KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan, Rerata Nilai Transaksi Harian (RNTH) hingga 18 Oktober 2024 mencapai Rp12,94 triliun. Sayangnya, capaian Initial Public Offering atau IPO yang ditargetkan sebanyak 62 pencatatan, hanya terjadi 36 kali saja.
Naiknya RNTH ini melebihi target Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) yang direvisi sebesar Rp12,25 triliun. Lonjakan ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk penurunan inflasi dan suku bunga global.
Direktur Utama BEI Iman Rachman, menjelaskan bahwa penurunan suku bunga oleh Federal Reserve sebesar 50 basis poin diharapkan akan diikuti oleh penurunan lebih lanjut pada tahun depan. Selain itu, kebijakan ekonomi baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang menetapkan target pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP) sebesar 8 persen, berkontribusi terhadap optimisme pasar.
Target ini jauh lebih ambisius dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan GDP Indonesia yang hanya mencapai 5 persen dalam lima tahun terakhir.
Pencatatan efek baru di BEI juga mengalami peningkatan signifikan. Hingga 18 Oktober 2024, telah tercatat 467 efek baru, melampaui target awal sebanyak 340 efek atau sekitar 137 persen. Dari jumlah tersebut, 36 di antaranya merupakan pencatatan saham baru melalui mekanisme Initial Public Offering (IPO).
Meskipun demikian, BEI menargetkan 62 IPO saham sepanjang tahun ini dan saat ini masih memiliki 25 perusahaan dalam pipeline yang siap melantai di bursa. Total perusahaan yang tercatat di pasar modal kini mencapai 938 emiten.
Iman menegaskan bahwa pencapaian ini tidak dipengaruhi oleh isu dugaan kasus gratifikasi yang tengah ramai diperbincangkan. Ia memastikan bahwa BEI tetap berpegang pada pedoman yang sudah ada untuk menilai kelayakan perusahaan dalam mencatatkan sahamnya di bursa.
Terlepas dari itu, BEI telah menolak sekitar 30 persen pengajuan IPO dari calon emiten, sebagian besar disebabkan oleh ketidaklengkapan dokumen dan keraguan terhadap keberlanjutan bisnis yang diajukan.
Perdagangan produk obligasi juga menunjukkan hasil positif, dengan rata-rata transaksi harian untuk obligasi mencapai Rp993 miliar, meningkat 44,7 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2023 yang hanya Rp686 miliar. Namun, produk non-saham seperti Right, Warrant, dan Derivatif mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp3,75 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan total nilai transaksi akhir tahun 2023 yang mencapai Rp8,90 triliun.
Di sisi lain, unit karbon sebagai aset baru menunjukkan potensi dengan total transaksi mencapai Rp6,15 miliar.
BEI menargetkan penambahan jumlah investor baru yang ambisius, yaitu mencapai 2 juta investor baru pada tahun ini. Hingga 18 Oktober 2024, sudah tercatat 2.026.771 investor baru. Pertumbuhan ini didorong oleh pemanfaatan kanal distribusi informasi BEI yang semakin luas.
Untuk meningkatkan literasi keuangan, BEI juga memiliki 29 kantor perwakilan, 927 galeri investasi, dan 5.257 duta pasar modal. Aplikasi IDX Mobile semakin populer dengan 191.148 pengguna aktif saat ini.
Dengan kinerja yang mengesankan dan langkah-langkah strategis yang diambil oleh BEI dan pemerintah, pasar modal Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi di masa mendatang.
Berharap pada Stabilitas Politik
Iman juga optimis bahwa stabilitas politik yang mulai terbentuk akan meningkatkan minat perusahaan untuk melakukan Initial Public Offering (IPO) di pasar modal Indonesia pada tahun 2025.
Dalam upaya meningkatkan minat IPO, BEI telah bekerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), meluncurkan program Create IPO bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), serta mengadakan program IPO untuk Small and Medium Enterprises (SME) dengan Kementerian Koperasi dan UKM.
“Stabilitas politik ini adalah salah satu faktor yang membuat perusahaan cenderung bersikap ‘wait and see’ sebelum melaksanakan IPO di 2024. Kami berharap ini akan berdampak positif pada peningkatan jumlah IPO di 2025,” ujar Iman dalam Konferensi Pers Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BEI di Jakarta, Rabu 23 Oktober 2024.
Iman menambahkan bahwa proses IPO harus melewati tahapan seleksi yang ditetapkan oleh BEI, salah satunya adalah aspek keberlanjutan (sustainability) perusahaan. Pada tahun ini, BEI mencatat bahwa 70 persen perusahaan yang mendaftar berhasil melewati proses IPO, sementara 30 persen lainnya belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
“Sebanyak 30 persen perusahaan ini kami harapkan bisa memperbaiki dokumen atau kondisi perusahaan mereka, karena bagi BEI, keberlanjutan perusahaan sangat penting,” kata Iman.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menambahkan bahwa hingga saat ini, total pencatatan efek mencapai 467, atau 137 persen dari target 340 efek sepanjang 2024. Pencatatan tersebut meliputi saham, obligasi, Exchange Traded Fund (ETF), Dana Investasi Real Estate (DIRE), Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA), Efek Beragun Aset (EBA), dan Waran Terstruktur.
“Artinya, pencapaian kita hingga hari ini sudah mencapai 137 persen,” jelas Nyoman. Untuk tahun 2025, BEI menargetkan total pencatatan efek mencapai 407 dari seluruh instrumen tersebut.(*)