KABARBURSA.COM – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti dampak kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap inflasi dan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS). Kebijakan tarif ini diperkirakan akan mempengaruhi prospek ekonomi baik di AS maupun global.
Menurut Sri Mulyani, dampak kebijakan tarif yang dilakukan di AS diperkirakan akan menahan proses penurunan inflasi yang seharusnya terjadi. Inflasi di AS, meskipun diperkirakan tetap terkendali, akan tetap berada pada level yang cukup kuat.
"Dampak kebijakan tarif yang dilakukan di AS diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap proses penurunan inflasi menjadi tertahan. Dengan demikian, inflasi masih diperkirakan pada level kuat," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di kantor pusat Kementrian Keuangan, Jakarta, Jumat 24 Januari 2025.
Ia juga menekankan bahwa kebijakan tarif ini akan mempengaruhi posisi suku bunga yang diterapkan oleh Federal Reserve (Fed). Dalam kondisi ini, ekspektasi terhadap penurunan suku bunga di AS akan semakin terbatas akibat inflasi yang masih tertahan akibat kebijakan tarif tersebut.
"Ini tentu mempengaruhi posisi dari Fed Fund Rate, kebijakan suku bunga Federal Reserve yang dalam hal ini untuk ekspektasi terjadinya penurunan lebih terbatas," tambahnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa sisi fiskal AS juga diperkirakan akan lebih ekspansif, yang berpotensi mendorong yield Treasury Amerika Serikat, baik untuk tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
"Fiskal AS juga akan lebih ekspansif, ini mendorong yield Treasury Amerika, baik jangka pendek maupun jangka panjang," jelasnya.
Di sisi lain, ketegangan politik global yang meningkat serta preferensi investor yang masih besar terhadap aset keuangan AS diperkirakan akan menyebabkan indeks mata uang dolar AS berada pada tren yang meningkat. Hal ini akan memberikan tekanan pada mata uang dunia lainnya.
"Ketegangan politik global yang meningkat dan preferensi investor yang masih besar terhadap aset-aset keuangan AS akan menyebabkan indeks mata uang dolar AS berada pada tren yang meningkat dan ini akan memberikan tekanan pada mata uang dunia lainnya," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani Percaya Diri Ekonomi RI 2024 Tumbuh Lima Persen
Sri Mulyani meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2024 tetap berada pada angka lima persen, meskipun di tengah kondisi ekonomi global yang penuh tantangan. “Ekonomi Indonesia kami perkirakan akan tumbuh lima persen year on year (yoy) untuk keseluruhan tahun 2024,” ungkap Sri Mulyani.
Kepercayaan diri Sri Mulyani berangkat dari hasil pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2024 sebesar 4,95 persen yoy. Menurut dia, capaian ini didukung oleh kenaikan investasi, konsumsi rumah tangga, dan pertumbuhan ekspor. Sementara untuk triwulan keempat 2024, perekonomian Indonesia diproyeksikan akan tetap terjaga pada level lima persen.
“Di triwulan IV, ekonomi Indonesia akan ditopang oleh kenaikan investasi, terjaganya konsumsi rumah tangga, dan belanja pemerintah pada akhir tahun,” jelas dia.
Selain itu, monentum pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada November 2024, ditambah dengan libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), diperkirakan akan memberikan tambahan dorongan bagi perekonomian di penghujung tahun.
“Pilkada atau pemilihan kepada daerah yang dilakukan secara serentak pada November 2024 dan musim libur nataru menjadi pendorong positif untuk prospek perekonomian di kuartal IV 2024,” ungkap dia.
Lebih jauh, ia menyampaikan bahwa untuk tahun 2025, sesuai pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan sedikit meningkat menjadi 5,2 persen.
Kendati demikian, proyeksi ini berada dalam bayang-bayang stagnasi pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) tetap berada di level 3,3 persen pada tahun 2025.
“Kita semua tau IMF dalam rilis januari 2025 mengeluarkan proyeksi dimna pertumbuhan ekonomi global di tahun 2025 akan tetap stagnan yaitu pada level 3,3 persen,” terangnya.
Ia juga menyoroti adanya divergensi ekonomi dunia, di mana pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda antarnegara memicu ketidakpastian di pasar keuangan.
“Pada kuartal keempat 2024, ekonomi Amerika Serikat tumbuh kuat, bahkan lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Namun, Eropa dan Jepang masih mengalami pelemahan,” kata Sri Mulyani.
Di sisi lain, perkembangan positif datang dari China. Dalam rilis terbaru Januari 2025, pertumbuhan ekonomi China pada kuartal keempat 2024 tercatat meningkat menjadi 5,4 persen yoy.
“Ini perkembangan positif, di mana akselerasi pertumbuhan didorong oleh stimulus ekonomi yang diluncurkan pemerintah China,” jelasnya. (*)