Logo
>

Asing Lirik Pasar India dan Thailand, Bursa RI tak Menarik Lagi?

Ditulis oleh Yunila Wati
Asing Lirik Pasar India dan Thailand, Bursa RI tak Menarik Lagi?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Investor asing sedang melirik pasar India dan Thailand. Sementara, di pasar Bursa Indonesia, para investor justru sedang giat menjual seluruh asetnya. Bursa RI sudah tak menarik lagi?

    Pasar keuangan domestik Indonesia memang sedang menghadapi tekanan besar akibat arus jual yang terus membesar dari investor asing. Fenomena ini memberikan dampak signifikan, terutama di bursa saham dan pasar surat utang negara (SBN).

    Pada sesi perdagangan Selasa, 26 November 2024, terakhir sebelum libur Pilkada, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat tertekan mendekati level psikologis 7.000. Level psikologis ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap hengkangnya dana asing yang terus berlanjut.

    Sentimen negatif semakin menguat setelah pernyataan Donald Trump, Presiden terpilih Amerika Serikat, yang berencana memberlakukan tarif impor dari Tiongkok, Meksiko, dan Kanada.

    Pada perdagangan hari itu, tampak investor asing membukukan penjualan bersih saham senilai USD 37,3 juta atau sekitar Rp594,18 miliar. Angka ini menambah catatan penjualan bersih selama 15 hari berturut-turut.

    Di pasar surat utang, data terakhir menunjukkan bahwa investor asing melepas SBN senilai USD 72,2 juta atau Rp1,15 triliun per 25 November, setelah pada pekan sebelumnya mencatat penjualan sebesar Rp5,26 triliun.

    Ini adalah perubahan drastis mengingat dalam enam bulan sebelumnya, asing mencatatkan posisi positif di SBN.

    Fenomena ini tidak hanya terjadi di pasar saham dan surat utang. Instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) pun mengalami hal serupa. Penempatan asing di SRBI telah turun signifikan sebesar Rp4,39 triliun, menjadi Rp250,18 triliun per 18 November.

    Proporsi kepemilikan asing dalam SRBI yang menawarkan bunga tinggi, juga merosot menjadi 25,82 persen dari sebelumnya 27,23 persen. Penurunan ini menunjukkan berkurangnya daya tarik SRBI di mata investor global.

    Rp3,65 Triliun Digondol Asing Keluar Indonesia

    Berdasarkan data terbaru, investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net foreign sell) senilai Rp3,65 triliun di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama sepekan. Pada perdagangan Jumat, 22 November 2024, tekanan jual masih berlanjut dengan nilai net sell sebesar Rp353,68 miliar.

    Meskipun angka jual bersih asing pekan lalu tergolong besar, tren menunjukkan penurunan dibandingkan dua pekan sebelumnya. Saat itu, aksi jual bersih mencapai Rp4,64 triliun. Penurunan ini memberikan sedikit harapan bahwa tekanan dari investor asing mulai mereda.

    Namun, dinamika di pasar modal masih menunjukkan bahwa ketidakpastian global terus membayangi, terutama dengan arus dana yang meninggalkan pasar keuangan domestik.

    Aksi jual asing ini sebagian besar dipicu oleh kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Kemenangan tersebut menciptakan perubahan signifikan pada preferensi investor global, di mana banyak dari mereka memilih untuk menarik dananya dari pasar Indonesia dan mengalokasikannya kembali ke pasar domestik mereka.

    Selain itu, investor global kini semakin berani menempatkan dana mereka di aset-aset dengan risiko tinggi seperti mata uang kripto, yang menunjukkan daya tarik baru di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global.

    Fenomena ini menjadi tantangan besar bagi pasar modal Indonesia. Meski demikian, pasar domestik masih memiliki peluang untuk kembali menarik minat investor asing, terutama jika stabilitas ekonomi dan prospek pertumbuhan dapat terus dijaga.

    Penguatan sentimen domestik melalui kebijakan fiskal dan moneter yang tepat akan menjadi kunci untuk mengembalikan daya tarik pasar saham dan instrumen keuangan lainnya bagi investor global.

    Dengan tren tekanan yang perlahan menurun, ada potensi untuk perbaikan jika faktor eksternal seperti kebijakan ekonomi AS dan sentimen global mulai stabil. Hingga saat itu, dinamika pasar keuangan Indonesia akan terus menjadi perhatian utama bagi investor lokal dan asing yang memantau peluang di tengah tantangan yang ada.

    Beralih ke India dan Thailand

    Investor asing terlihat mengalihkan dana mereka ke pasar Asia lainnya, seperti India dan Thailand.

    Di India, mereka memborong obligasi sebesar USD210,2 juta dan saham senilai USD1,14 miliar. Sementara, di Thailand, pembelian obligasi mencapai USD21,9 juta dengan saham yang dibeli bernilai USD330 ribu.

    Fenomena serupa terjadi di Korea Selatan, di mana pembelian surat utang mencapai USD24,9 juta.

    Perubahan arah dana ini mencerminkan preferensi investor global terhadap pasar dengan valuasi yang lebih menarik atau potensi stabilitas yang lebih besar.

    Selama November, capital outflows dari bursa saham Indonesia mencapai USD891,1 juta atau sekitar Rp14,19 triliun. Jika dihitung sejak awal kuartal IV-2024, nilai penjualan asing bahkan mencapai USD 1,60 miliar hingga 26 November.

    Meski demikian, sepanjang tahun ini, posisi asing di pasar saham Indonesia masih mencatat net buy senilai USD1,63 miliar year-to-date. Namun, tren keluar dana yang terjadi belakangan ini memberikan tantangan serius bagi stabilitas pasar.

    Analis Citi menyoroti bahwa kemenangan Trump dalam Pilpres AS telah mengubah lanskap pasar global secara dramatis. Kebijakan proteksionisnya diperkirakan memperlambat penurunan tingkat bunga global dan menguatkan dolar AS, yang berdampak negatif pada aset-aset di Indonesia.

    Saham sektor perbankan dan konsumsi menjadi perhatian, dengan BBRI dan BBNI dinilai memiliki potensi pertumbuhan jika Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneternya melalui penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) atau suku bunga acuan.

    Sementara itu, saham-saham konsumsi seperti AMRT dan ICBP juga menarik perhatian investor asing, terutama jika prospek pemulihan ekonomi tahun depan menjadi lebih jelas.

    Meski tekanan saat ini cukup besar, ada peluang bahwa investor asing akan kembali ke pasar Indonesia jika terdapat kejelasan lebih lanjut tentang kebijakan Trump pada awal 2025.

    Dengan dinamika yang terus berkembang, pasar Indonesia tetap menjadi destinasi menarik, terutama bagi investor yang memiliki pandangan jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    Langkah Penting RI Curi Perhatian Asing

    Untuk dapat mengembalikan perhatian asing, Indonesia harus mengambil sejumlah langkah strategis. Beberapa di antaranya sudah dilakukan oleh Bank Indonesia, yaitu menstabilkan nilai tukar rupiah dan menekan inflasi melalui pengelolaan suku bunga acuan.

    BI juga meluncurkan Securities Repo Agreement (SRBI) untuk menarik dana asing dengan memberikan bunga kompetitif.

    Sementara, pemerintah telah memperkenalkan obligasi hijau (green bonds) dan Sukuk Global yang ramah lingkungan untuk menarik investor berbasis keberlanjutan. Selain itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tetap kompetitif di kawasan Asia.

    Namun, daya saing masih menghadapi tekanan dari kenaikan suku bunga global, terutama dari aset berbasis dolar AS.

    Tidak hanya itu, pemerintah telah memberlakukan Omnibus Law Cipta Kerja untuk menyederhanakan regulasi dan menarik investasi. Undang-undang ini mencakup reformasi pada sektor perizinan, perpajakan, dan ketenagakerjaan.

    Meski menjadi langkah besar, implementasi di lapangan masih menghadapi kendala, seperti birokrasi yang lambat dan penolakan di beberapa daerah.

    Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga aktif mempromosikan Indonesia melalui berbagai forum internasional, seperti World Economic Forum (WEF) dan pertemuan investor global.

    Pemerintah juga mengadakan roadshow investasi dan meluncurkan platform digital untuk memudahkan calon investor mendapatkan informasi.

    Namun, persaingan ketat dengan negara-negara lain seperti Vietnam dan India sering kali membuat daya tarik Indonesia memudar di mata investor global.

    Berbagai insentif pun sudah diberikan, salah satunya pengurangan pajak untuk investasi strategis. Fasilitas tax holiday, dan super deduction tax untuk kegiatan R&D juga diberrikan. Bahkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga menawarkan insentif tambahan untuk menarik investor ke sektor tertentu.

    Meski demikian, efektivitas insentif ini belum maksimal karena investor masih mengeluhkan kompleksitas regulasi dan ketidakpastian hukum.

    Untuk menjaga likuiditas pasar modal, pemerintah bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI meningkatkan partisipasi investor lokal melalui edukasi dan kampanye investasi.

    Jumlah investor retail domestik meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir, membantu menjaga likuiditas pasar.

    Namun, ketergantungan pada investor asing masih signifikan, sehingga pasar domestik rentan terhadap sentimen global.

    Terakhir, Indonesia telah memperluas kerja sama bilateral dan multilateral, termasuk perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan negosiasi perdagangan dengan Uni Eropa melalui CEPA.

    Kerja sama ini diharapkan membuka peluang investasi di sektor-sektor prioritas. Namun, implementasi kerja sama ini masih membutuhkan waktu untuk menunjukkan dampak nyata.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79