KABARBURSA.COM - Director Corporate Finance & Strategic Solutions PT Henan Putihrai Sekuritas, Jurgan Usman, menyebut investasi saham syariah di Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan partisipasi investor, meskipun potensinya sangat luas.
Dia menjelaskan dari data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI), transaksi saham syariah masih berada di bawah 0,2 persen dari total transaksi saham di Indonesia.
Angka tersebut disebut jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, yang ekosistem investasi syariahnya sudah jauh lebih berkembang.
“Potensinya masih sangat besar dan kami berharap kita bisa segera melakukan yang terbaik untuk meningkatkan transaksi saham syariah di Indonesia,” ujar Jurgan di Gedung BEI, Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025. Setelah menggelar acara kampanye zakat saham bersama BEI dan Baznas Indonesia.
Menurut dia, rendahnya transaksi saham syariah di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya infrastruktur, minimnya sosialisasi, serta keterbatasan edukasi terkait produk syariah. Namun Jurgan optimis Indonesia mampu mengejar ketertinggalan dari Malaysia.
Malaysia menjadi contoh negara yang berhasil mengembangkan investasi saham syariah secara signifikan. Keunggulan mereka terletak pada kebijakan yang lebih matang, infrastruktur pasar modal yang lebih mendukung, serta upaya sosialisasi yang terus menerus dilakukan.
“Kita bersama BEI dan BAZNAS berupaya menjembatani kesenjangan dengan Malaysia, bahkan ke depan kita berharap dapat melampaui capaian mereka,” tambahnya.
Tren pertumbuhan investor saham syariah di Indonesia sebenarnya menunjukkan peningkatan yang menjanjikan. Pada tahun 2024, jumlah investor saham syariah naik sebesar 22 persen, pertumbuhan tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, dari sisi nilai transaksi, saham syariah justru mengalami stagnasi, bahkan cenderung mengalami penurunan sejak 2020.
“Ini membuktikan bahwa edukasi dan literasi keuangan syariah masih harus terus digenjot agar tidak hanya menambah jumlah investor, tetapi juga meningkatkan nilai transaksi,” tutur dia.
Dari sisi keuntungan, investasi saham syariah memiliki potensi yang tidak kalah menarik dibandingkan saham konvensional. Indeks saham syariah di Indonesia tercatat mengalami kenaikan hampir 11 persen sepanjang 2023 hingga 2024, sejalan dengan pergerakan IHSG secara keseluruhan.
Namun, cakupan saham syariah masih terbatas, dengan hanya 660 saham yang memenuhi kriteria syariah dari total sekitar 940 saham yang ada di BEI.
“Perbedaan utama dengan saham konvensional adalah eksklusi sektor-sektor tertentu seperti perbankan konvensional dan industri berbasis alkohol, yang tidak memenuhi prinsip syariah,” ungkapnya.
Selain itu, Jurgan juga menyoroti tantangan utama yang dihadapi pasar modal saat ini, seperti ketidakpastian ekonomi global, fluktuasi indeks, serta ketidakpercayaan investor akibat berbagai isu domestik, termasuk korupsi dan ketidakstabilan regulasi. Saat ini, kata Jurga persen 100 persen investor saham syariah hanya didominasi oleh domestik.
“Investor, baik di saham konvensional maupun syariah, sangat sensitif terhadap ketidakjelasan. Faktor eksternal seperti perang dagang dan potensi kenaikan suku bunga global juga semakin mempengaruhi minat investasi,” ujarnya.
Dari sisi demografi, transaksi saham syariah di Indonesia masih didominasi oleh investor domestik, dengan hampir 100 persen dari total transaksi berasal dari individu WNI. Investor asing cenderung lebih memilih berinvestasi di saham syariah melalui rekening konvensional, bukan melalui rekening syariah.
“Meskipun transaksi syariah hampir sepenuhnya didominasi oleh investor lokal, menariknya, komunitas saham seperti Tiamo menunjukkan bahwa investasi berbasis syariah juga diminati oleh investor non-muslim,” kata Jurgan.
Dilansir Bursa Malaysia, transaksi saham syariah di Malaysia malah mencatat kenaikan 79.4 persen pada 2024.
Hal ini berbanding dengan Indonesia, Jurgan dalam acara kampanye zakat saham menyebut transaksi syariah mengalami penurunan 22,5 persen dari tahun 2020 hingga 2024.
Jurgan menjelaskan bahwa lonjakan transaksi pada tahun 2020-2021 sebagian besar disebabkan oleh dampak pandemi, di mana masyarakat lebih aktif berinvestasi karena keterbatasan aktivitas di luar rumah. Namun ia optimis minat transaksi saham syariah bisa digenjot.
Pentingnya Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah
BEI menekankan pentingnya peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah guna memperluas partisipasi masyarakat dalam investasi berbasis syariah.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, dalam acara Muzaki dan Investor Gathering 2025 yang bertajuk Zakat dan Investasi: Pilar Kesejahteraan Umat yang diselenggarakan oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan PT Henan Putihrai Sekuritas pada Senin, 17 Maret 2025.
Dalam sambutannya Jeffrey menyoroti pertumbuhan pesat ekosistem investasi syariah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Hingga 14 Maret 2025, terdapat 666 saham syariah yang tercatat di BEI, atau sekitar 70 persen dari total saham yang diperdagangkan. Selain itu, pasar modal syariah juga mencatat 246 reksa dana syariah, 2 exchange traded fund atau ETF syariah, serta 1 EBA syariah berbentuk surat partisipasi atau EBAS SP.
Sementara itu, sukuk korporasi mencapai 245 penerbitan, sedangkan sukuk negara mencapai 90 penerbitan.
“Dari sisi transaksi, hingga 14 Maret tahun ini, rata-rata harian volume transaksi saham yang masuk dalam indeks saham syariah Indonesia mencapai 56,5 persen dari total volume transaksi di Bursa Efek Indonesia. Sementara itu, nilai transaksinya berkontribusi sebesar 51,5 persen dan frekuensinya mencapai 73,2 persen dari total transaksi di bursa,” kata Jeffrey di Main Hall BEI, Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025.
Lebih lanjut, Jeffrey menyoroti bahwa kapitalisasi pasar saham syariah mencapai 57,7 persen dari total kapitalisasi pasar BEI, atau setara dengan Rp6.500 triliun.
Meski demikian, tantangan masih dihadapi dalam meningkatkan tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia.
Ia memaparkan berdasarkan survei nasional literasi dan inklusi keuangan 2024, indeks literasi pasar modal syariah masih berada di angka 5,48 persen, sedangkan indeks inklusinya baru mencapai 0,37 persen.
“Kami memiliki 246 juta penduduk muslim di Indonesia, namun jumlah investor syariah kita baru mencapai 166 ribu. Ini menjadi tantangan sekaligus penyemangat bagi kita untuk terus menumbuhkan literasi dan inklusi pasar modal syariah agar manfaatnya dapat dirasakan lebih luas,” kata Jeffrey.
Jeffrey menegaskan bahwa mekanisme investasi syariah seperti zakat saham, wakaf produktif, dan investasi berbasis Environmental, Social, dan Governance (ESG) dapat menciptakan ekosistem investasi yang tidak hanya menguntungkan secara finansial tetapi juga berdampak sosial. Oleh karena itu, BEI berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan pasar modal syariah yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
“Sinergi antara pasar modal dan filantropi Islam harus semakin diperkuat melalui berbagai program edukasi, inovasi produk, serta kemitraan strategis. Kami berharap acara ini dapat memberikan wawasan bermanfaat dalam membangun kolaborasi dan meningkatkan investasi di pasar modal syariah,” kata dia.
Tingkat Literasi Ekonomi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa tingkat literasi ekonomi syariah di Indonesia masih berada pada angka 65 persen.
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi mengatakan, meski sektor keuangan syariah terus berkembang, masih banyak masyarakat yang belum memahami secara menyeluruh konsep serta manfaat dari produk-produk keuangan berbasis syariah.
Menurut Ismail, tren digitalisasi membawa perubahan signifikan dalam pola konsumsi dan investasi masyarakat, terutama di kalangan anak muda.
“Anak muda saat ini sangat melek teknologi, kreatif, dan cepat beradaptasi. Namun, ada fenomena seperti YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People’s Opinion) yang membuat mereka cenderung mengambil keputusan finansial tanpa pertimbangan matang,” ujar Ismail dalam acara Nyantri Saham Bareng Kabar Bursa, Sabtu 15 Maret 2025.
Ia menggambarkan bagaimana fenomena ini berpengaruh terhadap kebiasaan keuangan anak muda, misalnya penggunaan layanan pay later secara impulsif hanya demi mengikuti tren. Ismail menekankan pentingnya edukasi agar masyarakat lebih bijak dalam mengelola keuangan, khususnya dalam memilih produk investasi yang sesuai dengan prinsip syariah. (