KABARBURSA.COM - Terungkap, China ternyata merupakan negara yang paling banyak mengimpor kosmetik ilegal ke Indonesia. Hal itu diungkapkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menegaskan, produk-produk kosmetik tersebut diimpor ke Indonesia tanpa dilengkapi izin dan mengandung bahan berbahaya seperti merkuri.
“Produk kosmetik ilegal itu datang dari China, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Yang paling banyak dari China,” kata Taruna dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 30 September 2024.
Menurut Taruna, penggunaan kosmetik impor ilegal itu sangat berisiko dan membahayakan kesehatan penggunanya.
Tak hanya berdampak pada kesehatan, peredaran kosmetik ilegal juga berpotensi merugikan produk-produk dalam negeri, terutama yang diproduksi sesuai dengan persyaratan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Karena itu, BPOM secara aktif berkolaborasi dengan lintas sektor terkait untuk berupaya menumpas peredaran produk-produk kosmetik ilegal, salah satunya adalah Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor.
Sementara itu, Ketua Satgas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor atau Satgas Impor yang juga Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, mengatakan pihaknya telah mengamankan 415.035 produk kosmetik ilegal atau senilai Rp11,45 miliar.
Zulkifli mengatakan, kosmetik-kosmetik ilegal itu diamankan hasil operasi di berbagai wilayah, seperti di Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).
“970 item, jumlahnya 415.035, dengan nilai Rp11,45 miliar, hasil operasi Juni-September 2024. Akan kami musnahkan dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat,” jelas Zulkifli Hasan.
Kata dia, di rentang waktu yang sama, banyak keluhan datang pelaku industri kosmetik lantaran serbuah produk impor tanpa izin BPOM.
Menurut dia, tidak ada jaminan bagi masyarakat apabila mendapatkan efek buruk setelah menggunakan produk-produk ini, baik dari segi kelayakan maupun kesehatan.
“Tidak ada jaminan, sehingga akan merugikan konsumen.
BPOM Panggil Influencer Nakal
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar juga mengungkapkan rencana pihaknya memanggil para influencer nakal yang masih mempromosikan produk kosmetik ilegal. Menurut dia, ada sejumlah kasus di mana para influencer itu menyampaikan hal-hal yang tidak benar kepada para pengikutnya (follower).
Tak hanya itu, ada juga influencer yang menyampaikan informasi terlalu berlebihan hingga melenceng dari aturan yang berlaku.
Nanti, kata Taruna, BPOM akan memberikan edukasi dan pemahaman kepada para influencer.
“Berlebihan itu artinya, jangan di luar dari aturan yang ada. Influencer sebaiknya mempromosikan yang legal, bukan ilegal,” ujarnya.
Taruna mengingatkan, bahwa BPOM tidak akan segan-segan memberikan sanksi dan menyeret influencer maupun pengusaha kosmetik ke ranah hukum jika terbukti melakukan pelanggaran.
“Kita akan panggil. Sanksinya, untuk pelaku usaha mulai dari peringatan sampai pencabutan izin usahanya. Kalau sampai memunculkan kecacatan atau kerusakan pada masyarakat, maka polisi bertindak,” ucap Taruna.
Di samping itu, Taruna menekankan bahwa influencer merupakan pekerjaan mulia yang sangat penting dalam mendukung sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat. Oleh karena itu, upaya pemberdayaan akan didorong, salah satunya dengan peningkatan literasi bagi para beauty enthusiast.
Pakaian Impor Banjiri Pasar Dalam Negeri
Di tempat berbeda, Juru Bicara Kementerian Perindustrian Antoni Arief mengatakan angka Indeks Kepercayaan Industri (IKI) subsektor pakaian jadi cenderung menurun sejak bulan Mei. Meskipun secara keseluruhan kinerjanya masih ekspansif atau masih di atas level 50.
“Kami melihat sekarang badai banjir impor sudah mulai berdampak pada subsektor industri pakaian jadi. Sejak bulan Mei lalu industri pakain jadi itu masih ekspansif, tapi kami lihat ada tren penurunan IKI sampai bulan September,” kata Antoni dalam konferensi pers Rilis IKI di Kemenperin, Senin, 30 September 2024.
Febri menyebut industri pakaian jadi yang kini menderita adalah yang di luar kawasan berikat atau tidak berorientasi ekspor. Meskipun industri yang berorientasi ekspor juga tetap mengalami penurunan permintaan.
"Dan kami lihat yang cukup menderita itu adalah industri pakaian jadi di luar kawasan berikat. Sekarang industri pakaian jadi di kawasan berikat nampaknya mulai mengalami penurunan permintaan ekspor," imbuhnya.
Menurutnya ada potensi produk pakaian jadi di kawasan berikat akan disalurkan ke pasar domestik imbas sepinya permintaan dari pasar luar negeri. Kondisi ini pada akhirnya berdampak negatif bagi industri di luar kawasan berikat.
“Nanti perlu kita lihat apakah produksi pakaian jadi di kawasan berikat ini akan ditumpahkan pula ke pasar domestik, yang nanti akan membuat industri di luar kawasan berikat juga akan menderita juga. Karena selain menghadapi banjir impor pakaian jadi juga menghadapi serbuan dari produk pakaian jadi dari kawasan berikat," bebernya.
Kondisi serupa dialami sektor tekstil. Febri menyatakan sektor tersebut harus bersaing dengan produk impor legal dan ilegal.
“Jadi industri tekstil itu masih menderita di sisi permintaan. Dan kenapa, karena itu banjir impor produk ilegal dan legal. Produk impor jadi legal dan ilegal,” tuturnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi Dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yanita menyebut tekanan terhadap industri tekstil disebabkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8 tahun 2024. Aturan tersebut memungkinkan barang-barang impor masuk tanpa persetujuan teknis.
“Jadi kalau untuk tekstil memang dengan kebijakan, apalagi Permendag 8 ini memang sangat menghantam sekali, karena dia memang satu-satunya mengandalkan kainnya untuk pasar lokal,” sebut Reni. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.