Logo
>

Animo Asing Melambat, Arus Modal Tersedot SRBI

Ditulis oleh KabarBursa.com
Animo Asing Melambat, Arus Modal Tersedot SRBI

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Likuiditas yang beredar di sektor perbankan dan lembaga keuangan nonbank seperti asuransi, dana pensiun, dan reksa dana, kini terus tergerus oleh Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Sementara itu, minat investor asing terhadap SRBI tampak menunjukkan tanda-tanda melambat.

    Bunga tinggi SRBI tetap menjadi daya tarik utama bagi investor, yang terdorong untuk memindahkan dana mereka ke instrumen yang diciptakan bank sentral ini. Perbankan dan sektor nonbank semakin banyak memindahkan likuiditas mereka dari Surat Berharga Negara (SBN) ke SRBI.

    Peningkatan penempatan dana di SRBI diperkirakan berdampak pada penurunan nilai transaksi di bursa saham. Data terbaru dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa selama bulan Juli, perbankan menambah kepemilikan SRBI sebesar Rp76,37 triliun, naik 16,55 persen dari akhir Juni, menjadi total Rp537,66 triliun.

    Sementara itu, sektor nonbank lokal, termasuk pengelola reksa dana, asuransi, dan dana pensiun, terus mengakumulasi SRBI sepanjang bulan lalu dengan nilai mencapai Rp63,83 triliun, naik 54,25 persen atau bertambah Rp22,45 triliun dibandingkan akhir Juni.

    Di sisi lain, investor asing menambah kepemilikan mereka di SRBI sebesar Rp43,47 triliun, naik 22,57 persen dari Juni, menjadi Rp235,99 triliun. Namun, pertumbuhan ini melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat naik 26,5 persen. Dari segi nominal, pembelian asing di SRBI masih kalah dibandingkan dengan akumulasi perbankan yang hampir dua kali lipat.

    Tren modal asing yang lebih kecil dibandingkan pembelian SRBI oleh investor domestik dapat memicu efek crowding out yang lebih besar. Dana di pasar keuangan, termasuk pasar saham dan obligasi negara, tersedot ke SRBI, sehingga mengurangi likuiditas di luar SRBI.

    Data menunjukkan bahwa kepemilikan SBN oleh perbankan berkurang Rp89,66 triliun selama Juli. Bahkan, dibandingkan dengan posisi kepemilikan SBN oleh bank sebelum adanya SRBI, penurunannya mencapai Rp523,55 triliun. Pada akhir Juli, posisi kepemilikan SBN oleh bank tinggal Rp1.190,94 triliun, berkurang dari Rp1.714,49 triliun pada akhir Agustus 2023.

    Tidak mengherankan jika ada dugaan bahwa dana bank di SBN beralih ke SRBI, mengingat saat ini posisi bank di instrumen moneter ini mencapai angka Rp537,66 triliun.

    Bagaimana kondisi di pasar saham? Mengacu pada data Bursa Efek Indonesia, nilai rata-rata transaksi harian mengalami penurunan signifikan. Pada bulan Juli, nilai transaksi harian turun 22,64 persen dari rata-rata Rp12,84 triliun per hari pada Juni menjadi Rp9,93 triliun per hari. Penurunan ini merupakan yang kedua berturut-turut, setelah pada Mei lalu rata-rata transaksi harian masih sebesar Rp14,38 triliun.

    Sementara itu, di industri reksa dana, bulan Juli mencatatkan kenaikan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar Rp7,56 triliun atau naik 1,5 persen dibanding akhir Juni, menjadi Rp497,56 triliun.

    Bank Indonesia telah menjual SRBI sebesar Rp860,28 triliun sejak September tahun lalu untuk menarik dana asing di tengah ketidakpastian pasar global yang tinggi, yang menekan nilai tukar rupiah.

    Bunga Makin Mahal

    Dalam tiga lelang terakhir, Bank Indonesia terus memangkas bunga diskonto SRBI. Pada lelang Jumat pekan lalu, bunga SRBI-12 bulan menurun menjadi 7,23 persen, turun dari level tertinggi 7,53 persen pada awal Juli.

    Meski tren penurunan ini sejalan dengan kemungkinan dimulainya siklus pemangkasan bunga acuan Federal Reserve (The Fed), tingkat bunga SRBI tetap jauh lebih tinggi dibandingkan instrumen lain. Obligasi negara tenor pendek, seperti seri SPN dengan tenor maksimal 12 bulan, pada lelang terakhir berada di kisaran 6,54 persen. SBN tenor 2 tahun di pasar sekunder saat ini berada di kisaran 6,59 persen, sementara imbal hasil SBN-10Y bergerak di sekitar 6,80 persen.

    Tingginya bunga SRBI yang berhasil menyerap sebagian besar likuiditas pasar, pada akhirnya mempengaruhi tingkat bunga pasar secara umum. Tingkat bunga IndONIA, yang menjadi referensi untuk transaksi pinjam-meminjam dana rupiah tanpa agunan di antara perbankan untuk jangka waktu semalam, menyentuh level tertinggi 6,33 persen pada Senin kemarin, tertinggi sejak 8 Mei lalu.

    Bunga SRBI berfungsi mirip dengan bunga kebijakan BI rate, memengaruhi pergerakan bunga pasar, meski BI rate tetap di 6,25 persen dalam tiga bulan terakhir.

    Kenaikan bunga pasar mengikuti SRBI telah mengikis margin keuntungan bank, karena mereka harus menanggung biaya dana yang lebih tinggi. Pada saat yang sama, bank harus berhati-hati dalam menaikkan bunga kredit untuk menjaga daya saing dan pertumbuhan bisnis kredit.

    Penurunan SBDK [Suku Bunga Dasar Kredit] merupakan indikasi upaya perbankan untuk tetap kompetitif di pasar kredit, meski biaya dana terus meningkat. Selisih antara suku bunga kebijakan (BI-Rate) dan SBDK yang makin menipis menunjukkan adanya perbaikan efisiensi pricing perbankan, menurut asesmen Bank Indonesia yang dirilis bulan lalu.

    Kenaikan biaya dana, sementara SBDK turun, mengikis margin keuntungan bank secara keseluruhan, terutama di kelompok bank BUMN dan bank asing, seperti yang disampaikan Bank Indonesia. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi