Logo
>

Analisis Kebijakan Suku Bunga The Fed Pascapemilihan Presiden

Ditulis oleh Syahrianto
Analisis Kebijakan Suku Bunga The Fed Pascapemilihan Presiden

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemilihan presiden yang berlangsung pada Selasa, 5 November 2024 akan menentukan banyak hal, tetapi keputusan Federal Reserve (the Fed) dua hari kemudian terkait suku bunga jauh lebih mudah diprediksi. Dengan inflasi yang terus mereda, Fed diperkirakan akan melakukan pemangkasan suku bunga untuk kedua kalinya tahun ini.

    Dilansir Associated Press, meskipun hasil pemilihan presiden mungkin belum jelas saat Fed mengakhiri pertemuan dua harinya pada Kamis, 7 November 2024 keputusan untuk menurunkan suku bunga tidak akan dipengaruhi oleh ketidakpastian politik tersebut. Namun, langkah-langkah Fed di masa depan akan menghadapi ketidakpastian yang lebih besar setelah presiden dan Kongres baru dilantik pada bulan Januari, terutama jika Donald Trump kembali memenangkan Gedung Putih.

    Para ekonom mengkhawatirkan bahwa kebijakan Trump, yang mencakup penerapan tarif tinggi terhadap semua impor dan deportasi massal imigran ilegal, dapat mengganggu kebijakan suku bunga Fed yang umumnya independen. Ancaman tersebut berpotensi menyebabkan lonjakan inflasi, yang pada gilirannya dapat memaksa Fed untuk memperlambat atau menghentikan pemotongan suku bunganya.

    Dalam pertemuan yang dijadwalkan pada Kamis, 7 November 2024 para pembuat kebijakan Fed, yang dipimpin oleh Ketua Jerome Powell, diharapkan akan memangkas suku bunga acuan sebesar seperempat poin, menjadi sekitar 4,6 persen. Sebelumnya, Fed telah mengurangi suku bunga sebesar setengah poin pada bulan September.

    Para ekonom memprediksi bahwa pemangkasan suku bunga lainnya juga akan terjadi pada bulan Desember, dengan kemungkinan langkah tambahan di tahun depan. Secara umum, pemangkasan suku bunga diharapkan dapat menurunkan biaya pinjaman bagi konsumen dan bisnis.

    Keputusan Fed untuk memangkas suku bunga kali ini didasarkan pada situasi yang berbeda dari biasanya. Umumnya, Fed menurunkan suku bunga untuk merangsang ekonomi yang lesu dan pasar tenaga kerja yang lemah, mendorong lebih banyak pinjaman dan pengeluaran. Namun, saat ini ekonomi tumbuh pesat dengan tingkat pengangguran yang rendah, yaitu 4,1 persen, meskipun badai dan pemogokan di Boeing sempat menekan pertumbuhan lapangan kerja.

    Fed melakukan pemangkasan suku bunga sebagai bagian dari "kalibrasi ulang" menuju lingkungan inflasi yang lebih rendah. Setelah inflasi mencapai puncaknya di level 9,1 persen pada bulan Juni 2022, Fed menaikkan suku bunga sebanyak 11 kali, hingga mencapai sekitar 5,3 persen, level tertinggi dalam empat dekade.

    Namun, pada bulan September, inflasi tahunan turun menjadi 2,4 persen, mendekati target Fed sebesar 2 persen dan setara dengan level yang dicapai pada tahun 2018. Dengan penurunan inflasi yang signifikan, Powell dan pejabat Fed lainnya percaya bahwa suku bunga pinjaman yang tinggi tidak lagi diperlukan, karena suku bunga tinggi dapat membatasi pertumbuhan, terutama di sektor yang sensitif terhadap suku bunga seperti penjualan perumahan dan mobil.

    Menurut Claudia Sahm, kepala ekonom di New Century Advisors dan mantan ekonom Fed, pembatasan yang diberlakukan karena inflasi tinggi kini sudah tidak relevan lagi. Pejabat Fed juga menunjukkan bahwa pemangkasan suku bunga akan dilakukan secara bertahap, dan mayoritas mendukung pemangkasan lebih lanjut.

    Sementara itu, Powell dan pejabat Fed lainnya menyadari bahwa mereka belum mengetahui dengan pasti berapa tingkat netral suku bunga, yaitu tingkat yang tidak memperlambat maupun merangsang pertumbuhan.

    Pada bulan September, komite penentu suku bunga Fed memperkirakan tingkat netral sekitar 2,9 persen, meskipun sebagian besar ekonom meyakini angka tersebut mendekati 3 persen hingga 3,5 persen. Powell menyatakan bahwa penilaian tingkat netral harus didasarkan pada respons perekonomian terhadap pemotongan suku bunga.

    Beberapa ekonom berpendapat bahwa dengan kondisi ekonomi yang terlihat sehat meskipun suku bunga tinggi, Fed mungkin tidak perlu melakukan pelonggaran kredit secara berlebihan. Mereka mengemukakan pertanyaan tentang pentingnya pemotongan suku bunga jika tingkat pengangguran tetap rendah dan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut.

    Dengan pertemuan terakhir Fed berlangsung tepat setelah Hari Pemilihan, Powell diperkirakan akan menjawab pertanyaan terkait hasil pemilihan presiden dan dampaknya terhadap ekonomi dan inflasi dalam konferensi persnya. Dia diharapkan menegaskan bahwa keputusan Fed tidak dipengaruhi oleh politik.

    Selama masa kepresidenan Trump sebelumnya, beberapa tarif diterapkan pada barang-barang seperti mesin cuci dan baja, yang masih bertahan di era kepresidenan Joe Biden. Meskipun ada peningkatan harga pada barang tertentu, inflasi secara keseluruhan tidak mengalami lonjakan signifikan. Namun, Trump kini mengusulkan tarif yang jauh lebih luas, yang dapat meningkatkan harga barang impor secara drastis.

    Banyak ekonom mengkhawatirkan bahwa tarif baru ini akan memicu inflasi. Sebuah laporan dari Peterson Institute for International Economics menyatakan bahwa usulan tarif Trump dapat meningkatkan inflasi sebesar dua poin persentase tahun depan.

    Para ekonom di Pantheon Macroeconomics juga memperkirakan bahwa Fed kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap tarif baru yang diusulkan, terutama jika Trump menang dalam pemilihan mendatang. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.