kita tidak usah dipusingkan memilih saham yang mana, karena sudah ada sistem online trading syariahnya," papar pria asal Cianjur tersebut.
Selanjutnya, untuk segi filantrofis, investor disebut dapat sekaligus beramal kepada orang yang membutuhkan.
"Kalau kita jadi investor saham syariah, ada peluang kita menjadi seorang mezaki atau orang yang memberi zakat, memberi infak dan sedekah. Karena sudah ada zakat saham, sedekah saham, dan wakaf saham," imbuhnya.
Soal growth atau pertumbuhan, Amsi menyatakan bahwa Indonesia menjadi negara terbesar dalam pasar modal syariah. Hal ini menjadi peluang bagi para investor.
"Kita ini punya pertumbuhan pasar modal syariah yang paling besar di dunia. Tapi di negara kita baru ada 0,01 persen investor yang melek saham syariah dari ratusan juta penduduk yang belum ke pasar modal syariah. Artinya pertumbuhannya bisa sangat besar. Kemudian H itu kan halal, artinya saham syariah ini terjamin oleh Dewan Syariah Nasional dan MUI (Majelis Ulama Indonesia)," terangnya.
Prospek Saham Syariah pada Bulan Ramadan
Saham perusahaan di bidang syariah mengalami pergerakan yang patut dipertimbangkan investor selama bulan Ramadan 2025. Menurut Mang Amsi, saat ini para investor bisa mencari saham syariah di bidang ritel karena adanya peningkatan konsumsi masyarakat di bulan Ramadan.
"Saham syariah itu biasanya kalau di bulan Ramadan banyak investor yang mencari saham-saham retail atau saham-saham consumer goods, terutama juga ada yang ke bidang peternakan ayam," jelasnya.
Namun, ia melihat bahwa pada Ramadan jali ini konsumen semakin aktif berbelanja di toko online. Sehingga saham-saham perusahaan yang terkait sektor tersebut diproyeksikan ramai diminati investor.
"Kalau sekarang kan retail sudah mengalami perubahan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kalau retail kemarin kan banyak orang yang ke mall misalnya untuk beli pakaian. Kalau sekarang mungkin lebih ke online shop. Nah mungkin yang akan diuntungkan saham-saham yang berkaitan dengan ekspedisi atau transportasi logistik," jelasnya.
Konsumsi masyarakat selama bulan Ramadan hingga Lebaran Idulfitri juga diprediksi meningkat di sektor telekomunikasi lantaran kebutuhan untuk menelpon sampai internetan dalam bersilaturahmi secara daring.
"Saham-saham telekomunikasi juga menarik karena banyak yang menggunakan kuota atau pulsa ketika lebaran dan seterusnya. Kalau menurut saya sih pertumbuhannya masih sangat luas. Karena pasar modal syariah dunia itu masa depannya ada di Indonesia," ujarnya.
Ia menyatakan, hal tersebut dikarenakan di Indonesia memiliki banyak investor sementara dari sisi produk syariah belum memiliki banyak kompetitor di pasaran.
"Pertumbuhan saham di sektor syariah paling luas itu ada di negara kita. Pertama dari sisi investornya, kedua dari produknya belum banyak. Kemudian juga dari sisi literasinya masih rendah. Artinya potensi pertumbuhannya masih sangat besar," terang Amsi.
"Selain itu pada 2019 di Islamic Finance Country Index kita ini peringkat pertama di dunia. Kenapa? Karena ada satu indikator yang tidak bisa dikejar negara lain sekelas Malaysia, Bahrain, Arab Saudi, atau Iran. Ini karena jumlah penduduk Indonesia jauh lebih banyak," imbuhnya.
Namun, masyarakat di negara lain tersebut memiliki tingkat melek saham syariah yang terhitung lebih tinggi dibanding Indonesia. "Sehingga apabila di Indonesia itu 10 persennya saja melek, itu sudah setara dengan jumlah di satu negara lain jumlah penduduknya," pungkasnya. (*)