KABARBURSA.COM - Di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, Bahlil Lahadalia diangkat menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Setelah Prabowo Subianto menjabat sebagai Presiden, Bahlil tetap mempertahankan posisi tersebut.
Namun, menurut Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, kebijakan Bahlil cenderung lebih mendukung visi Presiden Jokowi daripada komitmen yang telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo.
"Salah satu kebijakan yang terlihat adalah lebih mengutamakan energi fosil dibandingkan energi baru terbarukan (EBT), serta lebih berpihak pada kalangan atas daripada masyarakat kecil," ungkap Fahmy di Jakarta, Sabtu, 7 Desember 2024.
Dalam pidato pelantikannya, Presiden Prabowo menyatakan komitmennya untuk mencapai swasembada energi melalui pengembangan EBT dengan memanfaatkan potensi energi yang melimpah di Indonesia dalam waktu 4-5 tahun.
Namun, Fahmy menilai kebijakan Bahlil justru berlawanan dengan visi tersebut. Bahlil lebih fokus pada peningkatan produksi minyak dan gas di sektor hulu. Padahal, banyak investor besar telah meninggalkan sektor ini karena dianggap tidak lagi menguntungkan.
Selain itu, Presiden Prabowo berulang kali menyampaikan rencana penghentian operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara dalam waktu 10 tahun. Sebaliknya, kebijakan Bahlil justru mendorong peningkatan produksi batu bara, sejalan dengan langkah Jokowi yang memberikan konsesi tambang batu bara kepada sejumlah organisasi keagamaan.
Tak hanya soal energi, kebijakan lain yang dinilai kontroversial adalah wacana pelarangan ojek online (ojol) menggunakan BBM bersubsidi. Alasannya, pengendara ojol dianggap memiliki kendaraan untuk usaha. Namun, Fahmy mengkritik kebijakan ini sebagai langkah yang tidak berpihak pada masyarakat kecil yang tergolong rentan secara ekonomi.
"Ironis sekali, kebijakan ini sangat bertentangan dengan komitmen Prabowo yang selalu mendukung wong cilik," tegas Fahmy.
Fahmy pun mengingatkan pentingnya evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan Bahlil. Jika terus bertentangan dengan visi Prabowo, ia menyarankan agar Presiden tidak ragu untuk mengganti Menteri ESDM tersebut.
"Jika kebijakannya terbukti bertentangan, Prabowo harus berani mencopot Bahlil dan menggantikannya dengan sosok yang lebih sejalan," tutup Fahmy.
Kejar Target Dekarbonisasi 2060
Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik rencana pembangunan 75 GW pembangkit energi terbarukan oleh PT Perusahaan Listrik Nagara (PLN) sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk mencapai target dekarbonisasi 2060.
Hal ini menyusul niat pemerintah Indonesia yang berencana membangun 100 Gigawatt (GW) melalui pembangkit listrik dengan 75 persen kapasitas dari energi terbarukan hingga 2040. Proyek ini membutuhkan investasi mencapai USD235 miliar atau Rp3.710 triliun (kurs Rp15.790,62 per USD).
Rencana itu disampaikan Ketua Delegasi RI untuk Konferensi Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) ke-29, Hashim S Djojohadikusumo di Baku, Azerbaijan, Selasa, 12 November 2024. Kendati begitu, IESR mengingatkan rencana tersebut belum sepenuhnya selaras dengan target Persetujuan Paris atau Paris Aggriment dalam menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius yang menuntut transisi energi terbarukan yang lebih agresif.
Indonesia sebelumnya menyepakati keputusan dalam forum COP-28 untuk mencapai target pembatasan laju kenaikan temperatur dengan meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga tiga kali lipat (triple up) dan menggandakan upaya efisiensi energi (double down) pada 2030. IESR menilai persetujuan ini harusnya dituangkan dalam target Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan Indonesia perlu menunjukkan komitmen yang lebih serius dan aksi yang nyata untuk mencapai target Persetujuan Paris. Untuk itu, menurutnya, setiap rencana pembangunan energi terbarukan harus disertai dengan strategi mengurangi bertahap (phase-down) dan penghapusan bertahap (phase-out) PLTU batu bara paling lambat 2045 untuk selaras dengan target pembatasan kenaikan temperatur 1,5 Celsius.
Fabby menilai kombinasi langkah ini akan krusial dalam mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan dan dekarbonisasi sektor kelistrikan di 2050. Selama ini, kata Fabby, implementasi dari rencana pembangunan energi terbarukan di Indonesia masih jauh panggang dari api. Walaupun rencana besar sering kali diumumkan, IESR mencatat implementasinya masih jauh dari target yang dicanangkan. “İni terlihat dari kegagalan Indonesia mencapai target 23 persen bauran energi terbarukan di 2025,” kata Fabby dalam keterangan tertulis, Kamis, 14 November 2024.
Fabby mendesak agar pemerintah tidak hanya menyampaikan target fantastis di forum international, tetapi juga memastikan implementasi serta upaya konkret dalam menyingkirkan berbagai hambatan dan tantangan. Dengan begitu, dia menilai target yang ditetapkan dapat benar-benat tercapai dan bukan sekadar wacana.
Biaya Paling Murah
Di sisi lain, IESR juga mendorong pemerintah Indonesia untuk fokus mengembangkan energi terbarukan dengan pilihan biaya yang paling murah. Di samping itu, pemerintah juga harus mengandalkan keandalan pasokan yang optimal dan teknologi yang andal.
Manajer Program Sistem Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo, mengatakan rencana pemerintah Indonesia untuk mengembangkan energi nuklir harus memperhatikan kesiapan institusi, keandalan teknologi dan biaya investasi, serta biaya sosial serta risiko lainnya. Berdasarkan perhitungan IESR, dengan elektrifikasi yang masif dan akselerasi energi terbarukan yang lebih cepat dibangun, murah, dan rendah resiko keterlambatan, Indonesia bisa membangun 120 GW energi terbarukan hingga 2030 mengandalkan surya dan angin.
“Kapasitas tersebut dapat membawa bauran energi terbarukan mencapai lebih dari sepertiga bauran ketenagalistrikan Indonesia, mencapai puncak emisi sebelum 2030, dan memudahkan mencapai nol emisi sektor ketenagalistrikan dengan 100 persen energi terbarukan pada 2045, ” jelas Deon.(*)