KABARBURSA.COM - Bursa saham Asia dibuka dengan optimisme pada perdagangan Kamis WIB, 2 Oktober 2025, melanjutkan tren kenaikan dari bursa Eropa dan Wall Street semalam.
Para pelaku pasar tampaknya mengabaikan bayang-bayang shutdown pemerintah Amerika Serikat, yang diperkirakan bisa berlangsung hingga dua pekan. Investor justru lebih fokus pada momentum positif dari rilis data ekonomi kawasan serta reli saham teknologi.
Di Korea Selatan, indeks Kospi melonjak lebih dari 2 persen sejak pembukaan dan berlanjut hingga 2,43 persen ke level 3.539,79. Kenaikan didorong euforia pasar atas kabar kerja sama Samsung Electronics dan SK Hynix dengan OpenAI dalam penyediaan chip memori untuk pusat data Stargate. Saham kedua raksasa teknologi ini masing-masing melesat lebih dari 4 persen dan 10 persen.
Selain itu, data inflasi Korea Selatan yang naik 2,1 persen yoy pada September. Kenaikan ini di atas perkiraan 2 persen dan lebih tinggi dari 1,7 persen di Agustus. Artinya, permintaan domestik masih terjaga.
Pasar Jepang juga menunjukkan pergerakan positif, dengan Nikkei 225 naik 0,40 persen ke 44.729,98 setelah sempat melaju 1,04 persen di awal sesi, meskipun indeks Topix cenderung stagnan. Di Australia, indeks ASX 200 menguat 0,61 persen saat pembukaan dan terus naik 0,86 persen menjadi 8.921,50.
Sementara itu, bursa Hong Kong kembali dibuka setelah libur, sedangkan pasar China dan India masih tutup karena hari libur nasional.
IHSG Berpeluang Menuju Level Psikologis
Untuk pasar domestik, IHSG berpeluang mencoba kembali ke level psikologis 8.100 setelah sebelumnya terkoreksi 0,21 persen ke 8.043. Namun, analis menilai tren ini masih rapuh. Tekanan jual asing menjadi faktor dominan yang membebani indeks.
Data menunjukkan investor asing sudah mencatatkan outflow Rp47,6 triliun sepanjang tahun hingga 1 Oktober. Catatan tersebut tertinggi sejak pandemi 2020 yang kala itu mencapai Rp61 triliun. Pelemahan rupiah serta lemahnya kinerja bank-bank besar turut mempertebal sentimen negatif.
Harga ETF iShares MSCI Indonesia (EIDO) di bursa New York juga turun 0,37 persen ke USD 17,46. Ini menandakan keengganan investor asing untuk menambah eksposur terhadap aset Indonesia.
Sementara itu, di pasar valuta asing, dolar AS justru kian tertekan. Data ADP terbaru menunjukkan penurunan 32.000 pekerjaan swasta di September, memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS
Shutdown pemerintah AS yang membuat rilis data penting seperti non-farm payrolls tertunda menambah beban pada greenback. Indeks Dolar AS (DXY) melemah 0,2 persen ke 97,68, level terendah sepekan.
Mata uang utama lain menguat terhadap dolar. Euro diperdagangkan stabil di US$1,1734, sementara poundsterling naik tipis ke USD1,3481. Yen Jepang melonjak ke 147,05 per dolar, level terkuat sejak pertengahan September, di tengah ekspektasi Bank of Japan yang mulai lebih hawkish, dengan peluang 40 persen untuk menaikkan suku bunga bulan ini.
Dari sisi Asia, rupiah diperdagangkan di Rp16.634,5 per dolar, melemah 0,18 persen. Sementara yuan China relatif stabil di 7,1214 per dolar.
Secara keseluruhan, perdagangan hari ini menunjukkan pasar saham Asia masih mampu mempertahankan tren positif, terutama didorong reli saham teknologi dan sentimen global yang relatif konstruktif.
Namun, pelemahan dolar dan volatilitas rupiah menandakan investor tetap waspada, dengan faktor eksternal seperti kebijakan The Fed dan ketidakpastian politik di Washington masih menjadi penggerak utama arah pasar dalam waktu dekat.(*)