Logo
>

BI Rate Bisa Turun Bulan ini Asal The Fed Pangkas Suku Bunga

Ditulis oleh KabarBursa.com
BI Rate Bisa Turun Bulan ini Asal The Fed Pangkas Suku Bunga

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuan (BI Rate) berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu, 21 Agustus 2024 mendatang. Diketahui, BI Rate saat ini berada di level 6,25 persen dengan suku bunga deposit facility 5,50 persen dan suku bunga lending facility 7 persen.

    Belakangan, banyak pihak yang meramal BI akan memangkas suku bunga acuannya di sisa tahun 2024. Peluang pemangkasan BI Rate semakin lebar tak kala kondisi makro ekonomi dalam negeri membaik.

    Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat inflasi sebesar 2,13 persen secara tahun (year-on-year/yoy). Di sisi lain, BPS juga mencatat deflasi tiga bulan berturut-turut sebesar 0,18 persen (month-to-month/mtm) di bulan Juli 2024.

    Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menuturkan, BI memiliki peluang memangkas suku bunganya di bulan ini. Hal itu dia ungkap menyusul data-data ekonomi makro dalam negeri.

    Di samping itu, penguatan nilai tukar rupiah yang berada di level Rp15,545 per dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Senin, 19 Agustus 2024, membuka peluang pemangkasan suku bunga semakin lebar.

    “Kalau dilihat dari inflasi dan nilai tukar, inflasi mengalami deflasi tiga bulan berturut-turut, sementara nilai tukar menguat kembali ke level Rp15,000an, BI punya peluang menurunkan suku bunga,” kata Piter saat dihubungi Kabar Bursa, Selasa, 21 Agustus 2024.

    Akan tetapi, Piter mengingatkan, BI perlu menunggu keputusan Faderal Open Market Committee (FOMC) yang akan digelar pada Kamis, 22 Agustus 2024. Jika The Fed memangkas suku bunganya, peluang penurunan BI Rate juga akan semakin besar.

    “Kalau BI meyakini The Fed akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat ini, BI bisa saja menurunkan suku bunga acuan pada bulan ini,” tutup Piter.

    Risiko Pangkas Suku Bunga

    Diberitakan sebelumnya, Chief Economist Citibank Indonesia, Helmi Arman memprediksi, BI akan menurunkan suku bunga acuannya di sisa tahun 2024 ini. Hal itu dia ungkap mengacu pada SRBI 12 bulan yang mengalami penurunan dalam beberapa minggu terakhir dengan rata-rata 25 basis point dari sekitar 7,5 ke sekarang berada di kisaran 7,25.

    “Dan perkiraan kami suku bunga kebijakan BI yang 7 hari atau BI rate ini juga akan mulai turun di bulan September tahun ini,” kata Helmi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

    Namun demikian, Helmi mengingatkan bahwa masih ada beberapa risiko ke depan yang perlu BI pantau. Pertama, meski inflow ke pasar keuangan, terutama ke pasar SBN, modal masuk keseluruh negara berkembang belum begitu kuat jika melihat data Global Fund Flows City.

    “Jadi kami menduga ada indikasi bahwa inflow yang masuk ke Indonesia ini masih merupakan gejala atau akibat dari pergeseran posisi investor dalam portfolio-nya. Sementara portfolio-nya sendiri mungkin belum menerima inflow yang signifikan secara keseluruhan,” jelasnya.

    Dengan demikian, kata Helmi, data tersebut berimplikasi pada keberlanjutan inflow ke Indonesia yang relatif lebih sensitif terhadap dinamika valuasi atau pergerakan harga-harga aset keuangan dalam negeri.

    Kedua, risiko eksternal yang terus membayangi kondisi pasar keuangan domestik, di mana Pemilu di AS akan digelar pada akhir tahun 2024. Pasar keuangan dalam negeri masih memastikan perang perang babak baru antara AS dengan Tiongkok.

    Ketiga, risiko bagi pasar keuangan domestik, mengenai posisi investor asing. Helmi menilai ada instrumen monitor jangka pendek di Indonesia yang dapat berbalik jika nanti suku bunga domestik itu bergerak turun.

    Diketahui, posisi asing di instrumen uangan jangka pendek di Indonesia cukup signifikan. Sehingga, kalau itu berbalik, hal ini dapat menetralisasi dampak positif dari arus modal masuk yang sekarang mengalir ke pasar SBN.

    “Sehingga secara keseluruhan perkiraan kami adalah bahwa kadar penurunan BI rate dalam siklus penurunan suku bunga kali ini yaitu hingga akhir 2025 perkiraan kami adalah bahwa kadar penurunan BI rate kemungkinan akan lebih lambat,” tutupnya.

    Membaca Langkah The Fed

    Sebelumnya, Chief Economist PermataBank, Josua Pardede menuturkan, data pasar tenaga kerja AS menunjukan tingkat pengangguran masih berada dibatas aman. Tingkat pengangguran AS juga diketahui telah melampaui batas yang ditetapkan The Fed dalam FOMC bulan Juni lalu.

    “Kalau kita melihat pada, merifer pada forecast indikator ekonomi AS pada FOMC bulan Juni, tingkat pengangguran saat ini sebenarnya sudah melampaui dari target dari The Fed sendiri,” kata Josua, Kamis, 8 Agustus 2024.

    Oleh karenanya, Josua menilai assessment inflation dari sisi pasar tenaga kerja di AS menjadi momentum untuk menurunkan suku bunga The Fed. Diketahui, berdasarkan FOMC bulan Juni, tingkat pengangguran AS berada di level 4,0 persen.

    Josua menilai, level tersebut telah melampaui angka aktual yang ditetapkan The Fed bulan Juli sebesar 4,3 persen. Sementara jika dilihat dari tingkat PCE inflation AS, data heatmap telah mencapai level 2,5 persen dengan core 2,8 persen.

    “Sehingga ini pun juga sudah sesuai ataupun sudah melampaui dari target yang ditetapkan ataupun target dari asumsi dari Fed sendiri pada FMC bulan Juni yang lalu,” jelasnya.

    Berdasarkan indikator-indikator tersebut, Josua menilai The Fed memiliki banyak peluang untuk memangkas suku bunganya. Hingga 7 Agustus 2024 lalu, kata Josua, pelaku pasar berharap The Fed memangkas suku bunga sesuai dengan prediksi market.

    “Saat ini market melihat bahwa ada peluang untuk Fed memangkas suku hubungannya di bulan September itu sekitar 50 basis point, dan di bulan November sekitar 25 basis point, dan di Desember-nya sekitar 25 basis point. Jadi in total tahun ini, di sepanjang sisa tahun ini, market melihat ada ruang sekitar 100 basis point untuk penurunan suku hubungan Fed,” ungkapnya.

    Kendati demikian, Josua mengungkap hal tersebut masih sebatas prediksi. Dia meyakini The Fed akan mempertimbangkan dan melihat dinamika perkembangan ekonomi global seiring dengan pelambatan di Tiongkok dan memanasnya konflik di Timur Tengah.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi