KABARBURSA - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Muamalat mengaku belum menerima hasil penyampaian proses uji tuntas (due diligence) yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN). Hal ini terkait batalnya rencana bank pelat merah tersebut mengakuisisi Bank Muamalat.
"BPKH hingga saat ini belum menerima hasil due diligence yang dilakukan oleh BTN dan belum menerima pemberitahuan resmi atas pembatalan tersebut sehingga BPKH belum dapat menyampaikan informasi secara konklusif," kata Kepala BPKH Fadlul Imansyah, dikutip Sabtu 13 Juli 2024.
Terkait batalnya akuisisi tersebut, Fadlul menyebut BPKH akan fokus pada pengembangan Bank Muamalat dengan membangun bisnis berkelanjutan.
Sebelumnya, Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengatakan telah melakukan due diligence dengan Bank Muamalat sejak awal tahun ini. Namun seiring berjalannya due diligence, BTN mengambil keputusan tidak melanjutkan proses akuisisi terhadap bank syariah pertama di Indonesia tersebut.
"Pada dasarnya kami tetap harus menjaga kesepakatan bersama mereka [Bank Muamalat]. Tapi secara umum kami sampaikan, tidak akan meneruskan akuisisi Bank Muamalat," ujar Nixon dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin 8 Juli 2024 lalu.
Nixon menyebutkan, pihaknya belum melaporkan pembatalan akuisisi tersebut kepada Bursa Efek Indonesia. Namun, Nixon sudah konsolidasi dengan para pemegang saham serta Menteri dan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara.
“Kami sudah sampaikan ke OJK, cuma kami belum lakukan keterbukaan informasi bahwa kami tidak akan meneruskan akuisisi dengan Bank Muamalat dengan berbagai alasan yang bisa kami sampaikan kemudian pada saat rapat tertutup [dengan DPR],” tutur Nixon.
Aksi korporasi itu awalnya dirancang BTN sebagai bagian dari upaya pemisahan atau spin off unit usaha syariah (UUS) yakni BTN Syariah menjadi bank umum syariah (BUS).
Dalam perjalanan spin off, BTN pun menjajaki akuisisi Bank Muamalat. Rencananya, setelah BTN akuisisi Bank Muamalat, UUS BTN yakni BTN Syariah akan merger dengan Bank Muamalat.
Saat itu, BTN menargetkan due diligence terhadap Bank Muamalat tuntas pada April tahun ini. Selama tiga bulan dari target yang disampaikan, kabar kelanjutan dari proses akuisisi tersebut bak hilang ditelan bumi.
Berbagai pemberitaan menyebut, aksi akuisisi Bank Muamalat oleh BTN tersebut batal. Namun, pihak BTN dalam beberapa kesempatan konferensi pers enggan memberikan tanggapan terkait perkembangan aksi korporasi tersebut.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Muhammad Sarmuji berpendapat, penyelamatan Bank Muamalat dan aksi akuisisi Bank Muamalat oleh BTN merupakan dua hal yang berbeda. Adapun dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selaku pemegang saham Bank Muamalat harus dijamin oleh pemerintah, bukan BTN.
”BTN tentu saja sebagai entitas bisnis harus lebih berhati-hati untuk melakukan akuisisi yang berisiko. Kita semua akan mengawal dana haji itu, semua lembaga, tetapi khusus untuk akuisisi Bank Muamalat oleh BTN tentu saja harus didasarkan kepada suatu yang rasional,” ucap Sarmuji.
Di sisi lain, anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, justru menolak aksi akuisisi BTN tersebut. Apalagi, BPKH selaku pemegang saham mayoritas diduga terindikasi fraud sehingga justru akan menimbulkan masalah bagi BTN.
UUS dan Akuisisi
Sebenarnya, BTN tengah merencanakan pemisahan atau spin off Unit Usaha Syariah (UUS) mereka. Ini sejalan dengan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengharuskan pemisahan UUS dari induknya.
Nixon Napitupulu, Direktur Utama BTN, pernah menyatakan bahwa spin off ini diprediksi rampung pada semester II-2024. Berdasarkan POJK Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah, bank umum konvensional (BUK) yang memiliki UUS dengan aset mencapai 50 persen dari total aset BUK induknya atau minimal Rp 50 triliun wajib melakukan spin off.
Namun, waktu terus berjalan hingga akhirnya BTN mengumumkan bahwa proses akuisisi dengan Bank Muamalat tidak dilanjutkan. Belum ada informasi resmi apakah BTN kini sedang menjajaki opsi lain dengan Bank Victoria Syariah.
Menanggapi keputusan ini, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal mencurigai adanya dugaan fraud atau penggelapan uang di PT Bank Muamalat. "Kami ingin kejelasan terhadap rencana BTN untuk melepas unit usaha syariahnya. Sebelumnya, kita tahu mereka sedang proses akuisisi dengan Bank Muamalat," kata Hekal di Kompleks Parlemen, Senayan.
"Namun, dalam perjalanannya, prosesnya tertunda-tunda, bahkan ada isu bahwa di dalam Bank Muamalat terjadi fraud. Kami khawatir kalau BTN diberikan beban untuk menyelamatkan ini," jelasnya.
Hekal juga menyinggung kepemilikan saham mayoritas Bank Muamalat oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). "Kenapa sampai BTN tidak mau meneruskan akuisisi? Dan kami juga bertanya-tanya kenapa Bank Muamalat dimiliki dan dikelola oleh BPKH," sebut dia.
Menurutnya, BPKH dianggap tidak memiliki kompetensi untuk mengelola perbankan. "Tugas mereka adalah mengatur haji, tapi mengelola bank apakah mereka punya kompetensi di bidang itu?" imbuhnya.
Sementara itu, Piter Abdullah, Ekonom dan Direktur Eksekutif Segara Research and Institute, menduga bahwa manajemen BTN dan BPKH tidak mencapai kesepakatan valuasi. Menurutnya, kesepakatan harga mungkin tidak tercapai karena posisi BPKH sebagai pengelola dana haji yang tidak boleh menghasilkan return negatif atau rugi.
Di sisi lain, valuasi Bank Muamalat saat ini mungkin sudah di bawah nilai investasi awal BPKH. "Jika Muamalat dijual di harga wajarnya saat ini, itu bisa menciptakan kerugian bagi BPKH yang berpotensi menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari," ujarnya.
Dengan demikian, BTN juga tidak mungkin membeli Muamalat sesuai nilai investasi BPKH karena itu akan mengabaikan rekomendasi tim appraisal dari hasil due diligence.
Saham yang akan dibeli BTN ini adalah milik BPKH yang pengelolaan dananya diatur secara ketat oleh undang-undang. "Ini seperti simalakama, BTN tidak mungkin membeli aset pada harga yang lebih tinggi dari nilai wajarnya, sementara BPKH tidak mungkin menjual aset atau kepemilikan saham di bawah nilai investasinya," kata Piter dalam keterangan resmi, Selasa 2 Juli 2024.
Ketika prosesnya dilanjutkan, hal ini justru akan merugikan semua pihak, termasuk BTN dan BPKH.
Perjalanan BTN Gagal Akusisi Bank Muammalat
- November 2022: BTN Syariah, anak usaha PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, menyatakan minatnya untuk mengakuisisi Bank Muamalat Indonesia Tbk.
- Desember 2022: BTN dan Bank Muamalat menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk memulai due diligence.
- Maret 2023: BTN dan Bank Muamalat memperpanjang masa due diligence hingga Juni 2023.
- Mei 2023: Kabar muncul bahwa negosiasi antara BTN dan Bank Muamalat menemui jalan buntu.
Juni 2023:
- 16 Juni: Bank Muamalat mengumumkan perpanjangan masa due diligence kedua kalinya hingga akhir Juli 2023.
- 22 Juni: BTN menyampaikan kepada DPR RI bahwa akuisisi Bank Muamalat masih dalam tahap due diligence.
Juli 2024:
- 8 Juli: Direktur Utama BTN, Nixon Napitupulu, secara resmi mengumumkan bahwa BTN membatalkan akuisisi Bank Muamalat.
- 9 Juli: Bank Muamalat menyatakan belum menerima informasi resmi pembatalan akuisisi dari BTN.
Alasan Pembatalan:
- Belum ada kesepakatan harga: Diduga BTN dan BPKH (pemegang saham pengendali Bank Muamalat) tidak mencapai kesepakatan harga yang wajar.
- Hasil due diligence: Ada spekulasi bahwa hasil due diligence Bank Muamalat tidak sesuai dengan ekspektasi BTN.
- Kesehatan keuangan: Ada kekhawatiran bahwa akuisisi Bank Muamalat akan membebani kesehatan keuangan BTN.
Dampak:
- Bank Muamalat: Harus mencari investor baru untuk memperkuat permodalannya.
- BTN: Kehilangan peluang untuk memperluas bisnisnya di sektor perbankan syariah.
- Industri perbankan syariah: Kegagalan akuisisi ini dapat menghambat konsolidasi perbankan syariah di Indonesia.
Pasca Pembatalan:
- Bank Muamalat: Menyatakan akan fokus pada pengembangan bisnisnya secara mandiri.
- BTN: Terus mencari peluang bisnis lain untuk memperluas jangkauannya. (*)
Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia
dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu.
Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional.
Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.