KABARBURSA.COM - Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo, mengatakan komoditas beras menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam inflasi nasional. Berdasarkan data Agustus 2024, inflasi Indonesia tercatat sebesar 2,12 persen year on year, dengan komoditas beras menyumbang 0,43 persen terhadap kenaikan harga.
Arief menegaskan pemerintah telah melakukan intervensi melalui bantuan pangan beras untuk menekan laju inflasi. "Intervensi pemerintah berupa bantuan pangan beras efektif menahan lajunya inflasi beras," kata Arief dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu, 4 September 2024.
Penyaluran bantuan beras ini dilakukan dalam beberapa tahap, yakni dari April hingga Juni, September hingga Desember 2023, dan Januari hingga Juni 2024. Rencananya, distribusi akan dilanjutkan pada Oktober dan Desember mendatang. Arief menyebut kebijakan ini telah diputuskan melalui rapat internal bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan kementerian terkait.
Inflasi Beras Terus Menerus
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,18 persen pada Juli 2024, dengan inflasi tahunan mencapai 2,13 persen. Deflasi tersebut tercatat selama tiga bulan berturut-turut sejak Mei 2024. Angka deflasi ini lebih dalam dibandingkan dengan deflasi pada Mei dan Juni yang masing-masing sebesar 0,03 persen dan 0,08 persen.
Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan penurunan harga komoditas terjadi akibat pasokan yang melimpah di tengah permintaan yang tetap. Namun, situasi beras justru sebaliknya, mengalami inflasi sejak Juni 2024 setelah mengalami deflasi dalam dua bulan sebelumnya.
"Beras kembali mengalami inflasi karena kenaikan harga. Ini disebabkan oleh menurunnya produksi beras setelah masa puncak panen pada April dan Mei 2024," kata Amalia dalam konferensi pers hibrida, 1 Agustus 2024.
BPS mencatat inflasi beras pada Juni dan Juli 2024 masing-masing sebesar 0,15 persen dan 0,04 persen.
Harga beras melonjak selama Februari 2024, memicu inflasi yang lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan ini juga berdampak pada harga nasi dengan lauk yang turut meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi bulanan pada Februari 2024 mencapai 0,37 persen, dengan inflasi tahunan sebesar 2,75 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi Januari 2024 yang tercatat sebesar 0,04 persen bulanan dan 2,56 persen tahunan. Kenaikan harga beras, cabai merah, telur, dan daging ayam ras menjadi faktor utama pendorong inflasi.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M Habibullah, menjelaskan inflasi bulanan beras pada Februari 2024 mencapai 5,32 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan Januari 2024 yang hanya sebesar 0,64 persen. "Andil beras terhadap inflasi Februari 2024 juga lebih besar, yakni 0,21 persen, dibandingkan Januari yang hanya 0,03 persen," ujar Habibullah dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 1 Maret 2024.
Harga beras di seluruh rantai distribusi, menurut Habibullah, mengalami kenaikan. Di tingkat eceran, harga beras nasional rata-rata naik 5,28 persen dari Rp 14.397 per kilogram (kg) pada Januari menjadi Rp 15.157 per kg pada Februari 2024.
Beras telah menyumbang inflasi selama 14 bulan berturut-turut sejak Agustus 2023. BPS mencatat inflasi bulanan beras pada Agustus, September, dan Oktober 2023 masing-masing sebesar 1,43 persen, 5,61 persen, dan 1,72 persen, sementara pada November dan Desember inflasi tercatat sebesar 0,43 persen dan 0,48 persen.
Kenaikan harga beras ini juga berdampak pada inflasi inti yang mencerminkan daya beli masyarakat. Pada Februari 2024, inflasi inti mencapai 0,14 persen dan menyumbang 0,09 persen terhadap inflasi nasional. "Komoditas yang menyumbang inflasi inti antara lain minyak goreng, nasi dengan lauk, emas, perhiasan, serta mobil. Nasi dengan lauk naik 0,3 persen dan berkontribusi sebesar 0,01 persen terhadap inflasi inti," jelas Habibullah.
Habibullah mengimbuhkan, tingginya harga beras turut mempengaruhi daya beli masyarakat, mengingat pendapatan yang stagnan membuat konsumen semakin kesulitan membeli beras.
Stok Beras Bulog 1,2 Juta Ton
Pemerintah menargetkan Perum Bulog memiliki stok beras minimal 1,2 juta ton pada akhir 2024. Stok tersebut akan menjadi cadangan awal tahun depan hingga panen padi dari musim tanam pertama tiba. Per akhir Juli 2024, Bulog mencatat stok beras mencapai 1,6 juta ton. Namun, Bulog masih harus menyalurkan bantuan beras kepada 22 juta keluarga berpenghasilan rendah pada Agustus, Oktober, dan Desember 2024, dengan total 662.000 ton.
Selain itu, Bulog juga melaksanakan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang diperkirakan membutuhkan 500.000 ton beras hingga akhir tahun ini, menurut Badan Pangan Nasional (Bapanas). Dengan dua tugas tersebut, stok beras Bulog akan berkurang menjadi 438.000 ton pada akhir tahun.
Pemerintah telah menetapkan kuota impor beras tahun ini sebesar 3,6 juta ton. Hingga 27 Juli 2024, Bulog telah merealisasikan impor sebanyak 2,56 juta ton, sehingga masih ada sisa kuota impor sekitar 1,1 juta ton. Meski demikian, Bapanas tetap memprioritaskan penyerapan gabah atau beras dari dalam negeri. Bulog telah diminta untuk menambah stok sebanyak 600.000 ton dari produksi lokal.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menekankan pentingnya memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP) hingga akhir tahun 2024 dan awal 2025. "Bulog minimal harus memiliki 1,2 juta ton CBP pada akhir tahun ini," ujarnya pada Rabu, 31 Juli 2024.
Arief menambahkan, diperlukan skema pengadaan yang baik dan penyiapan stok yang cukup hingga panen padi berikutnya. "Saat panen melimpah, simpan. Ketika paceklik, guyur. Ilmunya sederhana, tapi butuh dukungan besar," kata Arief.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.