KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) kembali mengukir prestasi gemilang dengan meraih penghargaan sebagai Best Central Bank of The Year pada ajang Global Islamic Finance Award (GIFA) ke-14 yang diselenggarakan di Maladewa pada Selasa, 17 September 2024.
Ini merupakan kali ketiga BI menerima penghargaan bergengsi tersebut, setelah sebelumnya berhasil meraihnya pada tahun 2018 dan 2022.
GIFA adalah penghargaan global yang diberikan oleh Edbiz Corporation, sebuah lembaga riset internasional yang mengapresiasi individu, perusahaan, dan badan pemerintahan atas kontribusi signifikan mereka dalam kemajuan ekonomi dan keuangan syariah.
Penghargaan ini diberikan berdasarkan tiga kriteria utama: inovasi dalam pengembangan keuangan syariah, penerapan program atau kebijakan berskala internasional, serta pengembangan produk dan layanan berkualitas yang diakui secara luas.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa penghargaan ini merupakan bukti nyata dari komitmen BI dalam mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa sinergi dengan para pemangku kepentingan sangat penting dalam mengembangkan berbagai inisiatif strategis di sektor keuangan syariah, baik di tingkat domestik maupun global. Hal ini bertujuan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Perry juga menambahkan bahwa pengembangan ekosistem halal value chain dan penerapan gaya hidup halal menjadi fokus utama BI di dalam negeri.
"Di kancah internasional, BI aktif berperan sebagai pemimpin dalam kerja sama syariah, termasuk sebagai Ketua Komite Eksekutif The Islamic Financial Services Board (IFSB) dan Ketua The International Islamic Liquidity Management (IILM) Governing Board," papar Perry, dalam keterangan resmi, dikutip Jumat, 20 September 2024.
Ketua GIFA, Professor Humayon Dar, Ph.D, menekankan bahwa BI telah memberikan kontribusi yang signifikan sebagai katalis dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah internasional.
"Hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari BI untuk memperkuat infrastruktur dan inovasi dalam sektor keuangan syariah," ujarnya.
Ke depan, BI bertekad untuk terus melanjutkan koordinasi dan sinergi dengan para pemangku kepentingan, termasuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) serta lembaga terkait lainnya, baik di tingkat domestik maupun internasional.
Penghargaan ini diharapkan dapat memperkuat optimisme untuk mencapai cita-cita Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Dengan pencapaian ini, BI menunjukkan bahwa komitmen terhadap inovasi dan kolaborasi dapat menghasilkan dampak positif yang luas, tidak hanya bagi perekonomian Indonesia, tetapi juga dalam skala global.
Utang Luar Negeri
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2024 menunjukkan perkembangan yang tetap terkendali, di tengah dinamika ekonomi global.
Berdasarkan laporan terbaru dari BI, posisi ULN Indonesia mencapai USD414,3 miliar, meningkat sebesar 4,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Pertumbuhan ULN ini terutama disumbang oleh sektor publik, baik pemerintah maupun bank sentral, dengan pengaruh tambahan dari pelemahan dolar AS terhadap mata uang global, termasuk rupiah.
Asisten Gubernur BI Erwin Haryono menyampaikan, pada Juli 2024, ULN pemerintah tercatat sebesar USD194,3 miliar, mencatatkan pertumbuhan 0,6 persen secara tahunan setelah mengalami kontraksi sebesar 0,8 persen pada bulan sebelumnya.
“Faktor utama yang mempengaruhi peningkatan ini adalah penarikan pinjaman luar negeri dan peningkatan aliran modal asing ke Surat Berharga Negara (SBN), yang mencerminkan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia,” kata Erwin dalam keterangan resminya, Kamis, 19 September 2024.
Sebagai instrumen penting dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ULN pemerintah diarahkan untuk mendukung sektor-sektor produktif dan belanja prioritas, seperti Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (20,9 persen dari total ULN Pemerintah), Administrasi Pemerintah dan Pertahanan (18,9 persen), serta Jasa Pendidikan (16,8 persen).
Struktur ULN pemerintah didominasi oleh tenor jangka panjang, mencapai 99,98 persen, yang menunjukkan pengelolaan utang yang hati-hati, kredibel, dan akuntabel.
Sementara itu, tutur Erwin, ULN swasta pada Juli 2024 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,1 persen secara tahunan, dengan nilai mencapai USD195,2 miliar. Kontraksi ini terutama didorong oleh penurunan ULN perusahaan nonkeuangan yang mencatatkan kontraksi sebesar 0,04 persen secara tahunan.
“Meski demikian, ULN swasta masih didominasi oleh sektor-sektor utama seperti Industri Pengolahan, Jasa Keuangan dan Asuransi, Pengadaan Listrik dan Gas, serta Pertambangan dan Penggalian, yang bersama-sama menyumbang 78,9 persen dari total ULN swasta,” ungkap dia.
Sebagian besar ULN swasta juga memiliki struktur jangka panjang, dengan pangsa mencapai 76,3 persen. Ini mencerminkan langkah kehati-hatian dalam pengelolaan utang oleh sektor swasta, meskipun tetap perlu diwaspadai potensi risiko yang dapat timbul dari dinamika ekonomi global.
Secara keseluruhan, struktur ULN Indonesia tetap sehat, dengan rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 30,2 persen. Proporsi ULN jangka panjang mendominasi hingga 84,9 persen dari total ULN, yang menunjukkan keberlanjutan dalam pengelolaan utang nasional. Baik Bank Indonesia maupun Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, guna menjaga stabilitas ekonomi dan meminimalkan risiko yang mungkin timbul.
“Dalam jangka panjang, ULN dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah menekankan bahwa meskipun utang luar negeri merupakan bagian penting dari strategi pembiayaan, pengelolaannya akan tetap dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan bertanggung jawab,” tambah dia. (*)