KABARBURSA.COM – Sebagian besar provinsi di Indonesia menutup tahun 2024 dengan catatan inflasi. Hanya sedikit dari provinsi di Indonesia yang mencatatkan deflasi.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.
“Jika dilihat sebaran inflasi menurut wilayah, maka terhadap 35 dari 38 provinsi yang mengalami inflasi (Desember 2024). Sementara 3 lainnya mengalami deflasi,” kata Pudji.
Pudji mengungkapkan, Papua Pegunungan menjadi daerah dengan tingkat inflasi bulanan (mounth-to-mounth/mtm) tertinggi, yakni 2,39 persen. Sedangkan secara tahunan, tingkat Papua Pegunungan mencapai 5,36 persen. Sementara wilayah dengan tingkat deflasi terdalam terjadi di Maluku dengan angka sebesar 0,41 persen.
“Inflasi tertinggi terjadi di Papua Pegunungan sebesar 2,30 persen sementara deflasi terdalam di Maluku sebesar 0,41 persen,” ujarnya.
Faktor yang mempengaruhi tingginya inflasi di Papua Pegunungan adalah kenaikan harga dua komoditas utama, yakni sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret kretek mesin (SKM).
Sedangkan deflasi di Maluku dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa komoditas pangan dan barang konsumsi.
Secara tahunan, lanjut Pudji, tren inflasi serupa juga terlihat dan kondisinya lebih mengenaskan karena terjadi di hampir seluruh provinsi. Sedangkan hanya Gorontalo yang mencatatkan deflasi sebesar 0,79 persen. Adapun komoditas yang memicu deflasi di Gorontalo adalah penurunan harga cabai rawit dan tomat.
Sebaran Inflasi Secara Bulanan
Jika dilihat menurut sebaran wilayah, Sumatera Utara dan Bengkulu menjadi wilayah dengan tingkat inflasi tertinggi di Pulau Sumatera. Tingkat inflasinya masing-masing 0,98 persen dan 0,34 persen.
Di Pulau Jawa, inflasi tertinggi terjadi di Jawa Tengah (0,57 persen). Inflasi terendah terjadi di wilayah Jawa Barat dengan capaian 0,35 persen.
Untuk wilayah Kalimantan, inflasi tertinggi berada di Kalimantan Tengah (0,48 persen), sedangkan Kalimantan Timur mencatatkan inflasi terendah (0,31 persen).
Di Bali-Nusa Tenggara, Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatatkan inflasi tertinggi sebesar 0,82 persen, dan Bali menjadi provinsi dengan inflasi terendah (0,31 persen).
Sementara itu, Sulawesi Barat memimpin inflasi di Pulau Sulawesi dengan angka 0,66 persen, sedangkan Sulawesi Utara mencatatkan deflasi sebesar 0,07 persen. Maluku dan Papua mencatatkan angka tertinggi di Papua Pegunungan (2,39 persen) dan deflasi terdalam di Maluku (0,41 persen).
Inflasi Desember Naik 0,44 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Desember 2024 mencapai 0,44 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Peningkatan inflasi ini dipengaruhi oleh naiknya permintaan barang dan jasa menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Lonjakan inflasi tersebut menyebabkan Indeks Harga Konsumen (IHK) meningkat dari 106,33 pada November 2024 menjadi 106,80 di Desember 2024.
“Pada Desember 2024 terjadi inflasi sebesar 0,44 persen secara bulanan atau terjadi kenaikan indeks harga konsumen dari 106,33 pada November 2024 menjadi 106,80 pada Desember 2024,” ujar Pudji.
Secara tahunan, inflasi Desember 2024 tercatat sebesar 1,57 persen. Pudji menjelaskan bahwa inflasi tahunan ini sama dengan inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd), karena keduanya menggunakan pembanding yang identik, yaitu Desember tahun sebelumnya.
“Secara tahun kalender atau year-to-date terjadi inflasi sebesar 1,57 persen. Pada Desember year-on-year atau year-to-date akan sama karena pembandingnya sama, yakni Desember tahun lalu,” tambahnya.
Pudji juga menegaskan bahwa inflasi bulanan Desember 2024 lebih tinggi dibandingkan dengan November 2024 maupun Desember 2023.
“Inflasi bulanan pada Desember 2024 lebih tinggi daripada November 2024 dan Desember 2023,” ungkapnya.
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar terhadap inflasi bulanan Desember 2024, dengan inflasi sebesar 1,33 persen, memberikan andil inflasi sebesar 0,38 persen.
“Kelompok penyumbang inflasi bulanan terbesar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi sebesar 1,33 persen dan memberi andil inflasi sebesar 0,38 persen,” jelas Pudji.
Dalam kelompok tersebut, komoditas utama yang memicu inflasi adalah telur ayam ras dan cabai merah, masing-masing menyumbang inflasi sebesar 0,06 persen.
“Adapun komoditas yang dominan mendorong inflasi pada kelompok ini adalah telur ayam ras dan cabai merah yang masing-masing memberi andil inflasi sebesar 0,06 persen,” katanya.
Selain itu, beberapa komoditas lain yang turut menyumbang inflasi termasuk ikan segar, cabai rawit, bawang merah, dan minyak goreng, yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 0,03 persen. Komoditas seperti bawang putih, sawi hijau, daging ayam ras, dan beras juga menambah inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen.
“Sementara itu, terdapat juga komoditas lain yang memberikan andil inflasi antara lain ikan segar, cabai rawit, bawang merah, dan minyak goreng yang memberikan andil inflasi sebesar 0,03 persen. Kemudian, bawang putih, sawi hijau, daging ayam ras, dan beras masing-masing memberi andil inflasi sebesar 0,01 persen,” tutup Pudji. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.