KABARBURSA.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan besaran subsidi listrik dalam Rencana Pendapatan dan Pembiayaan Makro (PPM) 2026 berada di kisaran Rp97,37 triliun hingga Rp104,97 triliun.
"Subsidi listrik ini kami susun dengan mempertimbangkan sejumlah asumsi makro seperti harga minyak mentah Indonesia (ICP) di level USD 60–80 per barel, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp16.500–Rp16.900, dan inflasi di kisaran 1,5–3,5 persen," ujar Bahlil di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu 3 Juli 2025.
Pemerintah juga menargetkan volume penjualan listrik pada 2026 sebesar 81,56 terawatt hour (TWh), dengan jumlah pelanggan subsidi yang diproyeksikan mencapai 44,88 juta pelanggan. Angka ini meningkat dibandingkan proyeksi APBN 2025 sebesar 42,8 juta pelanggan, serta outlook 2025 sebesar 43,4 juta pelanggan.
“Peningkatan ini merupakan dampak dari integrasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) antara Kementerian ESDM, Kementerian Sosial, dan PT PLN. Selain itu, adanya program bantuan pasang baru listrik juga mendorong bertambahnya jumlah pelanggan bersubsidi,” jelas Bahlil.
Bahlil menegaskan subsidi listrik 2026 akan difokuskan pada kelompok yang berhak, khususnya rumah tangga miskin dan rentan. Pemerintah berkomitmen memastikan subsidi tepat sasaran sekaligus mendukung transisi energi yang lebih efisien.
"Usulan kebijakan subsidi listrik tahun 2026 yaitu tepat sasaran, hanya diberikan kepada golongan rumah tangga miskin dan rentan. Ini bagian dari strategi kita dalam mendukung transisi energi nasional," tegasnya.
Dari Rumah Tangga hingga Industri Kecil
Dalam penjabaran lebih lanjut, Bahlil memaparkan sebaran usulan subsidi listrik per segmen pelanggan. Golongan pelanggan 450 VA diperkirakan menerima alokasi subsidi sebesar Rp43,1 triliun hingga Rp47,1 triliun, sedangkan pelanggan 900 VA mendapatkan alokasi sekitar Rp21 triliun atau setara 21 persen dari total subsidi.
Segmen bisnis kecil seperti percetakan dan gudang swasta menerima 19,7–19,9 persen dari total alokasi, dan industri kecil seperti pabrik garam dan kopi menerima 7,6–7,8 persen.
Lanjutnya Pemerintah juga mengalokasikan subsidi untuk fasilitas publik seperti kantor kepala desa, yang diproyeksikan menerima sekitar 0,4–0,5 persen dari total anggaran subsidi.
“Kepala desa juga kita kasih subsidi. Jadi yang kasih subsidi desa-desa itu negara, bukan koperasi,” kata Bahlil
Adapun alokasi subsidi lainnya sebesar 0,7–0,8 persen diperuntukkan bagi segmen pengguna lain yang belum disebutkan secara rinci.
Volume penjualan listrik pada 2026 diprediksi lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Dalam APBN 2025, volume penjualan ditargetkan sebesar 73,13 TWh, sementara outlook realisasi 2025 diperkirakan mencapai 76,63 TWh.
"Artinya, ada peningkatan konsumsi listrik secara nasional, yang juga menunjukkan pemulihan ekonomi berjalan dan permintaan energi terus tumbuh," ujar Bahlil.
Di akhir paparannya, Menteri ESDM menegaskan pentingnya kesinambungan kebijakan subsidi yang berkeadilan namun efisien.
“Negara hadir untuk masyarakat kecil, tapi kita juga harus mendorong efisiensi agar beban fiskal tetap terjaga,” katanya.(*)