KABARBURSA.COM - Lembaga Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 hanya 5 persen. Angka ini lebih rendah target pemerintah yang sebesar 5,2 persen.
Bahkan, IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 2029 hanya berkutat di angka 5,1 persen.
Menanggapi itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah Indonesia memiliki perkiraan tersendiri terkait pertumbuhan ekonomi nasional. Dia dengan tegas menyatakan optimis pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2024 akan mencapai 5,2 persen. Begitu juga dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi setiap tahun akan diupayakan agar tercapai sesuai target yang telah ditetapkan.
"Namanya IMF punya proyeksi, kita juga punya proyeksi dan nanti akan kita tingkatkan kembali. Tidak perlu khawatir, setiap tahun akan ada perubahan. Sah-sah saja mereka memprediksikan," kata Airlangga di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2024.
Dalam laporan Article IV Consultation tahun 2024, IMF menyatakan perekonomian Indonesia tetap kuat meskipun ada hambatan eksternal. Inflasi berada pada kisaran target dan sektor keuangan tangguh.
IMF menilai, pihak berwenang di Indonesia telah menjalankan agenda pertumbuhan yang ambisius untuk mencapai status berpenghasilan tinggi pada tahun 2045. Agenda ini terdiri dari belanja publik, reformasi kelembagaan, dan kebijakan industri.
Lalu, IMF menyarankan agar pemerintah Indonesia menjaga defisit tetap berada di angka 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) agar bisa menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Airlangga mengatakan pemerintah terus menjaga disiplin fiskal agar sesuai dengan regulasi yang sudah berjalan.
Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) defisit fiskal tetap terjaga di bawah 3 persen, hanya pada saat pandemi COVID-19 defisit melewati batas regulasi yang ditetapkan.
Pada tahun 2020 defisit mencapai 6,09 persen lalu di tahun 2021 turun ke 4,65 persen. Tahun 2022 defisit sudah kembali berada di bawah 3 persen yaitu 2,35 persen dari PDB. Di luar periode tersebut defisit tetap terjaga di bawah 3 persen dari PDB.
"Selama ini Indonesia menjaga fiskal secara betul. Jadi (disiplin fiskal) akan tetap kita lanjutkan," terang Airlangga.
Ekonomi RI Tumbuh, AS dan China Melambat
Sementara itu, Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia di pertengahan tahun 2024 relatif lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara anggota G20. Diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5,05 persen.
Meski begitu, Josua menilai kebijakan ekonomi global turut mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota G20. Diketahui, pertumbuhan ekonomi dari dua negara besar, China dan Amerika Serikat (AS) mengalami perlambatan.
China, tutur Josua, mengalami perlambatan ekonomi di kuartal II tahun 2024 di bawah 5 persen. Dia menyebut, perlambatan ekonomi di China berdampak langsung kepada kinerja jalur perdagangan dan ekspor Indonesia.
“Kalau kita bandingkan sebenarnya secara umum, kalau kita bandingkan dalam grup G20 saja sebenarnya pertumbuhan sekitar 5 persen sampai dengan 5,1 persen secara umum masih cukup baik,” kata Josua dalam acara PIER Economic Review: Mid-Year 2024 yang diikuti secara daring, Kamis, 8 Agustus 2024.
Di kawasan ASEAN sendiri, tutur Josua, kinerja ekonomi terbesar dipimpin oleh India dengan rentang pertumbuhan di kisaran hingga 8 persen di tengah tensi geopolitik global sebagaimana yang terjadi antara Rusia-Ukraine yang disusul dengan naiknya harga komoditas.
Tingginya tensi geopolitik global juga telah direspons oleh Bank Indonesia (BI) dalam beberapa hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang melahirkan kebijakan moneter yang berdampak pada kinerja ekonomi di sektor riil dalam negeri.
Berdasarkan data dari sejumlah lembaga ekonomi dunia, Josua mengungkap adanya konvergensi yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan lebih baik jika dibandingkan tahun ini kendati ekonomi global mengalami perlambatan, kususnya China dan AS.
"Sehingga ini tentunya akan menjadi hal yang harus kita pertimbangkan ataupun kita perhatikan, terutama dari sisi pemerintah untuk bagaimana dari sisi meramu kebijakan agar bisa memitigasi dampak yang ditimbulkan dari pelambatan ekonomi AS dan juga Tiongkok," ujarnya.
Sementara di negara-negara eropa seperti Eropa dan Jepang, kata Josua, akan mengalami perbaikan kondisi di tahun depan. Dia menilai pertumbuhan ekonomi global terpantau variative yang dipengaruhi sentimen AS dan China yang cenderung melambat.
"Namun sebagian negara-negara seperti di ASEAN dan termasuk juga Indonesia ini akan cenderung membaik, plus ditambah lagi dengan Eropa dan juga Jepang," ungkapnya. (*)