KABARBURSA.COM - Bitcoin atau BTC kembali menorehkan sejarah. Aset kripto terbesar di dunia itu menembus level tertingginya sepanjang masa pada Rabu waktu setempat, menyalip rekor sebelumnya yang dicapai Januari lalu.
Harga sempat menyentuh USD109.760,08 sebelum akhirnya bergerak stabil di kisaran USD108.117, naik 1,1 persen dalam sehari.
Kebangkitan Bitcoin ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Investor melihat adanya sejumlah sinyal positif yang menyelimuti pasar, mulai dari mencairnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China, hingga penurunan peringkat utang AS oleh lembaga pemeringkat Moody’s.
Situasi tersebut mendorong investor untuk mencari alternatif dari dolar, dan Bitcoin kembali menjadi salah satu pelabuhan utama.
“Setelah menembus level tertinggi Januari dan mencatat lonjakan 50 persen dari posisi terendah April, Bitcoin sekarang berada di wilayah tanpa batas,” kata Antoni Trenchev, salah satu pendiri platform perdagangan aset digital Nexo.
Ia menyebut momentum dari investor institusional dan iklim regulasi yang lebih bersahabat sebagai dua katalis utama.
Pergerakan BTC juga berkorelasi dengan kenaikan di sektor teknologi. Nasdaq, indeks yang didominasi saham-saham teknologi, tercatat telah menguat 30 persen sejak awal April.
Ini memperkuat pandangan bahwa Bitcoin kini semakin diperlakukan seperti aset berisiko tinggi yang menarik ketika optimisme pasar meningkat.
Pelemahan dolar AS yang terjadi secara bersamaan turut memperkuat posisi Bitcoin. Dengan nilai tukar dolar yang lebih rendah, daya tarik BTC sebagai alternatif mata uang ikut menguat, apalagi di tengah kekhawatiran akan stabilitas fiskal AS pasca pemangkasan peringkat oleh Moody’s.
Dalam beberapa waktu terakhir, dukungan terhadap Bitcoin dari kalangan institusi keuangan juga terus tumbuh. Salah satu momen yang menyita perhatian adalah pernyataan CEO JPMorgan, Jamie Dimon, yang selama ini dikenal sebagai skeptis kripto.
JP Morgan Buka Akses Pembelian Bitcoin
Pekan ini, ia mengatakan JPMorgan akan membuka akses pembelian Bitcoin untuk kliennya. Sebuah langkah yang menandai perubahan sikap signifikan di dunia keuangan arus utama.
Adopsi yang semakin meluas juga diperkuat dengan masuknya Coinbase, bursa kripto terbesar di AS, ke dalam indeks S&P 500 awal bulan ini.
Meskipun Coinbase masih dibayangi isu penyelidikan terkait kebocoran data oleh Departemen Kehakiman, sentimen pasar terhadap sektor ini tampak tidak goyah.
Namun menariknya, reli Bitcoin kali ini tidak diikuti oleh Ether. Kripto terbesar kedua itu justru melemah 0,5 persen ke USD2.513.
Perbedaan arah ini mengindikasikan bahwa lonjakan harga lebih didorong oleh faktor spesifik yang memperkuat posisi Bitcoin, bukan tren yang merata di seluruh aset kripto.
Trenchev juga menyoroti bahwa BTC kini memasuki tahun keempat dalam siklus harga empat tahunannya, periode yang biasanya ditandai dengan reli pasca-halving. Menurutnya, target USD150.000 pada 2025 masih masuk akal, meskipun tantangan makro dan volatilitas tetap mengintai.
Dengan semua dinamika ini, Bitcoin tampaknya kembali merebut perhatian sebagai barometer kepercayaan pasar global.
Saat dunia keuangan terus mencari arah di tengah ketidakpastian ekonomi, Bitcoin sekali lagi tampil sebagai simbol optimisme, sekaligus pengingat bahwa lanskap investasi sedang mengalami pergeseran besar.(*)