KABARBURSACOM - World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali, resmi dibuka Senin, 20 Mei 2024. Ada banyak harapan dari penyelenggaraan kegiatan yang kelahirannya dibidani World Water Council tersebut. Paling tidak, dari kegiatan yang khusus membahas masalah air secara global, bisa membawa manfaat positif bagi perekonomian dalam negeri. Baik secara jangka pendek sebagai efek dari penyelenggaraan di Bali, maupun jangka panjang pasca perhelatan.
Seperti disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno seperti dikutip Indonesiabaik.id, dampak ekonomi WWF Bali, mulai terasa. Hal itu terlihat dari melonjaknya permintaan fasilitas pariwisata di Bali selama kegiatan lebih dari sepekan.
Hingga Minggu, 19 Mei 2024, Kemenparekraf mendapatkan informasi bahwa kamar-kamar hotel di Bali rerata penuh. Kondisi itu secara langsung berimplikasi pada peningkatan kebutuhan makanan. Begitu pula dengan permintaan fasilitas transportasi. Bahkan, Sandi mengklaim bahwa pengusaha lokal harus mendatangkan kendaraan dari luar Bali.
Lonjakan pengunjung manca negara ke Bali terkait WWF juga terekam dalam data panitia. Basuki Hadimuljono selaku Ketua Harian WWF, menyatakan bahwa sejak Sabtu, 18 Mei 2024, terjadi lonjakan peserta yang telah tiba. Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu, peserta yang mendaftar secara formal mencapai 13.000 orang. Rinciannya, peserta nasional sekitar 2.900 orang. Kementerian dan panitia 1.600 orang. Selebihnya, 1.357 orang teridentifikasi sebagai pembicara, baik dari dalam maupun luar negeri. Serta exhibitor media dan sponsor 4.890 orang.
Garuda Indonesia sendiri, telah menyiapkan 34.858 seat hanya untuk mengakomodir kebutuhan penerbangan peserta WWF Bali. Termasuk di antaranya 1.200 pasukan pengamanan Presiden berbagai negara. Menurut Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, seat sebanyak itu disiapkan untuk melayani delegasi dari 141 negara peserta. Penambahan kapasitas ini dilakukan melalui berbagai rute penerbangan dari dan menuju Bali selama periode 16-25 Mei 2024.
Dari gambaran di atas, bisa dihitung seberapa besar manfaat ekonomi secara langsung yang diperoleh Indonesia sebagai tuan rumah. Namun jika mau lebih jauh menguliknya, sesungguhnya jauh lebih banyak lagi manfaat yang bakal diraup di balik pelaksanaan WWF Bali.
Seperti dikatakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan, WWF Bali setidaknya akan menghasilkan kesepakatan untuk 120 proyek strategis terkait air dan sanitasi. Nilai investasinya tidak tanggung-tanggung. Sekitar USD9,4 miliar. Dengan kurs Rp15.975 per USD, totalnya mencapai Rp150,165 triliun.
Peluang investasi Rp150 triliun lebih bersumber dari mana? Antara lain didapatkan dari tindak lanjut inisiatif Indonesia di G20 tahun 2022 yang dikenal sebagai G20 Bali Global Blended Finance Alliance (GBFA). Kala itu, para kepala negara yang tergabung dalam G20, bersepakat untuk mendukung pendanaan terkait perubahan iklim. Termasuk di antaranya penanganan krisis air.
Hal senada diungkapkan Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Mohammad Zainal Fatah. Indonesia, kata Zainal, akan memaksimalkan WWF sebagai media untuk menawarkan sejumlah proyek strategis terkait air. Proyek apa saja itu, sementara dalam tahap pemilihan dan seleksi di Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional. Target investasinya sekitar USD9,6 miliar atau setara Rp154 triliun.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti, mengungkapkan WWF seharusnya bisa menarik investasi baru pada infrastruktur air. Karena, saat ini, tingkat investasi dalam pipa air minum baru mencapai 20,6 persen. Untuk meningkatkannya menjadi 30 persen, Nani seperti dikutip media ini (KabarBursa.Com, red), Senin, 6 Mei 2024 diperlukan dana setidaknya Rp123 triliun.
Menurut Nani, support anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai infrastuktur air masih jauh dari cukup. Dukungan APBN hanya mencakup 37 persen dari total kebutuhan pendanaan infrastruktur air. Karena itu, pemerintah sangat berharap dari WWF Bali bakal mendapatkan sumber modal tambahan luar negeri.
Kebutuhan Air Bersih Masyarakat Perkotaan
Tahun ini pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran sebesar Rp422,7 triliun untuk infrastruktur. Meningkat 5,8 persen dari anggaran tahun 2023 yang sebesar Rp399,6 triliun. Dari total anggaran infrastruktur tersebut, sebagian besar akan dialokasikan untuk proyek-proyek besar seperti pembangunan jalan, jembatan, dan jalur kereta api, serta pembangunan sistem penyediaan air minum dan jaringan irigasi.
Khusus untuk infrastruktur air, akan ada pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan kapasitas 2.270 liter per detik. Selebihnya, pemerintah juga mengalokasikan anggaran Rp16,48 triliun untuk pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur irigasi dan bendungan. Anggaran ini seperti dikutip dari Kantor Berita Antara, mencakup pembangunan 61 bendungan baru dan rehabilitasi jaringan irigasi seluas 38.000 hektare.
Rencana pemerintah membangun infrastruktur air secara besar-besaran, bisa dimaklumi. Sebab kebutuhan air bersih untuk masyarakat perkotaan saja, terbilang amat besar. Jika mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-6728.1-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum, kebutuhan air bersih per kapita di wilayah perkotaan sekitar 120-150 liter per orang per hari.
Rujukan World Health Organization (WHO) lain lagi. Organisasi Kesehatan Dunia bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu merekomendasi 50-100 liter per hari sebagai kebutuhan dasar air bersih per orang. Itu untuk memastikan kesehatan dasar dan kebersihan.
Lain lagi perhitungan dan standar yang dipakai Kementerian PUPR. Kementerian yang digawangi Basuki Hadimuljono itu menetapkan bahwa kebutuhan air bersih di perkotaan berada di kisaran 150-200 liter per orang per hari. Bergantung pada tingkat perkembangan kota dan ketersediaan air.
Studi dan riset lainnya menunjukkan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, kebutuhan air bisa lebih tinggi. Mencapai 200-250 liter per orang per hari. Terutama karena adanya industri dan aktivitas komersial yang signifikan.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, bisa disimpulkan bahwa kebutuhan air bersih per kapita untuk masyarakat perkotaan di Indonesia, berkisar antara 120-250 liter per hari. Variasinya bergantung pada tingkat perkembangan dan aktivitas ekonomi kota tersebut.
Dengan hitung-hitungan seperti itu, maka total kebutuhan air bersih untuk warga perkotaan, sungguh fantastis. Sebagai gambaran, hingga Mei 2024, jumlah penduduk Indonesia yang bermukim di wilayah perkotaan mencapai 170,36 juta. Sesuai data GIS Kemendagri hingga April 2024, itu setara dengan 60,4 persen dari total penduduk yang berada di angka 281.641.054 jiwa.
Dengan kebutuhan rata-rata 120-250 liter per hari per orang, maka jumlah air bersih yang dibutuhkan untuk menyuplai warga perkotaan dalam sehari berkisar antara 20,443 miliar liter kubik hingga 42,590 miliar liter kubik. Bandingkan dengan kapasitas air danau Toba di Sumatera Utara yang saat ini dilaporkan sebesar 240 triliun liter kubik. Dapat diperkirakan, Danau Toba akan mengering dalam beberapa waktu ke depan jika airnya dikuras untuk menggenapi kebutuhan air bersih warga perkotaan di Indonesia.
Menilik besarnya kebutuhan anggaran untuk urusan air dalam negeri, maka tidaklah salah jika pemerintah super all out dalam WWF Bali. Sebab, sejauh ini pemerintah memang masih memiliki segudang pekerjaan rumah. Bukan hanya terkait air bersih untuk warga perkotaan, tetapi juga hubungannya dengan peningkatan produksi pertanian. Selain persoalan pupuk, sektor pertanian amat bergantung pada bendungan dan jaringan irigasi.
Saat ini, produksi pertanian Indonesia mencakup berbagai komoditas utama seperti padi, jagung, kedelai, dan hortikultura. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian, pada tahun 2024, target produksi beras sekitar 55,42 juta ton dari 7,46 juta hektare sawah. Selain itu, produksi jagung diproyeksikan mencapai sekitar 20 juta ton, sementara produksi kedelai diperkirakan masih relatif rendah dibandingkan komoditas lainnya.
Pada tahun 2023, sektor pertanian menyumbang sekitar 12,40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dengan ekspor produk pertanian meningkat sekitar 15,39 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Di pihak lain, data BPS hasil Sensus Pertanian 2023 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian mencapai 28,4 juta. Sebagian besar di antaranya terlibat dalam subsektor tanaman pangan, peternakan, dan perkebunan.
Angka-angka tersebut dipastikan akan mengalami peningkatan yang signifikan. Dengan catatan, infrastruktur pertanian khususnya pada instalasi irigasi dan bendungan, mendapat penanganan serius. Dan, tidak lagi menjadi objek korupsi. Sanggupkah?
Saksikan Editorial Point, pembahasan mendalam mengenai Editorial redakasi Kabar Bursa dalam video berikut:
https://youtu.be/0vmKbyUGE1s?si=2FWz2lldj5D0X8li