Logo
>

Bursa Asia Lesu, Investor Siaga di Tengah Keperkasaan Dolar

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Bursa Asia Lesu, Investor Siaga di Tengah Keperkasaan Dolar

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Bursa Asia mengalami pelemahan di perdagangan hari Selasa, 31 Desember 2024. Mendekati akhir tahun, para investor mulai menurunkan ekspektasi perihal pemangkasan suku bunga besar-besaran oleh The Fed pada 2025. Di sisi lain, mereka bersiap menghadapi kebijakan pemerintahan Trump yang akan datang. Sementara itu, dolar AS terus menunjukkan kekuatannya dibandingkan mayoritas mata uang lainnya.

    Perdagangan terasa ringan seiring libur tahun baru yang mendekat, ditambah Jepang libur sepanjang pekan. Kenaikan imbal hasil obligasi AS juga menjadi penghambat reli Santa Claus–istilah di dunia pasar saham yang menggambarkan kecenderungan kenaikan harga saham di akhir tahun. Selain itu, imbal hasil obligasi juga menekan valuasi saham yang sudah tinggi sekaligus memperkuat dolar.

    Di Wall Street, tiga indeks utama AS berakhir dengan koreksi tajam pada perdagangan Senin, 30 Desember 2024. Penurunan ini mencerminkan aksi jual besar-besaran di penghujung tahun yang kuat. Faktor seperti pengaturan pajak akhir tahun, kekhawatiran atas valuasi saham, serta ketidakpastian tahun 2025 menjadi penyebab utamanya.

    Kyle Rodda, analis pasar keuangan senior dari Capital.com, menyebut tantangan terbesar bagi pasar saat ini adalah risiko penyesuaian ulang di pasar obligasi. Hal ini disebabkan oleh inflasi AS yang terus membandel, ditambah dampak dari kebijakan pemotongan pajak dan tarif yang diusung Trump.

    Meski lesu menjelang akhir tahun, saham AS telah mencatatkan kinerja impresif sepanjang 2024. Indeks Nasdaq melesat sekitar 30 persen, sementara S&P 500 membukukan kenaikan lebih dari 24 persen.

    Namun, sentimen suram di akhir tahun ini juga dirasakan di Eropa. Eurostoxx 50 futures turun 0,67 persen, DAX Jerman melemah 0,62 persen, dan FTSE Inggris merosot tipis 0,08 persen.

    Perhatian investor tahun depan akan tertuju pada kebijakan suku bunga The Fed. Bulan ini, The Fed memproyeksikan hanya dua kali pemangkasan suku bunga di 2025, lebih rendah dari empat kali yang diperkirakan pada September lalu. Inflasi yang tetap tinggi menjadi alasannya.

    Pasar obligasi AS terpantau sepi karena libur di Jepang. Sementara itu, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun tercatat di 4,54 persen pada Senin, naik hampir 69 basis poin sepanjang tahun ini.

    Ekspektasi terhadap kebijakan Trump, seperti pelonggaran regulasi, pemotongan pajak, kenaikan tarif, hingga kebijakan imigrasi yang lebih ketat, diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus inflasi. Hal ini menjaga imbal hasil obligasi AS tetap tinggi.

    Analis pasar dari IG, Tony Sycamore, mengatakan reaksi pasar terhadap kebijakan ini akan menentukan apakah saham akan terus menguat di kuartal pertama 2025 atau justru memasuki fase koreksi.

    Dilansir dari Reuters di Jakarta, 31 Desember 2024, di Asia, indeks saham Taiwan menjadi bintang dengan kenaikan 28 persen tahun ini, kinerja tahunan terkuat sejak 2009. Nikkei Jepang naik 19 persen, sementara Hang Seng Hong Kong menguat 18 persen. Sebaliknya, indeks saham Korea Selatan, KOSPI, menjadi yang terburuk dengan penurunan 10 persen akibat gejolak politik.

    Di sisi lain, indeks saham Pakistan justru melejit 85 persen, didukung sentimen positif atas pemulihan ekonomi setelah bantuan senilai USD7 miliar dari IMF disetujui pada September.

    Perubahan ekspektasi suku bunga AS dan perbedaan suku bunga yang makin lebar antara AS dan negara lain mendorong penguatan dolar, sekaligus menekan mata uang lain. Yen Jepang sedikit menguat menjadi 156,435 per dolar pada hari ini, tetapi mencatat penurunan lebih dari 10 persen sepanjang tahun. Walhasil, Yen Jepang melemah selama genap empat tahun terakhir.

    Lalu Euro diperdagangkan di USD1,041225 atau7 turun hampir 6 persen pada 2024. Indeks dolar, yang mengukur kekuatan mata uang AS terhadap enam mata uang lainnya, melemah tipis 0,1 persen ke 107,95, tetapi masih mendekati level tertinggi dua tahun yang dicapai November lalu. Indeks ini naik 6,5 persen sepanjang tahun.

    Di pasar komoditas, harga minyak mencatat penurunan dua tahun berturut-turut akibat kekhawatiran permintaan dari negara pengonsumsi utama. Sepanjang tahun, Brent turun 3,2 persen, sementara West Texas Intermediate melemah 0,6 persen.

    Namun, emas bersinar terang tahun ini dengan melonjak lebih dari 26 persen. Kenaikan tahunan terkuat dalam lebih dari satu dekade ini didorong oleh permintaan aset aman di tengah ketegangan geopolitik global dan pelonggaran kebijakan moneter.

    IHSG Tembus 7.079 di Penghujung Tahun

    Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan tahun ini dengan menguat 43 poin atau naik 0,62 persen ke level 7.079 pada Senin, 30 Desember 2024. Sepanjang hari, IHSG bergerak bervariasi di rentang 6.993 hingga 7.079, berdasarkan data RTI Business. Sebanyak 338 saham ditutup menguat, 251 melemah, dan 210 stagnan.

    Di papan top gainer, WAPO mencuri perhatian dengan lonjakan 34,65 persen, diikuti MMIX yang melesat 34,02 persen dan KEJU yang naik 24,62 persen, menurut data Stockbit. Sebaliknya, saham-saham seperti VTNY (-14,57 persen), BBHI (-13,04 persen), INPC (-13,01 persen), dan BBSS (-12,94 persen) terpuruk di daftar top losers.

    Indeks LQ45 juga mencatat penguatan tipis, naik 0,18 persen, dengan GOTO sebagai pendorong utama setelah melonjak 11,11 persen.

    Dari sisi sektoral, hampir semua sektor berakhir menghijau, kecuali sektor keuangan yang turun tipis 0,28 persen, menjadi satu-satunya yang berada di zona merah.

    Sebelumnya, pengamat pasar modal Wahyu Tri Laksono memperkirakan IHSG masih akan kesulitan melewati level 7.000. Ia menilai momentum seperti Santa Claus Rally, window dressing, dan January effect tidak membawa dampak besar pada pergerakan indeks tahun ini.

    “Jadi, kisaran terbaiknya (hingga akhir tahun) IHSG di level 7,000-7,500. Kisaran wajarnya 6,900-7,200,” kata Wahyu kepada Kabarbursa.com di Jakarta dikutip, Kamis, 26 Desember 2024.

    Secara teknikal, kata Wahyu, IHSG saat ini masih berada di level tertinggi, mendekati rekor All-Time High (ATH) di kisaran 8.000. Koreksi yang terjadi di level psikologis 7.000 dinilai sebagai hal yang lumrah, menurut pengamat pasar modal Wahyu Tri Laksono.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).