KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia wajib super serius dan sungguh-sungguh memikirkan berbagai langkah dan kebijakan ekonomi. Itu demi mencegah Indonesia terperosok ke dalam pusaran tornado ekonomi sebagai dampak dari konflik global.
Untuk diketahui, perang Rusia-Ukraina yang sudah masuk babak tahunan, tak jua kunjung menunjukkan titik akhir. Begitu pula perang Israel-Hamas di Gaza, Palestina sejak Oktober tahun lalu. Yang terbaru, sengketa terpanas antara Israel dan Iran pasca penyerangan Konsulat Iran di Damaskus, Suriah, yang menewaskan jenderal Garda Revolusi Iran.
Konflik Iran-Israel dipicu oleh ulah petinggi Zionis yang mencubit negeri para Mullah. Kala itu, Senin, 1 April 2024, Israel menghancurkan gedung Konsulat Iran di Damaskus, Suriah. Serangan tersebut menewaskan 16 orang. Termasuk seorang komandan senior Pasukan Quds Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), Brigjen Mohammad Reza Zahedi. Selebihnya ada tujuh lagi perwira IRGC ikut menjadi korban dalam serangan brutal Zionis.
Kebengisan Israel kian menjadi-jadi. Persis di saat umat Islam di berbagai belahan dunia merayakan Lebaran Idulfitri 1445 H, tentara Israel kembali membombardir Gaza. Bahkan dengan sangat brutal, tentara Zionis itu menyerang Kamp Pengungsi Shati di Utara Gaza. Tiga putra dan empat cucu Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, ikut menjadi korban dalam serangan itu. Mereka tewas seketika dihantam peluru kendali (rudal) Zionis saat berada di Gaza Strip dalam perjalanan menuju kerabatnya di Kamp Pengungsi Shati.
Kedua insiden beruntun jelas memberikan dampak dan pengaruh yang signifikan terhadap ketegangan regional. Wabil khusus hubungan antara Iran, Israel dan sekutu baratnya, serta kelompok-kelompok militan di Timur Tengah. Iran bahkan, setelah bersabar beberapa hari, akhirnya melancarkan serangan balasan pada Sabtu, 13 April 2024. Negara yang terkenal sangat anti Barat itu, meluncurkan drone dan rudal ke wilayah-wilayah Israel. Konflik pun diperkirakan akan semakin meluas. Begitu pula dampaknya. Bukan hanya pada masalah politik, tetapi juga, bahkan lebih parah, pada sektor ekonomi dan keuangan global. Indonesia pun pasti tak akan luput.
Media ini bahkan telah merilis sejumlah efek instan dari konflik kedua negara tersebut. Khusus di Indonesia, dampak eskalasi Timur Tengah antara lain harga emas naik dari USD2.100 ke USD2.450 (+16 persen), harga minyak naik dari USD76 ke USD87 (+14 persen). Begitu pula dengan imbal hasil obligasi dalam 10 tahun (US10Y bond yield), naik dari 4,2 persen ke 4,5 persen (+7 persen). Hal sama terjadi pada indeks USD (DXY Index), naik dari 104 ke 106 (+2 persen). Bisa dibilang, risiko makro ekonomi Indonesia meningkat.
Apakah hanya sampai di situ saja efek dari perang Israel-Iran menyusul dua konflik lainnya terdahulu; Rusia-Ukraina, dan Israel-Hamas? Atau sebaliknya, eskalasi konflik dapat berkembang? Semuanya masih menunggu sikap politik dari pemimpin kedua negara. Satu yang pasti, jika perang Israel-Iran berkelanjutan seperti dua konflik sebelumnya, jelas amat berisiko menimbulkan gangguan terhadap pasokan minyak dunia. Tidak ada yang bisa menjamin Israel tidak akan menyerang sumur minyak Iran.
Seberapa besar efeknya pada ekonomi dunia dan Indonesia? Menilik pada data Administrasi Informasi Energi (EIA) seperti dirilis Wikipedia, ekspor minyak mentah Iran mencapai 1,29 juta barel per hari (bpd) pada 2023. Angka itu merupakan rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dan hampir separuh dari total produksi minyak mentah Iran yang menembus 3,163 juta bpd pada Januari 2024. Bahkan secara global, produksi minyak mentah Iran menempati peringkat tujuh dunia di bawah Amerika Serikat (dalam bpd) 13.973.000, Arab Saudi (OPEC) 11.624.000, Rusia 10.853.000, China 4.572.000, Kanada 4.383.000, Uni Emirat Arab (OPEC) 3.471.000. Indonesia sendiri hanya di peringkat 22 dalam produksi minyak mentah yakni 911 .000 bpd.
Indonesia bahkan pernah menyatakan diri keluar dari OPEC pada 2008. Alasan yang diajukan kala itu, negeri beribu pulau ini telah menjadi importir minyak (sejak 2003) atau net importer. Pertimbangan lainnya, Indonesia tidak mampu lagi memenuhi kuota produksi yang ditetapkan OPEC. Belakangan, pada 2014, negeri yang kini dipimpin Joko Widodo, bergabung kembali dengan OPEC.
Dari gambaran negara produsen minyak dunia saja, menunjukkan betapa dampak dari eskalasi di Timur Tengah yang melibatkan Iran melawan Israel dengan sekutu utamanya Amerika Serikat, amatlah besar. Khusus bagi Indonesia, bukan hanya terganggu akibat menurunnya pasokan minyak semata. Akan tetapi, juga akan mengalami hambatan pada rantai pasokan gandum dan komponen produksi dari Eropa. Setidaknya, ongkos kargo akan kembali naik.
Seperti diketahui, pasokan ke Indonesia dari Timur Tengah dan Eropa, atau sebaliknya, dikirim melalui Laut Merah melalui Terusan Suez. Wilayah yang sejak Israel berkonflik dengan Hamaz, sudah dalam “penguasaan” milisi Houti dari Yaman. Milisi ini dikenal sangat dekat dengan penguasa Iran. Jadi, bisa ditebak betapa arena konflik antara Israel dan Iran tidak hanya menyasar wilayah kedua negara, tapi juga akan kembali melebar ke area lainnya. Termasuk Laut Merah dan Terusan Zues.
Efek lain dari perseteruan Israel dan Iran, adalah terjadinya penguatan mata uang USD yang berarti sebaliknya, pelemahan Rupiah Indonesia. Diperkirakan Rupiah akan terus melunglai ke titik kritis di angka Rp16,500 per USD. Media ini memberitakan, Minggu, 14 April saja, nilai tukar Rupiah terhadap USD, sudah di level 16,100-16.200. Pelemahan di atas level ini dipastikan akan semakin menurunkan market confidence. Terburuk sejak krisis moneter 1998.
Pelemahan Rupiah dan kenaikan harga minyak (inflasi) akan menjadi pemberat untuk sektor konsumen. Khususnya pada emiten yang punya revenue USD. Adapun bobot sektor pertambangan (energi) masih di angka 13.6 persen. Belum cukup signifikan untuk bisa menahan indeks secara keseluruhan. Pada sisi lain, kondisi dalam negeri Indonesia ada begitu banyak faktor yang membuat efek perang Israel-Iran akan semakin berpengaruh. Salah satunya adalah kebijakan “memberikan” libur panjang (kurang lebih sepekan) dalam rangka Lebaran Idulfitri 1445 H.
Meningkatnya tekanan eksternal plus kondisi dalam negeri, belum lagi putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden akhir April ini, bisa berdampak pada menurunnya confidence-level investor dan berisiko menjadi lingkaran setan. Jelas amat dibutuhkan respons yang tepat dari otoritas keuangan sekelas Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), serta tentu saja Bank Indonesia (BI). Paling tidak dalam menjaga pelaku pasar tetap optimis.
Trio OJK-BI-BEI, termasuk pemerintahan Joko Widodo, penting melakukan dan mengambil langkah pengendalian inflasi dan rencana defisit anggaran. Hal ini terkait dengan kekhawatiran eskalasi defisit fiskal karena adanya time-gap keberlanjutan kebijakan fiskal menjelang pelantikan Presiden terpilih Oktober mendatang. Itu dengan catatan, MK tidak memutuskan lain dengan apa yang diputuskan Komisi Pemilihan Umum, dalam amar putusannya terkait sengketa Pilpres 2024. Pemerintah diharapkan berkenan memberikan arahan kebijakan energi atau harga bahan bakar minyak jangka menengah, sekaligus pengendalian inflasi.
Menarik menunggu bersama seperti apa sikap pemerintah dengan trio OJK-BI-BEI. Akankah lembaga-lembaga pengendali perekonomian dalam negeri ini mampu menyiapkan strategi pengendalian nilai tukar dan menjaga stabilitas moneter? Termasuk, mampu menjalin kerja sama regional se ASEAN dan internasional. Sebab, krisis yang sudah di depan mata, tidak hanya akan dialami Indonesia. Akan tetapi, berlaku secara menyeluruh. Nyaris tidak ada negara yang bakal terbebas dari efek buruk perang Israel-Iran. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.