KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing di pekan ketiga bulan Agustus 2024 sebesar Rp9,67 triliun dengan rincian Rp7,36 triliun berasal dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp2,18 triliun dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Berdasarkan data transaksi dari tanggal 12-15 Agustus 2024, nonresiden tercatat beli neto Rp9,67 triliun,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangannya, Jumat, 16 Agustus 2024.
Erwin juga mengungkap, berdasarkan data setelmen sampai dengan 15 Agustus 2024, nonresiden tercatat jual neto Rp11,54 triliun di pasar SBN. Sementara beli neto Rp179,37 triliun di SRBI dan beli neto Rp3,36 triliun di pasar saham.
Berdasarkan data setelmen hingga 15 Agustus 2024 pada semester-II 2024, nonresiden tercatat beli neto di SRBI sebesar Rp49,02 triliun, di pasar SBN sebesar Rp22,42 triliun, dan di pasar saham sebesar Rp3,02 triliun.
Di sisi lain, premi credit default swaps (CDS) Indonesia 5 tahun per 15 Agustus 2024 sebesar 71,80 bps, turun dibandingkan 9 Agustus 2024 sebesar 76,56 bps.
Sementara itu, posisi rupiah ditutup pada level Rp15.690 per dolar AS pada Kamis, 15 Agustus kemarin dengan Yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun turun ke 6,72 persen dan DXY melemah ke 102,98. Sementara Yield US Treasury (UST) Note 10 tahun turun ke level 3,91 persen.
Pada Jum’at, 16 Agustus 2024 kemarin, rupiah dibuka pada level Rp15.740 per dolar AS dengan Yield SBN 10 tahun naik ke 6,75 persen. Erwin menyebut, BI akan terus memperkuat koordinasi untuk memaksimalkan ketahanan eksternal ekonomi dalam negeri.
“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” tutup Erwin.
BI Rate Diprediksi Turun
Chief Economist Citibank Indonesia, Helmi Arman memprediksi, BI akan menurunkan suku bunga acuannya di sisa tahun 2024 ini. Hal itu dia ungkap mengacu pada SRBI 12 bulan sudah mengalami penurunan selama beberapa minggu terakhir dengan rata-rata 25 basis point dari sekitar 7,5 ke sekarang berada di kisaran 7,25.
“Dan perkiraan kami suku bunga kebijakan Bank Indonesia yang tujuh hari atau BI rate ini juga akan mulai turun di bulan September tahun ini,” kata Helmi di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2024.
Namun demikian, Helmi mengingatkan bahwa masih ada beberapa risiko ke depan yang perlu kita pantau. Pertama, meski inflow ke pasar keuangan Indonesia terutama ke pasar SBN, Citi Indonesia menilai modal masuk keseluruh negara berkembang belum begitu kuat jiak melihat dari data Global Fund Flows City.
“Jadi kami menduga ada indikasi bahwa inflow yang masuk ke Indonesia ini masih merupakan gejala atau akibat dari pergeseran posisi investor dalam portfolio-nya. Sementara portfolio-nya sendiri mungkin belum menerima inflow yang signifikan secara keseluruhan,” jelasnya.
Dengan demikian, kata Helmi, data tersebut berimplikasi pada keberlanjutan inflow ke Indonesia yang relatif lebih sensitif terhadap dinamika valuasi atau pergerakan harga-harga aset keuangan dalam negeri.
Di sisi lain, risiko eksternal juga terus membayangi kondisi pasar keuangan domestik, di mana Pemilu di Amerika Serikat (AS) akan digelar pada akhir tahun 2024. Pasar keuangan dalam negeri masih memastikan perang perang babak baru antara AS dengan Tiongkok.
“Sebagaimana kita lihat pada pemerintahan Presiden Trump 2016-2020, itu setiap terjadi pengenaan tarif dari AS terhadap barang-barang Tiongkok itu biasanya diikuti oleh penguatan dolar karena mata uang Tiongkok atau Chinese Yuan itu terdevaluasi,” ungkapnya.
Risiko terakhir yang dihadapi oleh pasar keuangan domestik berkaitan dengan posisi investor asing. Helmi memberikan penilaiannya bahwa terdapat instrumen monitor jangka pendek di Indonesia yang dapat mengalami perubahan signifikan jika terjadi penurunan suku bunga domestik di masa depan.
Dalam hal ini, perubahan tersebut berpotensi memengaruhi arus investasi asing dan stabilitas pasar keuangan. Helmi menekankan pentingnya perhatian terhadap pergerakan suku bunga, mengingat dampaknya terhadap strategi investasi dan keputusan-keputusan yang diambil oleh para pelaku pasar.
Jika suku bunga domestik turun, instrumen monitor yang ada mungkin akan menunjukkan tren pergeseran yang memerlukan penyesuaian cepat dalam strategi investasi untuk memitigasi risiko yang ada.
Diketahui, posisi asing di instrumen uangan jangka pendek di Indonesia cukup signifikan. Sehingga, kalau itu berbalik, hal ini dapat menetralisasi dampak positif dari arus modal masuk yang sekarang mengalir ke pasar SBN.
“Sehingga secara keseluruhan perkiraan kami adalah bahwa kadar penurunan BI rate dalam siklus penurunan suku bunga kali ini yaitu hingga akhir 2025 perkiraan kami adalah bahwa kadar penurunan BI rate kemungkinan akan lebih lambat dibandingkan dengan kadar penurunan suku bunga terbetul,” tutupnya. (*)