KABARBURSA.COM - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meluncurkan program "Making Indonesia 4.0" pada 2018, sebagai langkah strategis untuk mengakselerasi adopsi teknologi industri 4.0 dalam sektor manufaktur di Indonesia. Program ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara ekonomi terbesar dunia pada 2030.
Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menyatakan bahwa terdapat tiga sasaran utama dalam program ini. Pertama, kontribusi ekspor netto terhadap PDB yang ditargetkan mencapai 10 persen.
Kedua, peningkatan produktivitas industri dua kali lipat terhadap biaya. Ketiga, pengeluaran untuk riset dan pengembangan (R&D) yang diharapkan mencapai 2 persen dari PDB.
"Sasaran ini bukan hanya untuk memajukan sektor industri, tetapi juga untuk mempersiapkan Indonesia agar mampu bersaing di pasar global pada 2030," jelas Faisol dalam acara AI Sovereignty: The Future of National Security, di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Desember 2024.
Program Making Indonesia 4.0 ini fokus pada tujuh sektor utama: industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, elektronika, farmasi, dan alat kesehatan.
Lima dari tujuh sektor tersebut dipilih karena kontribusinya yang besar terhadap PDB manufaktur Indonesia, yakni sekitar 70 persen, serta menyumbang 65 persen ekspor manufaktur dan menyerap 60 persen tenaga kerja industri.
Faisol menjelaskan bahwa industri Indonesia perlu mengadopsi teknologi digital dan fisik dalam proses produksinya, dengan beberapa teknologi unggulan seperti Internet of Things (IoT), Kecerdasan Buatan (AI), Cloud Computing, Augmented Reality (AR), Big Data, dan Robotika Lanjutan.
AI, khususnya, telah menjadi teknologi yang revolusioner dalam meningkatkan efisiensi industri. "AI tidak hanya meningkatkan operasional, tetapi juga mempercepat inovasi dan memungkinkan adaptasi terhadap perubahan pasar secara realtime," kata Faisol.
Salah satu contoh adopsi teknologi AI di Indonesia adalah di sektor industri semen, di mana perusahaan menggunakan AI dan IoT untuk meningkatkan produktivitas, stabilitas, dan efisiensi energi.
Melalui implementasi teknologi ini, diharapkan Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pusat industri global di masa depan dan mewujudkan visi besar sebagai salah satu negara ekonomi terbesar pada 2030.
Salah satu tantangan utama, menurut Faisol, adalah keterbatasan infrastruktur teknologi yang merata di seluruh Indonesia. "Konektivitas yang belum merata, kurangnya infrastruktur data, serta kurangnya talenta digital menjadi hambatan besar bagi implementasi teknologi ini di sektor industri," ujarnya
Selain itu, Faisol juga menyoroti biaya implementasi yang tinggi dan sulit dijangkau oleh industri kecil dan menengah (IKM), serta kurangnya kesadaran dan kepercayaan konsumen terhadap penggunaan teknologi seperti AI dalam sektor manufaktur.
"Regulasi dan kebijakan yang lemah juga menjadi faktor penghambat, karena belum memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan industri berbasis teknologi," tambahnya.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.