KABARBURSA.COM - Nilai tukar dolar Amerika Serikat kembali melemah pada perdagangan Rabu, tergelincir ke posisi terendah dua pekan terhadap yen dan menyentuh level terlemah sepekan terhadap euro dan sterling.
Pelemahan greenback terjadi setelah laporan ketenagakerjaan sektor swasta menunjukkan kontraksi yang mengejutkan, sekaligus memperkuat keyakinan pasar bahwa Federal Reserve akan menurunkan suku bunga dua kali lagi sepanjang tahun ini.
Menurut laporan ADP National Employment Report, sektor swasta AS kehilangan 32.000 pekerjaan pada September. Angka ini jauh di bawah ekspektasi kenaikan 50.000 dan menambah tekanan setelah revisi data Agustus menunjukkan penurunan 3.000, berbalik dari laporan awal yang mencatat kenaikan 54.000.
Data ini mempertegas pelemahan pasar tenaga kerja yang semakin nyata, sehingga mendorong pasar obligasi untuk semakin yakin terhadap langkah pelonggaran moneter The Fed.
Reaksi pasar langsung terasa di pasar valuta asing. Dolar turun 0,6 PERSEN terhadap yen, DAN diperdagangkan di sekitar 147,07 yen. Ini menjadi level terlemah sejak 17 September.
Terhadap euro, greenback juga melemah ke posisi USD1,1738, sementara sterling menguat 0,3 persen menjadi USD1,3487. Indeks dolar, yang melacak pergerakan dolar terhadap enam mata uang utama, tergelincir 0,2 persen ke 97,68, posisi terendah dalam sepekan.
Pelemahan dolar juga terjadi di tengah bayang-bayang shutdown pemerintah AS yang mulai berlaku setelah Senat gagal mencapai kesepakatan pendanaan. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan ketidakpastian politik, tetapi juga berpotensi menghentikan rilis data-data ekonomi penting, termasuk laporan nonfarm payrolls (NFP) yang semestinya dirilis Jumat ini.
Absennya data kunci akan membuat tugas The Fed semakin sulit dalam mengukur kekuatan ekonomi, padahal keputusan suku bunga berikutnya akan diumumkan pada 29 Oktober mendatang.
Peluang Pemangkasan Suku Bunga Capai 99 Persen
Pasar uang kini memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada Oktober mencapai hampir 99 persen, dengan total pelonggaran yang bisa mencapai 50 basis poin hingga akhir tahun.
“Pasar tenaga kerja yang terus melemah adalah kisah besar, dan dengan shutdown, semakin banyak investor yang merasa rilis data resmi tidak bisa diandalkan,” Menurut Erik Bregar dari Silver Gold Bull.
Kondisi ini kontras dengan Jepang, di mana ekspektasi pasar justru berbalik lebih hawkish. Laporan tankan survey menunjukkan kepercayaan korporasi besar Jepang meningkat untuk kuartal kedua berturut-turut, dengan rencana belanja modal yang masih solid.
Bahkan, peluang Bank of Japan menaikkan suku bunga bulan ini diperkirakan mencapai 40 persen, sebuah perubahan tajam dari sikap dovish sebelumnya. Beberapa pejabat BOJ, termasuk Asahi Noguchi yang dikenal cenderung longgar, kini mulai menekankan urgensi pengetatan kebijakan.
Selain itu, investor global tetap mencari perlindungan di aset aman seperti yen, emas, dan obligasi AS. Sentimen risk-off akibat ketidakpastian politik di Washington memberi dorongan pada mata uang ber-yield rendah, sekaligus mempertegas posisi dolar yang semakin rapuh di mata investor internasional.
Dengan pasar tenaga kerja AS yang melemah, shutdown pemerintah yang belum jelas ujungnya, dan ekspektasi pemangkasan suku bunga yang semakin kuat, dolar AS kehilangan sebagian besar daya tariknya sebagai aset lindung nilai.
Di sisi lain, kebijakan moneter Jepang yang kian hawkish justru menambah tekanan baru terhadap greenback.
Bagi investor, kombinasi faktor domestik dan global ini membuat arah dolar dalam waktu dekat cenderung tetap melemah, setidaknya hingga ada kepastian lebih lanjut mengenai arah kebijakan The Fed dan penyelesaian krisis politik di Washington.(*)