KABARBURSA.COM - Asosiasi Produsen Otomotif China (CAAM) memproyeksikan ekspor kendaraan Negeri Tirai Bambu diperkirakan tumbuh 5,8 persen menjadi 6,2 juta unit pada 2025, tapi melambat dibanding kenaikan 19,3 persen pada 2024.
Data yang dirilis pada Senin, 13 Januari 2025, itu kontras dengan perkiraan kenaikan penjualan kendaraan dalam negeri yang diprediksi naik 4,7 persen menjadi 32,9 juta unit pada 2025, setelah sebelumnya naik 4,5 persen pada 2024. Dilansir dari Reuters di Jakarta, Senin, kenaikan ini didorong oleh perpanjangan kebijakan insentif pemerintah yang bertujuan meningkatkan daya beli di pasar otomotif terbesar dunia.
CAAM tidak merinci angka ekspor berdasarkan jenis mesin, tetapi mencatat bahwa ekspor kendaraan listrik murni (EV) turun 10,4 persen pada 2024. Sebaliknya, ekspor kendaraan plug-in hybrid melonjak 190 persen.
Perbedaan tren ini mencerminkan dampak kebijakan tarif tambahan Uni Eropa yang diberlakukan sejak Oktober 2024 terhadap kendaraan listrik buatan China. Untuk menghindari tarif tersebut, produsen otomotif China mulai mengalihkan fokus ekspor ke kendaraan hybrid.
Bahkan, pemerintah China sempat meminta produsen kendaraan menunda investasi besar-besaran di negara-negara Eropa yang mendukung kebijakan tarif tersebut.
Sementara itu, penjualan kendaraan energi baru (NEV), termasuk EV dan plug-in hybrid, diperkirakan tumbuh 24,4 persen pada 2025—lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 35,5 persen pada 2024. Salah satu pendorong utama pertumbuhan ini adalah perpanjangan program subsidi kendaraan yang berlangsung hingga 2025.
Menurut pejabat CAAM, Xu Haidong, lebih dari 6,6 juta mobil terjual berkat subsidi pemerintah pada 2024. Subsidi ini mencakup potongan hingga USD2.800 untuk pembelian NEV dan USD2.000 untuk kendaraan berbahan bakar internal dengan efisiensi lebih tinggi.
Namun, Xu juga memperingatkan lemahnya permintaan domestik, persaingan ketat, serta tekanan eksternal bisa memberikan dampak signifikan pada pasar otomotif China. Meski insentif pemerintah memperpanjang napas industri, ketidakpastian kebijakan dan tarif dari Eropa masih menjadi tantangan besar bagi ekspor kendaraan listrik Negeri Tirai Bambu.
Proyeksi Penjualan Mobil 2025 di Indonesia
[caption id="attachment_79747" align="alignnone" width="2264"] Pengunjung memperhatikan Mobil Listrik BYD yang di pamerkan di Kota Kasablanka (Kokas), Rabu, 28 Agustus 2024. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji[/caption]
Di Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) optimistis penjualan mobil domestik bisa kembali mencapai 1 juta unit pada 2025. Namun, jalan menuju angka tersebut tak akan mulus. Tantangan utama yang membayangi adalah potensi kenaikan pajak yang bisa menahan laju pembelian kendaraan.
Ketua GAIKINDO, Jongkie Sugiarto, mengatakan proyeksi resmi untuk 2025 masih belum final, mengingat ada rencana kenaikan pajak yang bisa jadi penghalang besar. “Proyeksi tahun 2025 belum kami putuskan, mengingat masih ada rencana beberapa kenaikan perpajakan yang bisa menjadi kendala. Tapi kami berharap tahun ini bisa kembali ke angka-angka normal,” katanya dikutip dari laman gaikindo.or.id, Senin, 13 Januari 2025.
Menurut Jongkie, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen sebenarnya sudah bisa diprediksi karena regulasinya jelas. Namun, hal ini tidak berlaku untuk pajak daerah atau opsen, yang hingga kini masih belum ada kejelasan.
Opsen merupakan pungutan tambahan yang ditetapkan pemerintah daerah di atas pajak utama, termasuk untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Opsen ini dikenakan sebesar 66 persen dari nilai pajak yang terutang. Meski begitu, besaran tarif dasar PKB dan BBNKB tetap bergantung pada kebijakan masing-masing provinsi.
“Opsen masih belum jelas keputusan dari beberapa Pemda,” kata Jongkie.
Ia menambahkan, beban tambahan ini bisa berdampak signifikan bagi mobil-mobil di segmen harga rendah. Jongkie pun berharap tak ada tambahan biaya perpajakan yang membuat harga mobil di dalam negeri makin mahal.
Penjualan Mobil 2024 Masih di Bawah Target
Berdasarkan laporan GAIKINDO, penjualan mobil sepanjang 2024 memang sesuai proyeksi awal, tetapi tetap lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Total whole sales—penjualan dari pabrik ke dealer—mencapai 865.723 unit pada Januari hingga Desember 2024, turun 13,9 persen dibanding 2023 yang mencatat 1.005.802 unit.
Penjualan ritel juga ikut melemah. Pada 2024, penjualan mobil ke konsumen hanya menyentuh 889.680 unit, lebih rendah dari capaian 998.059 unit pada 2023.
Dengan adanya ancaman kenaikan pajak ini, industri otomotif menghadapi ujian yang cukup berat di 2025. Meski demikian, GAIKINDO masih menaruh harapan agar insentif dan kebijakan yang tepat bisa mengembalikan penjualan ke angka 1 juta unit seperti masa-masa sebelum pandemi.
Meski begitu, semua kembali pada keputusan pemerintah pusat dan daerah, apakah konsumen dibiarkan menanggung beban lebih berat, atau diberikan ruang untuk tetap bisa membeli kendaraan dengan harga terjangkau.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.