Logo
>

BPS Sebut Produksi Beras RI Turun, Swasembada Pangan?

Ditulis oleh Yunila Wati
BPS Sebut Produksi Beras RI Turun, Swasembada Pangan?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu, 16 Oktober 2024, mengumumkan potensi penurunan produksi beras Indonesia untuk tahun ini. Estimasi penurunannya cukup signifikan, yaitu sekitar 760.000 ton atau 2,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jika demikian, bagaimana dengan cita-cita swasembada pangan?

    Dalam konferensi pers daring yang diadakan pada 15 Oktober 2024, Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa produksi beras untuk konsumsi pangan diperkirakan mencapai 30,34 juta ton pada tahun ini, yang merupakan penurunan dari tahun lalu.

    Apa saja penyebab penurunan produksi beras Indonesia?

    Salah satu faktor utama yang mempengaruhi penurunan produksi beras adalah fenomena iklim El Nino, yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan. Hal ini mengakibatkan perlambatan masa tanam di akhir 2023 dan pergeseran masa panen raya yang seharusnya berlangsung pada Maret-April 2024.

    Tidak hanya itu, akibat pergeseran masa tanam, terjadi defisit produksi pada awal tahun 2024. Kementerian Pertanian (Kementan) memperkirakan akan ada kekurangan yang harus ditutupi dengan pengadaan beras sebesar 3,5 juta ton dari luar negeri.

    Meski terdapat tantangan, Kementan berupaya untuk mengatasi masalah ini melalui intervensi seperti pompanisasi untuk mengoptimalkan sumber air dan penyediaan pupuk yang cukup.

    Upaya Mitigasi dan Optimisme

    Dalam menghadapi penurunan ini, Kementan telah melaksanakan beberapa langkah mitigasi, antara lain:

    • Pompanisasi: Untuk mengoptimalkan penggunaan air di lahan pertanian, diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman dari satu kali setahun menjadi dua hingga tiga kali.
    • Peningkatan Kuota Pupuk: Kementan telah menambah kuota pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton, dengan prosedur penebusan yang lebih mudah bagi petani.
    • Anggaran Penanggulangan: Realokasi anggaran sebesar Rp1 triliun untuk penyediaan benih, alat pertanian, dan pupuk, diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi di tengah tantangan yang ada.

    Meskipun ada potensi penurunan, data menunjukkan bahwa produksi padi pada semester II tahun 2024 diperkirakan mencapai 23,36 juta ton, meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan langkah-langkah yang diambil, pemerintah tetap optimis bahwa produksi beras akan membaik.

    Penurunan produksi beras di Indonesia pada tahun 2024 disebabkan oleh berbagai faktor, terutama dampak El Nino yang mengakibatkan kekeringan. Namun, dengan adanya upaya mitigasi dari Kementerian Pertanian dan optimisme untuk meningkatkan produksi, ada harapan untuk memulihkan keadaan dan memenuhi kebutuhan pangan nasional. Pemerintah perlu terus mengawasi kondisi cuaca dan memperkuat dukungan kepada petani untuk menghadapi tantangan di masa mendatang.

    Intensifikasi dan Ekstensifikasi Lahan

    Pemerintahan Prabowo Subianto memiliki pekerjaan rumah (PR) besar terkait penurunan luas baku sawah yang terjadi setiap tahun. Saat ini, luas baku sawah diperkirakan mencapai 7,4 juta hektare. Hal ini terkait dengan pencapaian swasembada  beras.

    “Luas baku sawah kita sekitar 7,4 juta hektare, dan terus berkurang setiap tahunnya. Penyebabnya adalah alih fungsi lahan, seperti untuk pembangunan pabrik dan perumahan, sementara jumlah penduduk kita terus meningkat,” kata Wakil Menteri Pertanian Sudaryono dalam sebuah acara di Bidakara Hotel, Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.

    Menurut dia, untuk menjaga keberlanjutan produksi beras dan mencukupi kebutuhan masyarakat, pemerintah memiliki dua opsi utama, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi lahan.

    Sudaryono menekankan bahwa kedua pendekatan ini perlu dilaksanakan secara bersamaan untuk mencapai swasembada beras.

    Sudaryono menjelaskan bahwa intensifikasi adalah upaya untuk memaksimalkan hasil produksi dari lahan yang ada. Dalam hal ini, satu hektare lahan sawah diusahakan agar menghasilkan lebih banyak produksi beras.

    Langkah-langkah intensifikasi yang dilakukan meliputi pemupukan yang tepat, peningkatan pompanisasi, serta perbaikan sistem irigasi.

    “Dengan intensifikasi, kita bisa meningkatkan hasil panen dari lahan yang ada. Misalnya, dari yang sebelumnya hanya panen sekali setahun, bagaimana caranya agar bisa panen dua atau tiga kali setahun. Ini sudah kita lakukan dengan berbagai upaya seperti pemupukan, pompanisasi, dan peningkatan irigasi,” jelas Sudaryono.

    Meski intensifikasi mampu memberikan peningkatan produksi jangka pendek, menurut Sudaryono, langkah tersebut tidak cukup untuk jangka panjang. Dalam beberapa dekade ke depan, ekstensifikasi atau pembukaan lahan baru untuk sawah menjadi penting. Namun, ia menegaskan bahwa cetak sawah tidak harus dilakukan dengan merusak hutan atau lingkungan.

    “Ekstensifikasi bisa dilakukan tanpa harus merusak hutan. Banyak lahan yang bisa dimanfaatkan, seperti lahan milik masyarakat yang selama ini dibiarkan karena tidak ada akses irigasi atau air. Dengan menyediakan fasilitas tersebut, lahan-lahan yang belum produktif bisa diubah menjadi sawah,” kata Sudaryono.

    Sebagai contoh, ia menyebutkan potensi di Kalimantan Tengah, di mana terdapat saluran irigasi namun sisi-sisinya belum dimanfaatkan untuk sawah. Lahan yang belum diolah ini mencapai sekitar 500.000 hektare. Selain itu, ekstensifikasi juga bisa dilakukan di lahan rawa, seperti di Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan.

    “Di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, ada banyak lahan rawa yang bisa kita manfaatkan. Lahan rawa ini terendam air, namun jika kita mengatur drainase dan mengeringkan lahan tersebut, kita bisa menanam padi di sana. Itulah yang disebut dengan cetak sawah,” ujarnya.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79