Logo
>

Tak akan Ada Terminal Empat Bandara Soetta, ini Alasannya

Sebagai gantinya, dana sebesar Rp1 triliun akan dialokasikan untuk renovasi Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Tak akan Ada Terminal Empat Bandara Soetta, ini Alasannya
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat meninjau Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Sabtu, 1 Maret 2025. (Foto: Kabarbursa/Ayyubi Kholid)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan rencana pembangunan Terminal 4 Bandara Soekarno-Hatta tidak akan dilanjutkan. Keputusan ini diambil untuk mengutamakan efisiensi anggaran dan mengoptimalkan pengembangan yang sudah berjalan di Terminal 2.

    Menurut Erick, dengan membatalkan proyek Terminal 4, negara bisa menghemat anggaran hingga Rp14 triliun. Sebagai gantinya, dana sebesar Rp1 triliun akan dialokasikan untuk renovasi Terminal 2 guna meningkatkan kapasitas bandara.

    "Karena kita tidak membangun terminal 4, efisiensi Rp14 triliun. Namun kita ambil Rp1 triliun, kita fokuskan di sini (terminal 2)," ujar Erick saat meninjau Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Sabtu, 1 Maret 2025.

    Erick menekankan bahwa peningkatan kapasitas bandara menjadi langkah strategis dalam menghadapi lonjakan jumlah penumpang setiap tahunnya. Data dari Angkasa Pura menunjukkan bahwa sepanjang 2024, total pergerakan penumpang di 37 bandara yang mereka kelola mencapai 155,9 juta orang, meningkat 4% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatatkan 150,1 juta penumpang.

    Berdasarkan data tersebut, lima bandara tersibuk di Indonesia tahun lalu antara lain Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang dengan 54,8 juta penumpang, diikuti oleh Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali (23,9 juta), Bandara Juanda, Surabaya (14 juta), Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar (9,6 juta), serta Bandara Kualanamu, Deli Serdang (7,1 juta).

    Dengan renovasi yang dilakukan pada Terminal 2, Erick optimistis kapasitas tampung Bandara Soekarno-Hatta bisa meningkat signifikan dalam beberapa tahun mendatang.

    "Kita fokus di sini (renovasi terminal 2) supaya kapasitas yang 56 juta (Bandara Soetta), kemudian bisa tembus 100 juta dalam beberapa tahun ke depan, kita bisa mengantisipasi," tegas Erick.

    Diskon Tiket Pesawat-Tarif Tol di Tengah Efisiensi

    Presiden Prabowo Subianto telah merumuskan berbagai kebijakan untuk merangsang perekonomian masyarakat menjelang Ramadan dan Lebaran tahun ini. Salah satu langkah yang diambil adalah pemberian diskon untuk tarif pesawat dan jalan tol, dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2025.

    Namun, kebijakan ini tidak serta merta diterima positif oleh semua pihak. Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, mengakui adanya dampak positif bagi perekonomian, tetapi ia juga menyoroti potensi risiko bagi operator swasta, terutama maskapai penerbangan non-BUMN. 

    "Ya, mesti ada pengaruhnya. Cuman besarnya berapa saya enggak bisa ngitung. Cuman kalau tarif tahu dari pesawat itu juga memperhatikan seberapa jauh operator itu juga jangan sampai dia merugi," ungkapnya dalam wawancara dengan Kabarbursa.com di Jakarta pada Rabu, 20 Februari 2025.

    Djoko juga mengingatkan bahwa berbeda dengan transportasi yang dikelola BUMN yang dapat memperoleh Penyertaan Modal Negara (PMN), operator swasta tidak memiliki jaring pengaman serupa. Ia menilai jika kebijakan ini tidak dipertimbangkan dengan matang, hal tersebut justru bisa memberi beban pada sektor transportasi swasta. "Kalau BUMN mungkin nanti kasih PNM, tapi kalau swasta ini harus dicermati," katanya.

    Lebih jauh, Djoko juga menyoroti masalah efisiensi penggunaan uang di tengah kondisi ekonomi yang sedang berlangsung. Ia mempertanyakan apakah masyarakat masih memiliki daya beli yang cukup untuk berwisata atau bepergian jika peredaran uang semakin terbatas. "Ya, tapi sekarang efisiensi ini mau jalan-jalan gimana? Duitnya enggak ada, apa yang mau jalan-jalan?" ujarnya.

    Ia menekankan bahwa kebijakan efisiensi yang membatasi peredaran uang justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang selama ini bergantung pada konsumsi masyarakat. "Ya, artinya dengan efisiensi ini kan tentunya uangnya enggak banyak beredar," tambahnya.

    Selain itu, Djoko juga menyoroti ketimpangan antara berbagai moda transportasi. Ia menyatakan bahwa penjualan tiket kereta api tetap menunjukkan angka positif berkat pelayanan yang baik, sementara sektor bus—yang sepenuhnya dikelola oleh pihak swasta—tidak mendapatkan subsidi dan berisiko mengalami tekanan finansial. "Kalau bis ya, mau suruh murah, pemerintah mau enggak kasih subsidi. Mereka kan swasta murni," tegasnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.