KABARBURSA.COM - Pasar kripto diprediksi bakal mencapai titik tertinggi sepanjang masa di tahun 2025. Optimisme ini muncul setelah Donald Trump dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat, diiringi dengan regulasi yang dianggap lebih ramah terhadap kripto. Hal ini diungkapkan CEO Binance, Richard Teng, dalam wawancaranya dengan Consumer News and Business Channel, Selasa, 21 Januari 2025.
Teng, yang mengambil alih kepemimpinan dari Changpeng Zhao tahun lalu, mengatakan regulasi di bawah pemerintahan Trump akan menjadi angin segar bagi pasar kripto. “Jika melihat siklus sebelumnya, tahun ini akan menjadi momen baru di mana industri kripto mencetak rekor tertinggi,” ujarnya dalam sesi bincang santai di World Economic Forum di Davos, Swiss, dikutip dari Consumer News and Business Channel di Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025.
Tahun lalu, Bitcoin berhasil menembus angka psikologis USD100.000 untuk pertama kalinya. Para trader kala itu penuh harap pada masa depan industri ini di bawah kepemimpinan Trump. Hingga Selasa, harga Bitcoin berada di kisaran USD104.000, meski sempat turun 3 persen dalam 24 jam terakhir karena pelemahan pasar yang lebih luas.
Menurut Teng, narasi seputar kripto telah bergeser cukup drastis sejak tahun lalu. “Saya mendengar banyak sentimen positif dari para pemimpin politik dan korporat di Davos,” katanya.
Dalam konteks legislasi baru, Teng memprediksi kemajuan besar di AS, termasuk di bidang penerbitan token, perdagangan, dan pengelolaan aset. Lebih jauh, Teng menilai Trump bukan satu-satunya tokoh pro-kripto di politik AS. “Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat sekarang jauh lebih pro-kripto dibandingkan masa lalu,” katanya.
Selain itu, Presiden Trump telah menunjuk Paul Atkins, seorang pengacara yang dihormati di Washington, untuk memimpin Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC). Langkah ini memberikan harapan pada komunitas kripto, mengingat SEC sebelumnya dikenal keras terhadap industri ini.
Teng juga optimis kepemimpinan Trump akan memberikan kepastian dan pengakuan terhadap sektor kripto, termasuk rencana pembentukan cadangan strategis Bitcoin oleh AS. “Hal ini sesuai dengan janji kampanyenya, dan bisa menjadi katalis besar bagi industri kripto,” kata Teng.
Gairah Penambangan Bitcoin di Era Trump
[caption id="attachment_6943" align="alignnone" width="710"] Ilustrasi penambangan bitcoin. Foto: Pixabay.[/caption]
Penambangan Bitcoin juga diyakini akan bergairah setelah Trump balik ke Gedung Putih. Harga Bitcoin yang melesat hingga USD109.000 saat pelantikan Trump memunculkan spekulasi tentang apakah ini waktu yang tepat bagi para penambang, khususnya di Amerika Serikat, untuk memanfaatkan momentum tersebut.
Namun, menurut trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, ada sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan sebelum masuk ke dunia tambang digital ini. “Kalau bicara tentang penambangan Bitcoin di US, saya harap akan lebih banyak penambang yang ada di sana, terutama dengan regulasi yang lebih ramah. Tapi balik lagi, tergantung biaya untuk menambang si Bitcoin itu sendiri,” ujar Fyqieh dalam program Kabar Bursa Hari Ini (KBHI) di Channel YouTube KabarBursa.com, Selasa, 21 Januari 2025.
Fyqieh menjelaskan, tarif listrik dan kebijakan pajak menjadi tantangan besar bagi penambang di AS. Untuk menghasilkan satu Bitcoin, biaya di Amerika diperkirakan mencapai USD80.000-90.000 (sekitar Rp1,28-1,44 miliar). Sebagai perbandingan, El Salvador—yang menggunakan energi gunung api—bisa menambang jauh lebih efisien dan murah.
Namun, Fyqieh optimistis harga Bitcoin yang kini di atas USD100.000 akan menarik lebih banyak penambang baru di AS. “Di Indonesia, biaya menambang per satu Bitcoin estimasinya sekitar USD60.000-70.000 (Rp960 juta hingga Rp1,12 miliar). Jadi masih ada profit lumayan,” ujarnya.
[caption id="attachment_114730" align="alignnone" width="1600"] Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, saat diwawancarai dalam program acara Kabar Bursa Hari Ini (KBHI), Selasa, 21 Januari 2025. Foto: Tangkapan layar YouTube KabarBursa.com.[/caption]
Salah satu alasan Bitcoin melonjak ke rekor tertinggi adalah ekspektasi terhadap kebijakan Trump yang diklaim pro-kripto. Ia bahkan sempat menjanjikan pembentukan cadangan Bitcoin strategis nasional yang disebut-sebut akan menciptakan permintaan tambahan di pasar.
“Secara fundamental, ini menciptakan potensi permintaan baru di pasar,” kata Fyqieh. Namun, ia mengingatkan pasar kripto tidak selalu bullish alias bersemangat. “Tentu akan ada beberapa peristiwa-peristiwa kejadian yang mungkin kurang baik di masa depan yang perlu kita antisipasi,” ujarnya.
Ketertarikan Trump pada kripto juga membuka peluang besar untuk negara-negara lain, termasuk Indonesia. Melihat Gary Gensler—mantan Ketua SEC yang terkenal keras terhadap kripto—kini digantikan oleh figur yang lebih ramah, Fyqieh melihat ini sebagai peluang untuk Indonesia memperkuat ekosistem kriptonya.
Apalagi, kata dia, kini aset kripto Indonesia sudah diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan yang memberikan rasa aman lebih besar bagi trader dan investor lokal. “Dari situ, Indonesia bisa saja mulai melirik adopsi aset kripto ini untuk dibawa ke Indonesia itu sendiri,” kata Fyqieh.
Selain kebijakan yang mendukung perkembangan kripto, Trump juga membuat heboh dengan peluncuran dua meme koin bernama $TRUMP dan $MELANIA. Koin ini bahkan sempat mencapai kapitalisasi pasar hingga USD18 miliar. Namun, menurut Fyqieh, ada aroma politik yang melekat pada peluncuran ini, mengingat waktunya yang bertepatan dengan momen pelantikan Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. “Ini juga bisa jadi konflik kepentingan,” kata Fyqieh.(*)