KABARBURSA - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pengaturan skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) akan mempercepat pengembangan dan adopsi energi terbarukan di Indonesia.
"Hal ini pada akhirnya berkontribusi terhadap tercapainya target bauran energi terbarukan dan net zero emission (NZE) atau netral karbon pada 2060 atau lebih awal," kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 11 Juli 2024.
IESR memandang aturan power wheeling untuk energi terbarukan dalam RUU EBET perlu didukung oleh para pembuat kebijakan. Aturan ini dapat meningkatkan keandalan pasokan listrik, efisiensi biaya operasional, serta mendorong perluasan jaringan listrik.
Selain itu, aturan ini memungkinkan kerja sama antara wilayah usaha, dan aplikasi teknologi energi terbarukan yang lebih luas untuk mendukung dekarbonisasi sektor industri dan transportasi. Aturan ini juga mengurangi beban PLN dalam membeli listrik dari pengembang.
Fabby menjelaskan bahwa skema power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan listrik bukan hal baru. Skema ini sudah diatur sebelumnya dalam UU Ketenagalistrikan namun belum dijalankan.
Fabby juga mengatakan bahwa power wheeling merupakan keniscayaan dengan struktur pasar kelistrikan Indonesia saat ini, yaitu regulated vertical integrated atau dioperasikan oleh perusahaan tunggal dan di bawah pengawasan pemerintah.
Dalam hal ini, lanjut Fabby, PLN sebagai pemegang wilayah usaha terintegrasi mendapatkan hak untuk membangun dan mengoperasikan sistem transmisi. Sementara itu, pelaku usaha lain tidak mendapatkan hak tersebut.
"Oleh karena itu, jaringan listrik seharusnya dapat diakses oleh pihak lain untuk menyalurkan listrik dari pembangkit ke pengguna, yang pada gilirannya memberikan pendapatan bagi PLN melalui biaya sewa jaringan," ujar Fabby.
Tarif Listrik Konsumen
Deendarlianto, peneliti energi dari Universitas Gajah Mada, mengingatkan bahwa implementasi pasal power wheeling yang sedang dibahas dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) berpotensi meningkatkan tarif listrik bagi konsumen.
“Implementasi power wheeling bisa berdampak buruk bagi perekonomian di Tanah Air. Kebijakan power wheeling sama sekali tidak prorakyat karena risiko hilir dari power wheeling adalah kenaikan tarif listrik,” katanya kepada media.
Deen menjelaskan, sudah banyak studi akademik terkait risiko kenaikan tarif atas implementasi power wheeling. “Dan ujungnya, sudah pasti menyengsarakan rakyat,” kata dia.
Menurutnya, power wheeling hanya merupakan bentuk liberalisasi transmisi listrik yang sesuai dengan undang-undang dasar seharusnya dikuasai penuh oleh negara. Diketahui, power wheeling bakal kembali dibahas dalam RUU EBT oleh pemerintah dan DPR pada akhir April 2024.
“Jangan sampai RUU EBT nantinya tidak memfasilitasi kepentingan negara, tapi malah justru memfasilitasi kepentingan asing. Sebab power wheeling bertolak belakang sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3,” ujarnya.
Saat ini, paparnya, praktik-praktik liberalisasi itu kian semakin masif di Tanah Air. “Dulu, pemerintah dan DPR pernah meliberalisasi gas yang pada akhirnya hanya menyebabkan BUMN pengelola gas mencatatkan kerugian di berbagai lini operasi,” kata dia.
Seyogyanya, Deen menjelaskan, dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan terdapat jaminan ketersediaan energi listrik yang andal, cukup, berkualitas, dan ekonomis menjadi prasyarat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan sosial, penciptaan lapangan kerja produktif, memperkuat industri, dan menciptakan sektor bisnis yang sehat.
“Dan sampai saat ini, negara melalui badan usahanya telah membuktikan pemenuhan pasokan listrik tersebut. Lalu, kenapa pemerintah harus membuka peluang kepada swasta untuk menjadi penyedia listrik? Pertanyaan itu seharusnya cukup untuk meniadakan klausul power wheeling dalam agenda RUU EBT,” tuturnya.
Optimalkan Utilitas Jaringan
Menurut Deen, dengan memaksakan pengaturan tentang power wheeling hanya akan menambah persoalan pada ketenagalistrikan nasional. “Kecuali jika negara tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik nasional, maka power wheeling bisa jadi bahan pertimbangan,” kata dia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) terus didorong untuk segera diselesaikan.
“RUU EBET sedang di-push dan masih ada beberapa hal yang perlu dirampungkan untuk mencapai kesepakatan,” kata Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM, Hendra Iswahyudi, usai diskusi bertajuk Update Isu dan Kebijakan Transisi Energi di Indonesia yang diadakan oleh IESR di Jakarta.
Ia menambahkan, pemanfaatan jaringan bersama untuk mengoptimalkan utilitas jaringan listrik terbarukan merupakan aspek yang paling menjanjikan.
“Kemitraan dalam jaringan ini sangat menjanjikan karena dapat mengoptimalkan utilitas jaringan sehingga bisa mengalirkan listrik yang renewable,” jelasnya.
Pembahasan RUU EBET antara Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI masih terus berjalan. Dari tiga isu yang tertunda, dua telah disepakati, yaitu penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan pemenuhan kebutuhan energi listrik dari EBET.
Target bauran energi baru terbarukan tetap dipertahankan pada angka 23 persen di tahun 2025.
“Kita masih komitmen dengan target 23 persen bauran energi ini. Meski begitu, rapat-rapat terkait terus dilakukan,” ujar Hendra.
Ia berharap RUU EBET bisa diundangkan tahun ini, karena selain penting untuk keberlanjutan energi nasional, juga untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.
“Kami ingin RUU EBET segera diundangkan, agar regulasi turunannya juga bisa dipercepat. Ini sudah dibahas cukup lama,” tambahnya.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemutakhiran kebijakan energi dan dekarbonisasi industri untuk mencapai target bauran energi terbarukan.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.