Logo
>

Harga Minyak Naik Usai Serangan Novorossiisk, Risiko Pasokan Meningkat

Serangan drone Ukraina dan sanksi Barat membuat pasokan minyak Rusia terganggu, memicu lonjakan harga dan menggeser pasar ke fase risiko geopolitik yang lebih dalam.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Minyak Naik Usai Serangan Novorossiisk, Risiko Pasokan Meningkat
Ilustrasi kilang minyak WTI.

KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia kembali memperlihatkan betapa rapuhnya keseimbangan pasar energi global. Penguatan lebih dari 2 persen pada penutupan Jumat waktu New York, 14 November, bukan sekadar pantulan teknikal, melainkan reaksi spontan terhadap risiko geopolitik yang meningkat tajam di Rusia. 

Pasar membaca sinyal bahwa gangguan kali ini bukan sekadar insiden biasa, melainkan eskalasi yang bisa mengguncang rantai pasokan dalam beberapa minggu ke depan.

Serangan drone Ukraina ke depot minyak di Novorossiisk menjadi pemicu utama lonjakan harga. Pelabuhan tersebut bukan titik kecil dalam peta logistik energi global, dengan kapasitas ekspor 2,2 juta barel per hari, gangguannya setara 2 persen pasokan dunia. 

Ketika Transneft menghentikan aliran minyak ke pelabuhan dan operasi ekspor dihentikan total, pasar langsung memperhitungkan potensi kekurangan fisik yang dapat menekan suplai jangka pendek. 

Pernyataan analis Price Futures Group yang menyebut serangan ini lebih signifikan dari sebelumnya menunjukkan bahwa pasar mulai menimbang risiko eskalasi.

Efek sentimen ini diperkuat oleh konteks geopolitik yang makin ketat. Serangan Ukraina yang beruntun, dari Saratov hingga Engels, menunjukkan pola operasi yang menargetkan infrastruktur energi Rusia secara sistematis. 

Bagi pelaku pasar, pola ini mengindikasikan risiko berkelanjutan terhadap stabilitas output Rusia. Setiap kali Ukraina memperdalam serangan ke fasilitas minyak, asumsi pasar tentang kemampuan Rusia mempertahankan ekspor berada di bawah tekanan.

JP Morgan Catat 1,4 Juta Barel Minyak Rusia Tertahan

Situasi makin rumit dengan sanksi Barat yang bersiap masuk fase yang lebih keras. Dengan larangan transaksi terhadap Rosneft dan Lukoil efektif setelah 21 November, pasar mulai membaca potensi “bottle-neck” baru pada arus minyak Rusia. 

JPMorgan bahkan mencatat bahwa 1,4 juta barel per hari minyak Rusia, atau sepertiga ekspor lautnya, sudah tertahan di kapal tanker karena kegiatan pembongkaran yang menurun drastis. Ketika minyak tak bisa dibongkar, suplai yang tersedia secara efektif menyusut. 

Artinya, risiko kekurangan pasokan bukan hanya berasal dari serangan, tetapi juga dari hambatan logistik dan regulasi.

Pada saat yang sama, Inggris mengeluarkan lisensi khusus agar bisnis tetap berjalan dengan dua entitas Lukoil di Bulgaria. 

Langkah ini menunjukkan bahwa pasar Eropa sesungguhnya berada dalam posisi dilematis, di satu sisi menekan Rusia melalui sanksi, namun di sisi lain tetap membutuhkan kelancaran pasokan agar tidak memicu volatilitas harga energi di kawasan.

Sementara itu dari Amerika Serikat, produsen minyak terbesar dunia, data rig count menunjukkan adanya kenaikan tiga rig menjadi 417. Penambahan ini memberi sinyal bahwa produsen AS perlahan merespons kenaikan harga dengan meningkatkan aktivitas pengeboran. 

Namun kenaikan kecil ini belum cukup untuk mengimbangi potensi hilangnya pasokan dari Rusia, terutama jika gangguan Novorossiisk berlangsung lama atau sanksi memotong arus perdagangan lebih dalam lagi.

Jika dilihat dari sisi harga, kenaikan mingguan Brent sebesar 1,2 persen dan WTI 0,6 persen sebenarnya tidak terlalu besar. Namun volatilitas sesi Jumat memperlihatkan bagaimana pasar kini sangat sensitif terhadap berita geopolitik. 

Lonjakan harga terjadi bukan karena konsumsi meningkat atau stok menipis, melainkan karena risiko pasokan naik secara tiba-tiba. Ini berbeda dari gerakan minyak dalam beberapa bulan terakhir yang lebih sering didorong faktor makro seperti prospek permintaan global, kebijakan suku bunga, dan arah ekonomi China.

Dengan kata lain, pasar minyak kembali memasuki fase dominasi geopolitik, di mana reaksi pasar dipicu oleh faktor risiko, bukan fundamental permintaan. Jika serangan ke infrastruktur energi Rusia terus berlanjut dan batas sanksi 21 November benar-benar menghambat arus perdagangan, pasar bisa memasuki periode volatilitas yang lebih panjang.

Kenaikan harga minyak pada hari ini menjadi penanda bahwa sentimen pasar tidak lagi berada dalam mode tenang. Risiko pasokan kembali menjadi pusat perhatian, dan setiap gangguanberpotensi menggeser keseimbangan pasar dalam hitungan jam.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79