KABARBURSA.COM - Bagaimana wajah dan gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia, masih butuh waktu untuk menemukan sketsa jelasnya. Hal itu seiring agenda politik yang kini memasuki babakan penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Para investor, baik dalam maupun luar negeri diperkirakan akan mengambil langkah teraman, yakni menunggu sembari melihat perkembangan teraktual.
Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan hasil Pemilu 2024 pada Rabu, 20 Maret pekan lalu. Hasil tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Hasil rekapitulasi KPU secara nasional itu terdiri atas perolehan suara di 38 provinsi dan 128 Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Total keseluruhan suara sah nasional sebanyak 164.227.475. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, pasangan Anies-Cak Imin meraih 40.971.906 suara. Sementara Prabowo-Gibran mendapatkan suara sah sebanyak 96.214.691. Serta yang terakhir, pasangan Ganjar-Mahfud memperoleh 27.040.878 suara.
Sesuai tahapan, para pihak yang terlibat dalam Pemilu 2024, diberikan tenggat waktu untuk mengajukan gugatan PHPU ke MK selama tiga hari terhitung sejak penetapan. Dalam hal ini, pendaftaran PHPU ke MK dibuka hingga Sabtu 23 Maret 2024.
Menilik situs MK hingga Ahad sore, 24 Maret 2024, kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang perolehan suaranya lebih kecil berdasarkan hasil rekapitulasi yang dilakukan KPU, telah melayangkan gugatan secara resmi. Gugatan pertama dilayangkan Tim Anis-Muhaimin (Amin) yang melayangkan gugatan pada Kamis, 21 Maret 2024 sebagaimana terdaftar dengan akta permohonan 01-01/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024. Sementara pasangan Ganjar-Mahfud melakukan hal serupa pada Sabtu, 23 Maret 2024 yang tertuang dalam akta permohonan 02-03/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024.
Selain melayani PHPU Pilpres, MK juga telah menerima ratusan permohonan PHPU dari jalur pemilihan legislatif (pileg). Dikutip dari laman atau situs MK, hingga Ahad kemarin, setidaknya telah teridentifikasi 265 permohonan PHPU. Sedikit lebih banyak dari PHPU Pemilu 2019 yang 262 perkara. Tapi, seperti disampaikan Ketua MK, Suhartoyo, jumlah perkara masih memungkinkan bertambah karena saat ini petugas MK masih melakukan proses verifikasi terhadap berkas permohonan yang masuk.
Mencermati perkembangan pendaftaran perkara PHPU Pemilu 2024 di MK tersebut, wajar jika reaksi pasar agak sedikit menguning atau bahkan memerah. Belum lagi jika pengajuan hak angket di DPR RI, juga terus bergulir. Apalagi jika dalam perkembangannya, ternyata memunculkan sebukit fakta negatif. Hal itu pastilah akan berkorelasi pada reaksi pasar.
Kabar baiknya, di tengah proses pendaftaran perkara PHPU ke MK, grafik pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan gejala yang melegakan. Sepanjang pekan lalu, IHSG menunjukkan kinerja kuat. Seperti diberitakan media ini, IHSG tercatat menguat meski hanya di kisaran 0,16 persen atau 11,8 poin. Hingga penutupan perdagangan periode Jumat, 22 Maret 2024, IHSG mencapai level 7.350,15. Dengan capaian ini, IHSG mengalami penguatan sebesar 0,3 persen selama sepekan.
Apakah trend positif itu akan terus bertahan atau bahkan meningkat di pekan-pekan mendatang? Atau sebaliknya, mulai akan terjun bebas, tentu tidak sekadar dipengaruhi oleh perkara PHPU di MK dan atau guliran hak angket di DPR RI. Sebaliknya, langkah dan upaya serius pemerintah menekan laju inflasi di tengah situasi yang berat, yakni jelang libur lebaran, sedikit banyaknya akan ikut memberikan sumbangsih. Tidak sekadar melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pusat-pusat perbelanjaan tetapi lebih ke langkah fundamental mengatasi krisis bahan pokok dalam negeri.
Upaya serius pemerintah untuk memastikan ketersediaan stok dalam negeri dengan tidak terlalu mengandalkan impor, adalah solusi terbaik dan bersifat jangka panjang. Kebijakan impor untuk memenuhi stok dalam negeri, haruslah dipandang sebagai langkah atau solusi jangka pendek belaka. Model bagi-bagi bantuan sosial yang tidak fundamental itu, harus mulai dibatasi karena sama sekali tidak memberikan stimulan positif. Sebaliknya, hanya menciptakan ketergantungan tanpa batas dan menyuburkan mental pecundang.
Dalam hal ini, pemerintah harus bisa memastikan produksi dalam negeri untuk sejumlah kebutuhan mendasar yang berefek positif berkelanjutan. Selain, terus menggenjot pertumbuhan di sektor lain yang sudah menjadi andalan Indonesia di pasar global seperti tambang nikel, kakao, dan sawit.
Di sisi lain, pemegang otoritas keuangan, dalam hal ini, Bank Indonesia sebagai bank sentral, juga harus ekstra hati-hati dan waspada dalam menetapkan suku bunga acuan. Apalagi, BI sendiri sejak jauh hari sudah mendeklarasikan bahwa pilpres satu putaran akan merangsang pertumbuhan ekonomi. Pernyataan pimpinan BI itu harus bisa dibuktikan dan direalisasikan demi menjaga kepercayaan publik. Dalam hal ini, pimpinan BI harus mampu menahan diri untuk tidak ikut larut dalam praktik politik praktis. (*)