Logo
>

AFPI Siapkan Pendanaan Rp5 Miliar untuk UMKM, Apa Syaratnya?

Ditulis oleh Yunila Wati
AFPI Siapkan Pendanaan Rp5 Miliar untuk UMKM, Apa Syaratnya?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) tengah mempersiapkan langkah strategis guna mendukung pembiayaan yang lebih besar bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Salah satu upaya yang sedang dijajaki adalah pembentukan konsorsium bersama sejumlah anggota AFPI untuk mengatasi keterbatasan batas maksimal pembiayaan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024, pembiayaan maksimal yang dapat diberikan melalui platform fintech peer-to-peer (P2P) lending di sektor produktif adalah Rp5 miliar. Meskipun demikian, Ketua Bidang Humas AFPI Kuseryansyah, mengungkapkan bahwa kebutuhan UMKM untuk proyek besar seringkali melebihi batas tersebut. Konsorsium ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif bagi UMKM yang membutuhkan pembiayaan di atas Rp5 miliar.

    Kuseryansyah menyebutkan, meski ide konsorsium ini tengah digodok, belum ada pembahasan lebih lanjut atau pengajuan resmi kepada OJK. Untuk saat ini, fokus utama AFPI adalah menyosialisasikan POJK Nomor 40 Tahun 2024 yang baru saja mulai berlaku sejak 27 Desember 2024.

    Sosialisasi ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada penyelenggara P2P lending dan para pemangku kepentingan terkait aturan baru.

    Namun, rencana konsorsium tetap harus memperhatikan ketentuan lain yang telah diatur dalam Surat Edaran OJK Nomor 19 Tahun 2023. Dalam aturan tersebut, ditetapkan bahwa setiap peminjam atau borrower hanya diperbolehkan mendapatkan pembiayaan dari maksimal tiga platform P2P lending. Dengan demikian, pembiayaan melalui konsorsium pun tetap terikat pada batasan ini.

    AFPI juga menyampaikan apresiasi kepada OJK atas keputusan untuk meningkatkan batas atas pembiayaan produktif dari Rp2 miliar menjadi Rp5 miliar. Meskipun demikian, AFPI sebelumnya telah mengusulkan agar batas tersebut dinaikkan hingga Rp10 miliar, mengingat kebutuhan UMKM semakin kompleks, khususnya dalam proyek berskala besar

    Sebagai bagian dari upaya mendukung sektor UMKM, OJK juga menargetkan peningkatan penyaluran pembiayaan produktif oleh fintech P2P lending ke kisaran 40 persen - 50 persen pada periode 2025 hingga 2026. Kebijakan ini menjadi bagian dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) untuk 2023–2028. Dengan mendorong pembiayaan produktif, diharapkan fintech P2P lending dapat berperan lebih signifikan dalam memperkuat sektor UMKM yang menjadi salah satu penggerak utama perekonomian nasional.

    Inisiatif ini merupakan langkah strategis yang tidak hanya memberi peluang lebih besar bagi UMKM untuk berkembang, tetapi juga mendukung tercapainya stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Dukungan regulasi yang progresif dari OJK, serta kolaborasi erat antara pelaku fintech P2P lending, memberikan optimisme baru bagi masa depan UMKM di Indonesia.

    Pemutihan Utang UMK

    Sekretaris Jenderal Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia, Edy Misero, mengingatkan pemerintah untuk memastikan kebijakan pemutihan utang bagi 67 ribu pelaku UMKM tidak hanya menjadi solusi sementara. Ia menegaskan, program tersebut harus mampu mendorong keberlanjutan usaha UMKM dalam jangka panjang.

    Edy menilai, langkah pemutihan utang merupakan kebijakan positif, terutama bagi UMKM yang terdampak pandemi serta tekanan ekonomi saat ini. Namun, ia menekankan pentingnya pendampingan yang komprehensif agar para pelaku usaha kecil tidak hanya terbebas dari jeratan utang, tetapi juga mampu mengelola keuangannya secara lebih baik di masa depan.

     

    “Kita perlu ada pendampingan yang menyeluruh untuk memastikan bahwa pelaku UMKM tidak hanya terlepas dari utang, tapi juga mendapatkan pendidikan dan bimbingan dalam mengelola keuangan mereka,” kata Edy dalam pernyataannya kepada kabarbursa.com di Jakarta, Minggu, 12 Januari 2025.

    Menurut Edy, salah satu risiko utama dari kebijakan ini adalah potensi terciptanya ketergantungan di kalangan pelaku usaha terhadap program pemutihan utang di masa mendatang. Tanpa adanya pengelolaan yang baik dan pendampingan yang memadai, pelaku UMKM dikhawatirkan akan kembali terjebak dalam kesulitan finansial serupa.

    Ia menambahkan, kebijakan pemutihan utang seharusnya diintegrasikan dengan program-program pendampingan yang fokus pada pembangunan karakter dan kemandirian pelaku UMKM.

    “Kita harus memastikan kebijakan ini menjadi momentum bagi pelaku UMKM untuk bertanggung jawab terhadap keberlanjutan dan masa depan usahanya,” jelasnya.

    Edy juga berharap kebijakan ini tidak menciptakan pola pikir bahwa pemutihan utang akan selalu menjadi solusi setiap kali ada kesulitan. Ia menegaskan perlunya pendekatan yang lebih strategis untuk memastikan pelaku UMKM bisa bangkit dan bertahan dalam jangka panjang.

    “Jangan sampai kita menciptakan pola pikir bahwa setiap kali ada kesulitan, pemutihan utang akan selalu menjadi jalan keluar,” pungkasnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79