KABARBURSA.COM - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat terhadap rupiah, dengan kurs mata uang Negeri Paman Sam itu masih bertahan di kisaran Rp15.900.
Penguatan ini memberikan tekanan signifikan pada perekonomian Indonesia, terutama pada harga bahan baku impor yang semakin mahal.
Mengutip data Google Finance, Rabu, 4 Desember 2024, dolar AS berada di posisi Rp15.958,76, mengalami penurunan tipis 0,13 persen. Namun, data RTI mencatat dolar AS di level Rp15.954, menguat 25 poin atau 0,16 persen.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menyebutkan pelemahan rupiah didorong oleh berbagai faktor global, termasuk kebijakan proteksionis Presiden Terpilih AS, Donald Trump, seperti kenaikan tarif impor.
“Kebijakan ini memicu gejolak ekonomi global sehingga pelaku pasar mencari aset yang dianggap aman, seperti dolar AS. Selain itu, peningkatan tensi perang di Timur Tengah dan Ukraina turut mendorong permintaan dolar AS,” jelas Ariston.
Ia menambahkan, prospek pemangkasan suku bunga acuan AS juga menjadi perhatian pasar. Namun, data ekonomi AS yang menunjukkan perbaikan membuat pasar memproyeksikan bahwa langkah tersebut tidak akan agresif.
Penguatan dolar AS memicu kekhawatiran terhadap industri dalam negeri yang bergantung pada bahan baku impor.
“Industri yang membutuhkan bahan baku impor, termasuk sektor pertanian dan peternakan, akan kesulitan karena biaya pembelian bahan baku melonjak,” ujar Ariston.
Selain itu, ia menyoroti dampak terhadap utang dalam dolar AS. “Utang perusahaan berbasis rupiah akan semakin sulit dilunasi, dan utang pemerintah juga berisiko membengkak,” tuturnya.
Pengamat Pasar Uang lainnya, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa kondisi geopolitik global menjadi salah satu penyebab utama melemahnya rupiah.
“Dolar terus menguat akibat ketegangan geopolitik, sehingga nilai tukar rupiah bahkan mencapai Rp16.000 dalam perdagangan perbankan,” ujarnya.
Ibrahim juga menambahkan bahwa penguatan dolar akan memicu inflasi yang lebih tinggi di Indonesia.
“Barang-barang impor, seperti teknologi, otomotif, pupuk, dan komoditas seperti kacang kedelai, akan semakin mahal. Hal ini pada akhirnya mendorong inflasi di dalam negeri,” tuturnya.
Penguatan dolar AS menuntut kewaspadaan dari pemerintah dan pelaku industri untuk memitigasi dampaknya, baik melalui pengelolaan kebijakan moneter maupun penguatan struktur industri domestik.
Penutupan Perdagangan, Rupiah Perkasa
Pada penutupan perdagangan, Rabu, 4 Desember sore hari ini, kurs rupiah tercatat menguat tipis meskipun hanya mampu sedikit mempertahankan penguatannya.
Menurut data yang dirilis Bloomberg, Rabu, 4 Desember 2024, rupiah bergerak ke level Rp15.937 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi pembukaan yang tercatat pada Rp15.969 per dolar AS.
Secara keseluruhan, selama perdagangan hari ini, nilai tukar rupiah tercatat menguat sebesar 8,5 poin atau sekitar 0,05 persen.
Hal yang sama disebutkan data Yahoo Finance menunjukkan pergerakan rupiah yang lebih kuat, yaitu diperdagangkan di level Rp15.925 per dolar AS.
Dalam hal ini, rupiah tercatat menguat sebesar sembilan poin atau sekitar 0,06 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa meski penguatan rupiah terbatas, ada kecenderungan perbaikan nilai tukar yang cukup signifikan dibandingkan dengan beberapa hari sebelumnya.
Sementara itu, menurut data dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), rupiah tercatat berada di level Rp15.957 per dolar AS pada hari ini. Angka ini juga menggambarkan adanya sedikit penguatan dibandingkan dengan posisi sebelumnya yang lebih rendah.
Meskipun terjadi penguatan, rupiah sempat diprediksi akan mengalami pelemahan pada perdagangan hari ini.
Ibrahim Assuaibi, seorang analis pasar uang, sebelumnya memprediksi bahwa rupiah kemungkinan besar akan melemah pada sesi perdagangan hari ini.
Bahkan, Ibrahim memperkirakan bahwa pada akhir perdagangan, rupiah akan berada di kisaran Rp15.930 hingga Rp16.010 per dolar AS. Prediksi ini mencerminkan kekhawatiran akan dampak ketidakpastian global yang berpotensi berlanjut hingga tahun 2025.
Peningkatan ketidakpastian global yang terjadi pada akhir 2024 menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi pergerakan rupiah. Menurut Bank Indonesia (BI), kondisi ketidakpastian yang meningkat ini diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan eskalasi geopolitik yang semakin memanas di beberapa wilayah dunia, serta perubahan kebijakan yang terjadi di negara-negara maju. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi sentimen investor terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
BI juga mengingatkan pentingnya kolaborasi erat antara berbagai pihak untuk menghadapi potensi dampak negatif dari ketidakpastian global.
Antisipasi dan mitigasi terhadap peningkatan ketidakpastian yang dipicu oleh isu geopolitik dan perubahan kebijakan di negara maju menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri.
Dalam konteks ini, pemerintah dan BI diharapkan dapat terus memperkuat koordinasi dengan berbagai sektor ekonomi guna menghadapi tantangan yang mungkin timbul dari ketidakpastian global tersebut.
Secara keseluruhan, meskipun pergerakan rupiah hari ini menunjukkan adanya sedikit penguatan, ketidakpastian global yang meningkat masih menjadi faktor yang dapat memengaruhi kestabilan nilai tukar rupiah ke depannya.
Dengan adanya sinergi dan langkah-langkah mitigasi yang tepat, diharapkan pergerakan rupiah dapat tetap terkendali meskipun ada tantangan eksternal yang terus berlanjut.
Di sisi lain, perkembangan ekonomi global yang dinamis, termasuk perubahan kebijakan moneter di negara maju, akan terus menjadi perhatian utama para pelaku pasar uang. Terlebih lagi, perubahan harga komoditas global dan kebijakan suku bunga yang diterapkan oleh bank sentral negara besar seperti Federal Reserve AS dapat memiliki dampak signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, dinamika pasar global yang terus berubah ini akan terus mempengaruhi arah pergerakan nilai tukar rupiah dalam waktu dekat.
Dalam menghadapi situasi ini, BI dan pemerintah Indonesia diharapkan dapat terus memantau perkembangan global dan mengambil kebijakan yang sesuai untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik, termasuk nilai tukar rupiah. (*)