KABARBURSA.COM - Hingga akhir Juli 2024, Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) telah mencapai Rp1.454,4 triliun, yang setara dengan 55,1 persen dari target dan mencatat peningkatan sebesar 4,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa belanja negara telah mencapai Rp1.638,8 triliun, atau sekitar 49,3 persen dari target, dengan pertumbuhan sebesar 12,2 persen. "Jika kita lihat, pertumbuhan belanja kita cukup tinggi dan konsisten, dibandingkan bulan lalu yang tumbuh 14 persen," ujarnya pada Senin, 13 Agustus 2024.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Sri Mulyani, APBN 2024 mencatat defisit sebesar Rp93,4 triliun per akhir Juli, yang setara dengan 0,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). "Defisit ini masih rendah dibandingkan dengan target defisit tahun ini dalam APBN 2024, yaitu 2,2 persen," tambahnya.
Namun, Sri Mulyani juga menekankan bahwa keseimbangan primer tetap mencatat surplus sebesar Rp179,3 triliun.
Menteri Keuangan juga menyampaikan bahwa volatilitas harga komoditas global berdampak signifikan terhadap APBN. Misalnya, harga gas alam dan batu bara masing-masing turun sebesar 26,4 persen dan 32 persen.
"Harga komoditas minyak dan gas memiliki pengaruh baik di dalam maupun luar negeri, terutama terhadap kompensasi dan subsidi pemerintah. Harga CPO dan batu bara juga berdampak langsung pada perekonomian, sedangkan harga pangan dipengaruhi oleh harga gandum dan kedelai," jelas Menkeu.
Sri Mulyani mencatat bahwa harga minyak Brent meningkat 3,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dan 3,4 persen secara tahun berjalan (year-to-date/ytd), menunjukkan harga yang lebih tinggi dibanding tahun lalu maupun Januari.
"Namun, penerimaan pajak dari Migas kemungkinan masih turun karena pencatatan didasarkan pada harga tahun lalu yang lebih rendah, serta faktor lifting yang juga akan terlihat nanti," tambahnya.
Selanjutnya, harga gas alam mengalami penurunan signifikan, yaitu 26,4 persen (yoy) dan 19,2 persen (ytd). Harga batubara juga turun 32 persen (yoy) dan 0,3 persen (ytd). Meski menjadi salah satu komoditas penting di Indonesia, harganya jauh lebih rendah dibanding paruh pertama tahun lalu.
Harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) turun 2,5 persen (yoy), meskipun secara tahun berjalan meningkat 6,8 persen (ytd).
Harga gandum turun 14,8 persen (yoy) dan 13,6 persen (ytd). Menurut Sri Mulyani, Indonesia mengkonsumsi gandum dalam jumlah cukup besar, terutama untuk produksi mi dan roti.
Selain itu, harga kedelai mengalami penurunan sebesar 7,7 persen (yoy) dan 19,5 persen (ytd), sementara harga beras meningkat 0,8 persen (yoy), namun turun 14,3 persen (ytd).
"Penurunan harga kedelai dan beras ini cukup positif karena berpengaruh pada harga makanan sehari-hari rakyat Indonesia," katanya.
Surplus dalam keseimbangan primer ini menunjukkan bahwa utang lama tidak perlu dilunasi dengan penarikan utang baru, sehingga menghindari kondisi gali lubang-tutup lubang.
Ahli Perlu Awasi APBN
Sebelumnya, Sri Mulyani menegaskan bahwa peranan APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat penting bagi perekonomian.
Karena itu perlu banyak ahli ikut meneliti dan mengevaluasi detail bagaimana APBN dan APBD berfungsi serta memberi dampak perekonomiandan kesejahteraan rakyat.
“Kita perlu memahami instrumen (APBN) yang sudah diamanahkan oleh negara untuk dikelola,” kata Sri Mulyani, Senin, 12 Agustus 2024.
Menurut dia, seluruh jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus memahami APBN dan APBD untuk berada dalam frekuensi yang sama dalam memahami amanah pengelolaan keuangan negara.
Kemenkeu, kata Sri Mulyani, membentuk jaringan Local and Regional Experts dan membangun forum Regional Chief Economist (RCE) di setiap kantor wilayah Kemenkeu.
Menurut dia, semakin banyak masyarakat dan pemangku kepentingan memahami APBN dan APBD, maka akan semakin banyak yang ikut mengawal dan menjaga Keuangan Negara untuk mencapai tujuan Bangsa.
“Ini juga merupakan upaya Kemenkeu untuk mendorong kualitas debat publik dan kualitas check and balance dalam sistem demokrasi kita dan mendorong serta membangun kultur akuntabilitas publik yang sehat dan kuat,” jelasnya.
RCE Forum menjadi ajang bagi RCE dalam hal ini kantor wilayah Direktoran Jenderal (Ditjen) Perhendaraan, para Regional Experts dan Local Experts, serta para Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan di daerah untuk membangun sinergi dalam keselarasan komunikasi kebijakan fiskal pusat dan daerah.
Para Regional Experts dan Local Experts adalah akademisi dan praktisi dari perguruan tinggi dengan kompetensi, kepakaran, atau keahlian di bidang ekonomi dan fiskal yang telah dikukuhkan oleh Kementerian Keuangan sebagai mitra yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan perumusan analisis dan rekomendasi pada wilayah/regional untuk mendukung pelaksanaan RCE. (*)