KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) menetapkan suku bunga acuan atau BI Rate bertahan di level enam persen. Ini diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI edisi Oktober 2024.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan keputusan tersebut untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Selain itu bertujuan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah meningkatnya ketidakpastian keuangan global.
Adapun, RDG BI, ujar Perry, memutuskan mempertahankan suku bunga Deposit Facility 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen. Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5 persen, plus minus 1 persen pada 2024 dan 2025.
"Fokus kebijakan moneter jangka pendek pada stabilitas nilai tukar rupiah, karena meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global," sambung Perry.
Ke depan, tutur dia, BI terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran juga terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ia menambahkan, kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Ini termasuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM. "Ini memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," ungkap Gubernur BI itu.
Proyeksi Para Ekonom
Sebelumnya, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) telah memproyeksikan BI akan mempertahankan BI-Rate di level enam persen. Menurut Peneliti LPEM UI Jahen Fachrul Rezky, keputusan untuk mempertahankan suku bunga ini didasarkan pada kebutuhan untuk menyimpan ruang kebijakan dalam menghadapi risiko deflasi yang berkepanjangan.
“Bank Indonesia kemungkinan besar akan mempertahankan BI rate di 6,00 persen pada Oktober. Ruang untuk pemangkasan suku bunga bisa disiapkan untuk menanggapi risiko deflasi yang berkepanjangan,” ungkap Jahen dalam pernyataan resminya, Rabu 16 Oktober 2024.
Tingkat BI-Rate saat ini berada di 6 persen, sesuai dengan keputusan Rapat Dewan Gubernur BI pada 17-18 September 2024. Dalam laporan analisisnya, LPEM UI menyebutkan bahwa Indonesia tengah mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut, meski inflasi secara umum masih dalam rentang target BI sebesar 1,5 hingga 3,5 persen.
Adapun pada September 2024, Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,12 persen (mtm), lebih dalam dibandingkan deflasi bulan Agustus yang sebesar 0,03 persen (mtm). Deflasi terutama dipengaruhi oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang menyumbang 0,17 poin persentase terhadap deflasi bulan tersebut.
Dari sisi permintaan, inflasi inti mengalami penurunan untuk ketiga kalinya dalam enam bulan terakhir, mengindikasikan adanya penurunan daya beli konsumen dan pelemahan permintaan. Selain itu, nilai tukar rupiah yang stabil di sekitar Rp15.660 per dolar AS juga menjadi pertimbangan BI dalam mempertahankan suku bunga. Meski sempat tertekan oleh arus modal keluar akibat ketegangan geopolitik dan ketidakpastian terkait Pemilu AS, rupiah dinilai cukup stabil.
Neraca perdagangan Indonesia pada September 2024 juga tercatat surplus sebesar 3,26 miliar dolar AS, menandakan penurunan impor yang lebih tajam daripada ekspor. Di sisi lain, pemotongan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed) pada September lalu sebesar 50 basis poin juga mempengaruhi dinamika global, termasuk arus modal ke Indonesia.
LPEM UI menyebutkan bahwa faktor-faktor seperti ketegangan geopolitik, stimulus ekonomi China, dan Pemilu AS masih menjadi elemen kunci yang akan mempengaruhi aliran modal asing dan fluktuasi nilai tukar rupiah dalam waktu mendatang.
Perbandingan dengan The Fed
Dalam konteks internasional, Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), juga telah mengambil langkah serupa dengan menurunkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak awal pandemi COVID-19.
Pada Rabu, 18 September 2024, The Fed mengumumkan penurunan suku bunga acuan menjadi berada di kisaran 4,75-5 persen. Pemangkasan suku bunga ini, sebesar 50 bps, ditujukan untuk mencegah perlambatan dalam pasar tenaga kerja.
Utama Bank Mandiri Darmawan menekankan bahwa penurunan suku bunga acuan BI akan berdampak signifikan terhadap sektor perbankan, termasuk Bank Mandiri. Ia menjelaskan bahwa sebagian besar kredit yang diberikan oleh banknya mengikuti tingkat referensi atau reference rate.
“Dengan penurunan ini, otomatis tingkat suku bunga juga akan turun. Untuk produk baru, penyesuaian akan langsung terlihat, sementara untuk kontrak yang sudah ada, akan mengikuti kesepakatan yang telah ditentukan,” jelasnya. (*)