KABARBURSA.COM – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berupaya menarik lebih banyak investor dan mempercepat eksplorasi minyak dan gas nasional.
Agar eksplorasi migas nasional lebih menarik di mata investor, Kementerian ESDM memangkas izin eksplorasi migas, dari 320 menjadi 140 izin.
“Kita akan memangkas berbagai regulasi yang menghambat proses akselerasi daripada eksplorasi dari 320 izin sekarang tinggal 140 izin dan kita akan pangkas lagi. Kita perpendek dengan waktu yang tepat supaya investor bisa masuk,” kata Bahlil dalam keterangannya, dikutip Selasa, 15 Oktober 2024.
Selain menarik lebih banyak investor, pemangkasan izin ini diklaim efektif dalam meningkatkan produksi minyak nasional dan mengurangi ketergantungan impor. Bahlil mengungkapkan bahwa konsumsi minyak mencapai 1,6 juta barel per hari.
Sementara produksi minyak di Indonesia berada di kisaran 600 ribu barel per hari. Menurutnya, hal inilah yang membuat pemerintah terus mengimpor 900 ribu hingga 1 juta barel per hari. Kondisi ini, kata dia, berbeda dengan dulu, terutama ketika Indonesia masih menjadi negara pengekspor minyak.
“Kalau kita tidak mampu mengatasi lifting, maka jangan pernah bermimpi kita akan mencapai kedaulatan energi,” tegasnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta ada pengoptimalan sumur-sumur minyak yang ada, termasuk 16.990 sumur idle, di mana 5.000 sumur dapat aktif kembali untuk menambal kekurangan pasokan minyak di Tanah Air.
Bahlil mengklaim pengoptimalan sumur-sumur yang ada dan idle sebagai satu-satunya solusi untuk meningkatkan lifting. Karena, menurutnya, tanpa langkah konkret untuk membuka sumur baik yang telah eksis dan idle, produksi minyak bakal turun dari 7-15 persen per tahun.
Sekadar informasi, saat ini total sumur migas yang ada sekitar 44.900 sumur. Dari jumlah yang ada tersebut yang aktif hanya 16.990 sumur idle.
“Setelah di breakdown lagi kurang lebih ada 5.000 yang dapat di-reaktivasi untuk mendorong penambahan produksi minyak Indonesia,” terang Bahlil.
Oleh karena itu, pihaknya menargetkan wilayah Indonesia Timur menjadi target pemerintah dalam hal menambah cadangan migas baru.
Impor Migas Membebani Negara
Sebelumnya, Bahlil mengungkapkan bahwa impor minyak dan gas (migas) menggerus devisa negara sekitar Rp500 triliun setiap tahunnya. Selain membebani negara, impor migas berdampak pada penurunan nilai tukar dolar terhadap rupiah.
“Karena hukum permintaan dan penawaran terjadi terhadap dolar AS. Salah satu penyebab utama kebutuhan dolar terbesar adalah untuk membeli energi,” kata Bahlil.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berupaya meningkatkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang lebih ramah lingkungan seperti penggunaan biodiesel dari B40, B50 dan B60.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang diproduksi dari sumber-sumber organik, termasuk minyak kelapa sawit, kedelai, dan jarak pagar.
Selain itu, pemerintah juga mengimplementasikan transisi energi dengan mengganti penggunaan BBM dengan listrik untuk kendaraan bermotor.
Berdasarkan data terbaru, sekitar 49 persen konsumsi BBM di Indonesia digunakan oleh sektor transportasi, sedangkan 30 persen lainnya berasal dari sektor industri.
“Jika kita berhasil melaksanakan ini, kita dapat mengalihkan sebagian kebutuhan energi menuju energi baru dan terbarukan dengan mengoptimalkan penggunaan mobil dan motor listrik,” tutur Bahlil.
Dengan adanya berbagai kebijakan tersebut, diharapkan Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor migas dan meningkatkan kemandirian energi nasional. Langkah-langkah ini bukan hanya bertujuan untuk mengurangi pengeluaran devisa, tetapi juga untuk mendukung upaya pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim melalui penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Pemerintah menyadari bahwa transisi menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan tidak hanya penting untuk mengatasi masalah ekonomi, tetapi juga untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Upaya untuk mengembangkan biodiesel dan kendaraan listrik diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan industri energi terbarukan di Indonesia.
Bahlil juga menekankan pentingnya dukungan semua pihak, termasuk sektor swasta dan masyarakat, dalam menjalankan program-program energi terbarukan ini.
“Kami perlu kerjasama yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mewujudkan visi ini. Energi terbarukan bukan hanya tentang lingkungan, tetapi juga tentang ekonomi yang berkelanjutan,” ujarnya.
Dengan langkah-langkah strategis yang diambil, diharapkan Indonesia tidak hanya mampu mengurangi ketergantungan pada impor migas, tetapi juga menjadi salah satu negara yang memimpin dalam penggunaan energi terbarukan di kawasan Asia Tenggara. Pemerintah akan terus memantau dan mengevaluasi progres kebijakan ini agar dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan demi tercapainya tujuan jangka panjang.(*)