Logo
>

Biaya Tinggi Persulit Rencana Pembangunan Pabrik Baru di AS

Tarif baru yang diterapkan Donald Trump membuat biaya bahan bangunan dan peralatan melonjak, memaksa sejumlah perusahaan menunda proyek industri mereka.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Biaya Tinggi Persulit Rencana Pembangunan Pabrik Baru di AS
Ilustrasi: Investor global ingin membangun pabrik di Amerika Serikat, namun terhambat tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump. Foto: Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Produsen atap asal Kanada, IKO North America, semula sedang semangat-semangatnya membangun pabrik baru di Amerika Serikat. Satu sudah selesai di Texas, dan empat lagi sedang dalam proses pembangunan. Tapi setelah Presiden Donald Trump menghantam para mitra dagang AS dengan tarif tinggi, perhitungan untung-rugi langsung berubah total.

    CEO IKO, David Koschitzky, bilang pabriknya yang baru rampung itu kini harus membayar lebih mahal untuk baja—bahan utama untuk bikin atap logam. Pabrik-pabrik lain yang masih dibangun pun terancam mangkrak karena banyak mesin pentingnya tidak diproduksi di dalam negeri. Proyek tetap lanjut, katanya, tapi ongkosnya kini membengkak karena tarif yang diterapkan Donald Trump.

    “Kalau kita mau sukses, ya konsumen yang akan menanggung biaya tambahan ini,” ujar Koschitzky, dikutip dari The Wall Street Journal, Senin, 7 April 2025.

    Pengumuman tarif baru dari Trump membuat pusing pelaku industri. Bukan cuma bikin rencana pembangunan pabrik jadi ragu-ragu, tapi juga merusak upaya bertahun-tahun pemerintah AS untuk menghidupkan kembali sektor manufaktur. Banyak perusahaan kini kembali menghitung ulang rencana investasinya—bahkan tak sedikit yang akhirnya mundur total.

    Contohnya datang dari Erie, Pennsylvania. Di sana, rencana pembangunan pabrik daur ulang plastik senilai USD300 juta yang sudah disusun selama empat tahun akhirnya dibatalkan. CEO International Recycling Group, Mitch Hecht, menyebut tarif baru atas bahan baku dan mesin impor bikin biaya proyek jadi jauh lebih mahal dari perkiraan awal.

    Tak hanya soal tarif, pabrik yang rencananya bakal menyerap 200 tenaga kerja itu juga terganjal proses pencairan pinjaman USD182 juta dari pemerintah federal yang dijanjikan sejak tahun lalu tapi belum juga cair.

    Selama tiga tahun terakhir, AS memang menikmati lonjakan investasi di sektor manufaktur. Hal ini dipicu insentif miliaran dolar dari pemerintahan Joe Biden untuk industri semikonduktor, kendaraan listrik, dan proyek energi terbarukan. Pandemi COVID-19 yang bikin rantai pasok global kacau juga jadi pemicu perusahaan-perusahaan ingin produksi lebih dekat ke pasar domestik.

    Uniknya, tren ini masih berlanjut di era Trump. Menurut data Biro Sensus AS, nilai konstruksi manufaktur mencapai rekor USD233 miliar tahun lalu dan terus meningkat pada dua bulan pertama tahun 2025.

    Pemerintahan Trump bersikukuh bahwa ketimpangan dagang yang terus berlangsung selama beberapa dekade telah melemahkan manufaktur domestik. Mereka percaya, mengurangi ketergantungan terhadap impor bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

    Trump sendiri bilang ke wartawan bahwa upaya membangun kembali sektor manufaktur ini butuh waktu beberapa tahun. “Mereka memang bisa bangun pabrik dengan cepat, tapi tetap saja itu proyek raksasa,” kata Trump. “Saya kira akan butuh waktu sekitar satu setengah sampai dua tahun.”

    Visi pemerintahan Trump adalah membuat perusahaan-perusahaan lebih tertarik menggunakan barang buatan lokal. Tapi nyatanya, harga bahan impor yang naik malah bisa bikin harga-harga di dalam negeri ikut melonjak.

    Ambil contoh Earth Breeze, produsen lembaran deterjen yang tengah menggelontorkan investasi hampir USD6 juta untuk membangun pabrik baru di Kentucky demi menggantikan pemasok asal China. Proyek ini akan membuka lebih dari 200 lapangan kerja. Tapi karena tarif baru, biaya untuk membeli mesin impor bisa naik hingga USD250.000. COO Earth Breeze, Ben Smith, bilang mereka tetap lanjut, meskipun hambatan baru mulai muncul.

    “Kami merasa sedang berkontribusi untuk ekonomi nasional dengan memindahkan manufaktur ke dalam negeri. Tapi sekarang justru ada lebih banyak rintangan,” katanya.

    Setelah Trump mengumumkan tarif baja dan aluminium pada Februari lalu, perusahaan konstruksi Skanska memperkirakan harga panel logam, rangka baja, dan struktur baja akan naik 20 sampai 30 persen dalam satu tahun ke depan. Peralatan plumbing bisa naik 10 persen, dan drywall sampai 20 persen. Belum lagi peralatan listrik seperti generator, HVAC, atap, dan insulasi—semuanya ikut naik. Tarif baru diperkirakan akan semakin memperparah lonjakan ini.

    Kepala Strategi Rantai Psaok Skanska, Tom Park, bilang memang ada beberapa produk dari Meksiko dan Kanada yang dikecualikan dari tarif baru berkat perjanjian USMCA. Tapi bahkan peralatan buatan Amerika pun masih bergantung pada suku cadang impor.

    Sebuah pendingin industri (industrial chiller) buatan pabrik Amerika Serikat mungkin terlihat lokal, tapi jeroannya alias komponennya bisa jadi berasal dari mana-mana, misal kawat dari China, baja dari Kanada, pipa dari India, kabel dan kipas dari Meksiko, motor listrik dari Jerman, tembaga dari Peru, dan komponen elektronik dari Korea Selatan. Semua bahan itu, kata Skanska, bisa kena tarif baru yang digencarkan Trump.

    “Kebijakan konfrontatif macam ini bikin harga-harga naik di semua lini,” ujar Ekonom Senior dari Interactive Brokers, Jose Torres. “Ini jalan yang berisiko. Bisa-bisa kita sudah habis-habisan begini, tapi hasilnya nihil.”

    Sebelum perluasan tarif ini diumumkan, para kontraktor sudah mulai berlomba-lomba pre-order bahan bangunan demi menghindari lonjakan harga. Hal ini dikatakan oleh Wakil Presiden Regional dari firma arsitektur Ware Malcomb, Kevin Evernham.

    Padahal dalam dunia konstruksi, normalnya butuh waktu bertahun-tahun untuk merancang dan mendapatkan izin proyek secara lengkap. Tapi sekarang semua serba ngebut. “Inilah normal yang baru… Jadwal belum rampung, tapi kita sudah mulai jalan,” ujar Evernham.

    Tapi Evernham juga mengakui, kenaikan biaya akibat tarif bisa bikin sejumlah proyek benar-benar batal dibangun. Untuk pabrik dengan estimasi biaya konstruksi sekitar USD100 hingga USD200 per kaki persegi, lonjakan biaya atap sebesar USD5 per kaki persegi saja sudah sangat memberatkan.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).