KABARBURSA.COM - Pada Rabu, 18 September 2024, harga Crude Palm Oil (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives (BMD) berhasil rebound setelah mengalami pelemahan selama tiga hari berturut-turut. Kenaikan ini dipicu oleh harapan pasar akan peningkatan permintaan dari India, yang sedang mempersiapkan musim perayaan mendatang. Di sisi lain, harga batu bara jatuh di tengah sentimen negatif global, mulai dari pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve hingga meningkatnya penggunaan energi terbarukan di Eropa dan China.
Berdasarkan data dari BMD, kontrak berjangka CPO untuk Oktober 2024 naik 70 Ringgit Malaysia menjadi 3.917 Ringgit Malaysia per ton. Kenaikan serupa terjadi pada kontrak CPO November 2024, yang menguat 105 Ringgit Malaysia menjadi 3.871 Ringgit Malaysia per ton.
Kontrak CPO Desember 2024 juga meningkat 109 Ringgit Malaysia menjadi 3.845 Ringgit Malaysia per ton. Bahkan, untuk kontrak CPO Januari 2025 dan Februari 2025, harga bertambah masing-masing 106 dan 105 Ringgit Malaysia, menutup di 3.821 dan 3.807 Ringgit Malaysia per ton.
Kepala penelitian komoditas dari Sunvin Group Anilkumar Bagani, yang berbasis di Mumbai, menyebutkan bahwa pemulihan harga CPO ini juga didorong oleh kenaikan harga solar ultra-rendah sulfur (ULSD) dan harga energi global.
"Momentum bullish dalam minyak kedelai di Chicago Board of Trade dan minyak sayur berjangka di China semakin mendorong pasar," jelasnya.
Selain itu, trader minyak sawit David Ng menambahkan bahwa kekhawatiran pasar terhadap produksi CPO yang diprediksi lebih rendah juga turut mendukung harga. Ia menyebutkan bahwa harga CPO berhasil menembus level support di 3.800 Ringgit Malaysia, dengan resistance di sekitar 3.920 Ringgit Malaysia.
Tren Negatif Batu Bara
Di sektor batu bara, harga kontrak batu bara mengalami penurunan pada hari yang sama. Harga batu bara Newcastle untuk kontrak September 2024 turun sebesar USD0,65 menjadi USD139 per ton. Harga kontrak Oktober 2024 terkoreksi lebih dalam sebesar USD1,1 menjadi USD135,25 per ton. Sedangkan untuk kontrak November 2024, harga turun USD0,3 menjadi USD136,3 per ton.
Hal serupa juga terjadi pada harga batu bara Rotterdam. Kontrak September 2024 jatuh US$0,4 menjadi USD114,25 per ton, sementara kontrak Oktober 2024 melemah USD1,65 menjadi USD112,6 per ton. Penurunan juga terus berlanjut hingga November 2024, di mana harga batu bara merosot USD1,3 menjadi USD112,45 per ton.
Penurunan ini terjadi setelah Federal Reserve Amerika Serikat memangkas suku bunga sebesar 0,5 persen atau 50 basis poin. Langkah agresif ini memicu kekhawatiran bahwa The Fed mungkin melihat tanda-tanda melemahnya ekonomi AS, khususnya di sektor tenaga kerja.
Lebih lanjut, penurunan harga batu bara juga dipengaruhi oleh penurunan investasi perusahaan batu bara di Rusia. Pada paruh pertama tahun 2024, investasi di sektor batu bara Rusia turun 4,4 persen, menandai penurunan pertama sejak tahun 2020. Hal ini turut berdampak pada produksi batu bara global.
Dorongan Energi Terbarukan di Eropa dan China
Selain sentimen ekonomi global, tren peralihan ke energi terbarukan juga terus memberikan tekanan pada harga batu bara. Di Eropa, terutama di Jerman, bauran energi terbarukan meningkat drastis. Pada minggu ini, pangsa energi terbarukan Jerman mencapai 70 persen, naik dari 61 persen pada minggu sebelumnya. Tren ini semakin mengurangi ketergantungan terhadap batu bara di Eropa.
Di China, meskipun pembangkit listrik tenaga batu bara tetap tumbuh, negara ini mencatat tonggak penting dalam produksi energi bersih. Pada paruh pertama 2024, produksi tenaga air, tenaga surya, dan angin di China meningkat pesat, sehingga pangsa batu bara dalam pembangkit listrik turun di bawah 60 persen untuk pertama kalinya. Meningkatnya produksi tenaga air setelah dua tahun kekeringan menjadi salah satu faktor utama yang menekan penggunaan batu bara di China.
Rebound harga CPO pada perdagangan Rabu 18 September 2024 di Bursa Malaysia didorong oleh ekspektasi peningkatan permintaan dari India dan momentum bullish pada komoditas minyak sayur global. Di sisi lain, penurunan harga batu bara terjadi akibat kombinasi dari sentimen negatif global, termasuk pemangkasan suku bunga oleh The Fed, penurunan investasi di sektor batu bara Rusia, dan tren energi terbarukan yang semakin berkembang di Eropa dan China. Sentimen global ini diperkirakan akan terus mempengaruhi pergerakan harga kedua komoditas tersebut dalam beberapa waktu ke depan.
Naiknya harga CPO sudah terjadi sejak penutupan perdagangan kemarin. Dr. Sathia Varqa, analis senior Fastmarket Palm Oil Analytics, menjelaskan bahwa rebound harga CPO disebabkan oleh aksi pembelian murah oleh traders setelah harga melemah dalam beberapa hari sebelumnya.(*)