Logo
>

Deflasi Mei 2025: Tanda Konsumen Ragu Ekonomi Pulih

Mereka meragukan kestabilan pendapatan, khawatir kehilangan pekerjaan, dan merasa belum aman secara finansial

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Deflasi Mei 2025: Tanda Konsumen Ragu Ekonomi Pulih
Kawasan perkantoran Sudirman, Jakarta Selatan. Foto: KabarBursa.com/Abbas

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Deflasi sebesar 0,37 persen yang terjadi pada Mei 2025 bukan sekadar peristiwa statistik. Di balik penurunan harga tersebut, tersembunyi realitas ekonomi yang lebih dalam: masyarakat menahan konsumsi bukan karena tak memiliki kebutuhan, melainkan karena tak memiliki keyakinan.

    Ekonom dari Departemen Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menyatakan bahwa kondisi ini mencerminkan tekanan psikologis yang semakin kuat di tengah ketidakpastian ekonomi.

    “Konsumen diam bukan karena mereka tak butuh, melainkan karena mereka tak yakin. Mereka meragukan kestabilan pendapatan, khawatir kehilangan pekerjaan, dan merasa belum aman secara finansial,” tegasnya kepada KabarBursacom di Jakarta, Selasa 3 Juni 2025.

    Meski inflasi tahunan masih berada di 1,6 persen dan inflasi tahun berjalan tercatat 1,19 persen, penurunan harga tidak otomatis mendorong belanja. Pasokan barang stabil, harga turun, tetapi masyarakat tetap enggan mengeluarkan uang.

    Dalam pandangan Syafruddin, ini menandakan adanya krisis kepercayaan yang tidak bisa diatasi hanya dengan kebijakan moneter biasa.

    Ia menekankan bahwa deflasi saat ini tidak bisa ditafsirkan sebagai angin segar bagi konsumen, melainkan justru sebagai alarm lemahnya daya beli dan ekspektasi ekonomi.

    “Daya beli masyarakat bukan hanya soal nominal pendapatan, tapi soal ekspektasi. Jika mereka merasa masa depan tidak pasti, maka mereka akan menyimpan uangnya, bukan membelanjakannya,” jelasnya.

    Kondisi ini berdampak langsung pada sektor produksi. Ketika konsumsi stagnan, produsen cenderung mengurangi output, menahan ekspansi, dan menunda perekrutan tenaga kerja. Akibatnya, siklus ekonomi ikut melambat.

    Rantai ekonomi—yang menghubungkan konsumsi, produksi, dan pendapatan—mengalami pelemahan menyeluruh.

    Bank Indonesia sebenarnya telah mengambil langkah dengan menurunkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali sejak September 2024. Namun, menurut Syafruddin, efektivitas pelonggaran moneter akan sangat tergantung pada sejauh mana kebijakan itu mampu memulihkan kepercayaan publik.

    “Suku bunga rendah bisa membantu, tapi tidak cukup kuat jika masyarakat masih diliputi rasa waswas. Tanpa keyakinan akan stabilitas pendapatan, insentif konsumsi tetap tak akan maksimal,” katanya.

    Ia mendorong agar pemerintah bergerak cepat mempercepat belanja negara, terutama yang berdampak langsung pada konsumsi masyarakat. Program bantuan sosial, subsidi energi, dan proyek padat karya disebutnya sebagai strategi krusial untuk mengembalikan kepercayaan publik.

    “Setiap rupiah yang dibelanjakan ke sektor riil akan menciptakan permintaan dan membuka lapangan kerja. Itu yang bisa memutus lingkaran stagnasi yang dipicu deflasi,” pungkas Syafruddin.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.