Logo
>

Apindo Masih Pantau Dampak Perang Dagang Trump ke Indonesia

Ditulis oleh Cicilia Ocha
Apindo Masih Pantau Dampak Perang Dagang Trump ke Indonesia

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengatakan pemerintah akan mengupayakan agar Indonesia tidak terlalu terdampak oleh kebijakan tarif dagang yang tengah dipertimbangkan Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, di periode keduanya.

    Shinta menjelaskan selama pemerintahan Trump sebelumnya, Indonesia sudah melakukan negosiasi dagang dengan AS mengenai penerapan tarif impor yang diberlakukan kepada sejumlah negara.

    “Misalnya seperti limited trade deal, pada waktu itu kan tujuannya juga untuk special tarif juga ya. Untuk tertentu kita ngomong-ngomong JSB dan lain-lain," ujar Shinta saat ditemui usai acara Indonesian Business Council: Business Competitiveness Outlook 2025, di Jakarta, Senin 13 Januari 2025.

    Namun, Shinta mengatakan perhatian utama saat ini adalah kebijakan Trump yang berpotensi menyasar lebih banyak ke China. Ia masih mengkaji sejauh mana kebijakan tersebut akan berdampak pada Indonesia yang juga mencatat surplus perdagangan ke AS.

    “Karena Indonesia kita juga akan surplus, apakah kita juga akan terimbas juga nih? Ini menjadi perhatian kita," katanya.

    Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, tampak santai menanggapi ancaman kebijakan tarif tersebut. Menurutnya, kebijakan seperti ini sudah menjadi hal yang lumrah.

    Airlangga mengungkapkan AS kerap memberlakukan tarif untuk berbagai komoditas asal Indonesia seperti sepatu dan pakaian. Namun, ia mencatat ada negara seperti Vietnam yang tidak dikenakan tarif serupa. “Sedangkan Vietnam, misalnya, tidak dikenakan tarif,” ujarnya.

    Airlangga optimistis Indonesia sudah cukup kuat menghadapi kebijakan tarif dagang tersebut. “Kita sudah cukup imun terhadap tarif yang dikenakan Amerika ke Indonesia,” katanya.

    Sanksi Jika Ciptakan Mata Uang Baru

    [caption id="attachment_97414" align="alignnone" width="1600"] Presiden Rusia, Vladimir Putin, tengah memperhatikan uang kertas simbolik BRICS di sela-sela pertemuan puncak dengan anggota negara-negara BRICS Plus di Kazan, Rusia, 23-24 Oktober 2024. Foto: udn.com.[/caption]

    Donald Trump sebelumnya mengambil sikap tegas perihal rencana BRICS menciptakan mata uang baru. Lewat unggahannya di Truth Social, Trump menyatakan tidak akan tinggal diam jika aliansi ekonomi tersebut tetap melanjutkan ambisinya menciptakan mata uang alternatif pengganti dolar AS.

    Menurut Trump, kehadiran mata uang baru berpotensi menggoyahkan dominasi dolar dalam perdagangan global. Ia bahkan meminta BRICS menunjukkan komitmen mereka atas rencana ini. Jika tidak, Trump mengancam akan menerapkan tarif hingga 100 persen untuk seluruh produk dari negara anggota BRICS yang masuk ke pasar AS.

    Ia menyebut langkah tersebut sebagai perlindungan mutlak yang diperlukan untuk menjaga posisi dominan ekonomi AS di kancah internasional. Ancaman ini mengisyaratkan kekhawatiran Trump terhadap potensi pergeseran status dolar sebagai mata uang cadangan global.

    Selama puluhan tahun, dolar AS memegang peranan penting dalam perdagangan dan investasi internasional. Namun, upaya negara-negara BRICS untuk mengurangi ketergantungan pada dolar memicu perdebatan tajam di kalangan politik dan ekonomi dunia. Trump juga memperingatkan bahwa setiap upaya untuk menggantikan dolar AS dapat membawa konsekuensi berat, termasuk potensi kehilangan akses ke pasar Amerika Serikat yang menjadi salah satu pasar terbesar di dunia.

    Analis Senior Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta Utama, mengingatkan pemerintah agar tetap mengoptimalkan manfaat dari keanggotaan BRICS dengan tetap menjalankan prinsip politik luar negeri bebas aktif untuk mempertahankan hubungan baik dengan organisasi lain seperti organization for economic cooperation and development (OECD) yang dimotori negara-negara Barat.

    “Dengan begitu Indonesia bisa mendapatkan manfaat maksimal dari berbagai organisasi internasional yang diikutinya, baik dalam bentuk investasi asing maupun penguatan stabilitas ekonomi,” kata Nafan kepada KabarBursa.com.

    Kebijakan ini dipandang mampu menarik aliran modal asing atau foreign inflow yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi stabilitas nilai tukar rupiah serta mendukung keseimbangan ekonomi makro secara keseluruhan.

    Nafan optimistis keikutsertaan Indonesia dalam BRICS bisa membawa sentimen positif bagi pasar domestik, asalkan dijalankan secara hati-hati dan konsisten. Menurutnya, Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan momentum ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

    Direktur China-Indonesia Desk di Center for Economic and Law Studies (CELIOS), Muhammad Zulfikar Rakhmat, menilai ancaman Trump terhadap negara-negara BRICS yang berupaya mengurangi ketergantungan pada dolar AS bukanlah ancaman biasa. Menurutnya, kebijakan proteksionisme seperti tarif tinggi hingga 100 persen bisa menjadi pukulan berat bagi perekonomian Indonesia.

    Pasalnya, Indonesia memiliki hubungan dagang yang cukup erat dengan China dan anggota BRICS lainnya. Jika sanksi tersebut diterapkan, sulit bagi Indonesia untuk menghindari imbasnya, mengingat ekspor ke negara-negara tersebut menjadi bagian penting dari perekonomian nasional.

    “Jika AS memberlakukan tarif yang sangat tinggi terhadap negara anggota BRICS, Indonesia jelas akan terkena dampaknya,” kata Zulfikar kepada KabarBursa.com.

    Zulfikar menjelaskan, dampak kebijakan tersebut bisa dirasakan dalam jangka pendek hingga menengah, terutama karena penurunan volume ekspor Indonesia ke pasar global. Sebagai negara yang mengandalkan pasar AS untuk ekspor berbagai produk, Indonesia akan menghadapi tantangan besar jika tarif impor AS makin tinggi.

    “Jika tarif 100 persen diterapkan pada negara-negara BRICS, maka ekspor Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan pasar AS, bisa menurun tajam,” kata Zulfikar.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Cicilia Ocha

    Seorang jurnalis muda yang bergabung dengan Kabar Bursa pada Desember 2024. Menyukai isu Makro Keuangan, Ekonomi Global, dan Energi. 

    Pernah menjadi bagian dalam desk Nasional - Politik, Hukum Kriminal, dan Ekonomi. Saat ini aktif menulis untuk isu Makro ekonomi dan Ekonomi Hijau di Kabar Bursa.