KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan alasan di balik upaya pemerintah untuk menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman (Sritex), yang tengah terancam mengalami kebangkrutan.
Kata Airlangga, langkah ini diambil sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap industri padat karya yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi banyak warga Indonesia.
Airlangga menyatakan bahwa Sritex, yang dikenal sebagai salah satu raksasa tekstil dalam negeri, memainkan peran penting dalam menciptakan lapangan kerja di sektor yang sangat padat karya. Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu memberikan dukungan untuk memastikan keberlangsungan operasional perusahaan.
“Pemerintah memfasilitasi perusahaan yang mempekerjakan banyak tenaga kerja karena ini menyangkut industri dalam negeri. Dalam hal ini, pemerintah memiliki keberpihakan terhadap sektor padat karya,” kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 5 November 2024.
Sebagai bagian dari dukungan ini, pemerintah telah memastikan bahwa Sritex dapat terus melakukan ekspor dan impor, yang memungkinkan perusahaan untuk tetap beroperasi dan melanjutkan kegiatan produksi.
Dengan adanya izin ekspor impor yang tetap diberikan, diharapkan Sritex bisa mempertahankan kinerjanya di tengah situasi yang sulit.
Namun, Airlangga menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan turun tangan dalam masalah utang Sritex yang memerlukan restrukturisasi. Tanggung jawab untuk menyelesaikan utang perusahaan sepenuhnya berada di tangan pemilik dan manajemen.
“Terkait utang dan restrukturisasi, itu merupakan tanggung jawab pemilik. Pemerintah hanya berperan dalam mendukung izin ekspor dan impor,” tegas Airlangga.
Dia juga menegaskan bahwa pemerintah akan tetap memberikan izin ekspor bagi Sritex tanpa batas waktu yang ditentukan, sebagai bagian dari komitmen untuk mendukung kelangsungan sektor industri padat karya.
“Izin ekspor akan terus berjalan tanpa ada batas waktu,” jelasnya.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat membantu Sritex dalam menjaga stabilitas operasional di tengah tekanan keuangan yang dihadapinya.
Sritex Pailit, Industri Tekstil tetap Aman
Selain itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan industri tekstil di Indonesia belum berada di ambang senja, meski Sritex diputuskan pailit.
Menurutnya, industri tekstil tidak akan mengalami kemunduran selama permintaan dari masyarakat masih ada.
“Industri tekstil tidak akan sunset. Selama ada demand, dia akan terus ada,” kata Airlangga.
Menurut Airlangga, tekstil termasuk ke dalam kebutuhan sandang yang masuk dalam tiga kebutuhan pokok. Maka dari itu, bisnis tekstil tidak akan mengalami kemunduran.
“Sampai kapan pun yang namanya industri tekstil merupakan kebutuhan utama manusia. Semua orang berpakaian. Selama orang berpakaian, industri ini akan aman,” ujarnya.
Dampak Buruk Pailitnya Sritex bagi Perekonomian RI
Anggota Komisi XI DPR RI, Charles Meikyansah, mendukung upaya pemerintah dalam menyusun kebijakan perlindungan bagi industri tekstil. Hal itu seiring nasib pahit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang dinyatakan pailit.
Diketahui, Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang atas gugatan yang diajukan PT Indo Bharat Rayon (IBR). Sritex dinilai lalai terhadap utang kepada IBR sehingga persoalan berujung panjang dan berdampak fatal bagi perusahaan.
Meski pabrik masih beroperasional seiring manajemen mengajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan putusan PN Niaga Semarang, status pailit terhadap Sritex bisa berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Apalagi dengan adanya potensi massal badai pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap puluhan ribu karyawan Sritex.
“Kita mendukung upaya Pemerintah yang sekarang tengah berjibaku berusaha memberi penyelamatan untuk Sritex. Karena kalau Sritex sampai bangkrut, pastinya bisa berpengaruh terhadap perekonomian nasional,” kata Charles, Jumat, 1 November 2024.
Untuk itu, Charles menyebut DPR siap bekerja sama dengan pemerintah untuk menyelamatkan Sritex yang merupakan perusahan tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu.
“Kita tidak bisa tinggal diam saat nasib puluhan ribu rakyat menjadi taruhannya. Negara perlu membantu Sritex dengan tujuan agar tidak ada PHK massal kepada para karyawannya. Dan tentunya juga agar industri tekstil kita tidak terdampak,” tuturnya.
Charles pun mendukung upaya Pemerintah yang menyiapkan berbagai langkah penyelamatan untuk Sritex. Mulai dari kebijakan Bea Masuk Antidumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard. Dia menilai, kebijakan tersebut tidak hanya menyelamatkan Sritex, melainkan juga industri tekstil secara keseluruhan.
Di sisi lain, Charles juga mendorong Pemerintah untuk menciptakan terobosan agar industri tekstil dalam negeri kembali lagi pada masa kejayaannya.
“Karena kita tahu beberapa waktu belakangan banyak perusahaan tekstil dan garmen yang kesulitan karena beberapa faktor,” jelasnya.
Salah satu faktor yang membuat industri tekstil Indonesia lesu, tutur Charles, karena membanjirnya barang impor dengan harga kompetitif atau murah. Dia menyebut, industri tekstil lokal menjadi kalah saing hingga membuat beberapa perusahaan gulung tikar atau melakukan efisiensi dengan pengurangan karyawan sehingga terjadi badai PHK di industri tekstil serta garmen.
Komisi XI DPR yang membidangi urusan keuangan negara dan perencanaan pembangunan nasional itu pun berharap pemerintah memberi kebijakan stimulus bagi para pelaku usaha tekstil. Sebab, kata Charles, industri tekstil juga banyak menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Industri tekstil ini kan industri padat karya yang menyerap jutaan tenaga kerja dan berkontribusi besar terhadap PDB (produk domestik bruto). Termasuk perusahaan besar seperti Sritex yang banyak mengekspor produknya ke luar negeri, itu kan menjadi kontribusi pemasukan buat negara,” paparnya.
Charles menyatakan, DPR siap mengawal kebijakan-kebijakan yang mendukung daya saing industri domestik seperti industri tekstil ini. Misalnya dengan pengetatan impor dan insentif bagi produksi lokal.
Terkait hal ini, pengusaha menilai salah satu penyebab banjirnya barang impor adalah karena ada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan pengaturan impor. Pihak pengusaha berharap Pemerintah bisa merevisi aturan ini.
“Pada intinya kita ingin agar industri di dalam negeri, termasuk industri tekstil dapat dijaga dari persaingan tidak sehat. Jadi memang harus ada intervensi yang mendukung dan menjaga iklim industri di Indonesia,” tutup Charles. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.