KABARBURSA.COM - Dolar AS terus menguat mencapai level tertingginya dalam 11 minggu, Kamis, 17 Oktober 2024. Penguatan ini didorong oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) tidak akan memangkas suku bunga secara drastis pada pertemuan kebijakan berikutnya, serta meningkatnya spekulasi bahwa mantan Presiden Donald Trump akan kembali memenangkan pemilihan presiden mendatang.
Pada saat yang sama, pelemahan mata uang utama lainnya, seperti poundsterling dan euro, turut memperkuat posisi dolar AS. Laporan inflasi yang lebih lemah dari Inggris memberikan ruang bagi Bank of England (BoE) untuk melakukan pemangkasan suku bunga yang lebih agresif, sementara euro melemah di tengah ketidakpastian menjelang pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB).
Dolar sepertinya diuntungkan oleh spekulasi kebijakan Trump. Fokus para investor semakin tertuju pada pemilu presiden AS yang semakin mendekat. Kemenangan Donald Trump dipandang sebagai potensi penggerak utama penguatan dolar AS.
Kebijakan Trump, seperti rencana pemangkasan pajak, pelonggaran regulasi keuangan, dan penerapan tarif yang lebih tinggi terhadap mitra dagang AS, dianggap positif bagi dolar.
Menurut Direktur Eksekutif Klarity FX di San Francisco Amo Sahota, kebijakan Trump yang pro-tarif dapat berdampak negatif pada pertumbuhan eksportir di Asia dan Eropa. Dampaknya, bank sentral di wilayah tersebut mungkin terpaksa memangkas suku bunga, sehingga melemahkan mata uang mereka dan mendorong penguatan dolar AS.
Trump dalam sebuah wawancara dengan BloombergNews juga menegaskan niatnya untuk memberlakukan tarif tinggi pada sejumlah mitra dagang Amerika. Kebijakan ini dinilai investor sebagai langkah proteksionis yang menguntungkan barang-barang buatan Amerika Serikat, sekaligus membatasi masuknya produk asing.
Prospek Suku Bunga The Fed
Di sisi kebijakan moneter, ekspektasi terkait keputusan suku bunga Federal Reserve menjadi faktor kunci lain yang memengaruhi penguatan dolar AS. Meski sebelumnya banyak spekulasi tentang penurunan suku bunga yang agresif, saat ini para pelaku pasar hanya memperkirakan peluang sebesar 97 persen untuk penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan kebijakan 7 November mendatang. Peluang jeda tanpa perubahan suku bunga diperkirakan sebesar 3 persen, dengan trader memperkirakan langkah moderat dari The Fed.
Sementara itu, dibandingkan dengan bank sentral lainnya seperti ECB dan BoE, yang diperkirakan akan memangkas suku bunga secara lebih drastis karena ekonomi mereka melambat, ekonomi AS menunjukkan performa yang lebih baik. Hal ini membuat The Fed berada pada posisi yang lebih konservatif dalam hal pemangkasan suku bunga, yang pada gilirannya mendukung penguatan dolar.
Pelemahan Poundsterling dan Euro
Poundsterling menjadi salah satu mata uang utama yang mengalami penurunan terbesar pada hari Rabu, merosot sebesar 0,7 persen ke level USD1,2982. Data inflasi Inggris yang lebih rendah dari perkiraan memperkuat spekulasi bahwa BoE akan melakukan pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan depan, dengan kemungkinan pelonggaran lebih lanjut pada Desember.
Data inflasi Inggris menunjukkan penurunan laju inflasi harga konsumen tahunan menjadi 1,7 persen pada September, jauh di bawah perkiraan sebesar 1,9 persen. Angka ini juga merupakan yang terendah sejak April 2021, sehingga memberi ruang bagi BoE untuk memperlonggar kebijakan moneternya.
Di sisi lain, euro juga mengalami pelemahan terhadap dolar AS, turun 0,4 persen ke USD1,0855, mendekati level terendah sejak Agustus. Para investor menunggu hasil pertemuan ECB, meskipun pasar telah memperhitungkan kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Kinerja Mata Uang Lainnya
Mata uang yen Jepang juga melemah terhadap dolar AS, dengan dolar menguat 0,4 persen menjadi 149,765 yen. Mata uang ini berada dekat level tertinggi sejak awal Agustus. Bank of Japan diperkirakan akan mempertahankan kebijakan suku bunga rendah untuk mendukung ekonomi yang melambat.
Selain itu, dolar Australia dan Selandia Baru juga mencatat pelemahan di tengah skeptisisme atas stimulus ekonomi dari mitra dagang utama mereka, China. Aussie turun ke USD0,6659, level terendah sejak September, sementara dolar Selandia Baru jatuh ke USD0,6041, posisi terendah sejak Agustus.
Indeks Dolar dan Prospek Global
Indeks Dolar (Indeks DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap sekeranjang enam mata uang utama, naik 0,3 persen ke level 103,59, mencapai level tertinggi 11 minggu. Posisi ini mencerminkan optimisme investor terhadap prospek kebijakan moneter AS yang lebih stabil dibandingkan dengan wilayah lain.
Secara keseluruhan, penguatan dolar AS didorong oleh beberapa faktor utama, termasuk ekspektasi kebijakan ekonomi Trump, prospek suku bunga The Fed yang moderat, dan pelemahan ekonomi di zona euro dan Inggris. Kondisi ini membuat dolar AS semakin diminati sebagai safe haven di tengah ketidakpastian global, terutama menjelang pemilu presiden AS yang semakin dekat.(*)