Logo
>

Dolar Masih Lemah di Tengah Gejolak Investor dan Lambatnya Pertumbuhan Ekonomi

Ditulis oleh Yunila Wati
Dolar Masih Lemah di Tengah Gejolak Investor dan Lambatnya Pertumbuhan Ekonomi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dolar Amerika Serikat masih terus melemah di tengah tekanan perdagangan dalam negeri yang sedang bergejolak karena investor sedang bersiap untuk mendengar laporan payrolls yang akan terjadi pada Jumat, 6 September 2024 waktu setempat atau Sabtu, 7 September 2024 WIB. Data payrolls itu sendiri dapat membentuk jalur pemotongan suku bunga dari Federal Reserve.

    Selain gejolak investor, Reuters di New York, pagi ini melaporkan tekanan terhadap dolar juga terjadi karena adanya tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang meningkatkan peluang The Fed dalam memangkas suku bunga dengan lebih cepat.

    Chairman Fed Jerome Powell pada bulan lalu sempat mengatakan, mendukung dimulainya pemotongan suku bunga dalam waktu dekat. Hal itu dipilihnya sebagai bentuk perhatian atas melemahnya pasar tenaga kerja. Karena, dari data yang dirilis hari ini terlihat bahwa telah terjadi penurunan pengajuan aplikasi baru untuk tunjangan pengangguran. Data PHK pun tetap rendah.

    Laporan inilah yang kemudian membantu meredakan kekhawatiran bahwa pasar tenaga kerja memburuk. Apalagi pada rilis sesi sebelumnya, terlihat pertumbuhan lapangan kerja swasta Amerika Serikat sepanjang Agustus kemarin mencapai titik terendahnya dalam tiga setengah tahun.

    Berdasarkan survei Reuters terhadap beberapa ekonom, diperkirakan terjadi peningkatan lapangan kerja sebanyak 165.000 per Agustus 2024. Jumlah tersebut meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 114.000.

    "Ada perasaan yang membayangi bahwa penurunan ekonomi akan terjadi. Sayangnya, sederet angka terbaru ini tidak menunjukkan hal itu," kata Adam Button, Chief Currency Analyst Forexlive di Toronto, AS.

    Dia melanjutkan, pasar kemungkinan akan mengalami sejumlah perubahan antara 25 sampai 69 basis poin pada setiap titik data. Menurut FedWatch Tool CME Group, diperkirakan peluang tersebut adalah 59 persen untuk pemotongan 25 basis poin ketika The Fed bertemu pada 17 dan 18 September, dengan peluang 41 persen untuk pemangkasan 50 basis poin. Jadi, keseluruhan ada sekitar 100 basis poin pemotongan di tahun ini.

    Mata Uang Eropa

    Melemahnya dolar AS ternyata tidak diikuti oleh mata uang di Eropa. Terbukti, mata uang Eropa justru menguat 0,2 persen terhadap dolar, di mana posisinya kini berada di level USD1,1106, tertinggi dalam satu minggu. Sementara, Index Dolar atau Indeks DXY, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang lainnya, ikut turun 0,2 persen menjadi 101,08.

    Begitu pula terhadap yen Jepang, dolar melorot 0,3 persen menjadi 143,35 yen. Ini adalah level terendah dalam satu bulan. Permintaan akan safe haven dan ekspektasi kenaikan suku bunga dari Bank of Japan, membantu mengangkat yen dalam beberapa sesi terakhir.

    Saat ini trader tengah bersiap menghadapi potensi pergerakan besar dalam mata uang di sesi Jumat. Adapun volatilitas opsi tersirat overnight, ukuran permintaan untuk perlindungan, berada di level tertinggi sejak krisis perbankan pada Maret 2023 (untuk Euro) dan di posisi puncak dalam setahun (untuk Yen).

    Mata uang lainnya yang menguat terhadap dolar adalah Poundsterling. Mata uang Inggris ini naik 0,2 persen menjad USD1,31715 pada Kamis. Bank of England akan bertemu dalam dua minggu untuk menetapkan kebijakan moneter baru.

    Saat ini pasar derivatif menunjukkan kepada trader adanya peluang penurunan suku bunga meskipun sangat kecil. Tetapi, pemangkasan seperempat poin sudah diperhitungkan sepenuhnya untuk pertemuan November nanti.

    Sementara, dolar Australia membalikkan kerugian sebelumnya dan diperdagangkan naik 0,1 persen. Kenaikan tersebut didukung dari Reserve Bank of Australia yang masih bersikap hawkish.

    Pada rupiah terjadi kenaikan yang sangat signifikan. Rupiah perkasa terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kembali mencatatkan penguatan signifikan, mencapai level tertingginya sejak awal tahun 2024.

    Menurut data dari Refinitiv, rupiah pada perdagangan Kamis, 5 September 2024, ditutup di posisi Rp15.395 per dolar AS, mencatatkan kenaikan sebesar 0,48 persen dibandingkan harga penutupan sebelumnya.

    Penguatan mata uang Garuda terjadi seiring dengan melemahnya pasar tenaga kerja AS, yang semakin memperkuat ekspektasi bahwa bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

    Laporan Job Openings and Labor Turnover Summary (JOLTS) AS menunjukkan bahwa jumlah lowongan pekerjaan pada Juli 2024 turun drastis ke level terendah dalam tiga setengah tahun terakhir, dengan hanya 7,673 juta lowongan. Angka ini jauh di bawah perkiraan pasar yang sebesar 8,1 juta, menambah kekhawatiran atas perlambatan ekonomi AS.

    Bersamaan dengan penurunan jumlah lowongan kerja, rasio antara jumlah lowongan pekerjaan dan pekerja yang tersedia juga turun menjadi kurang dari 1,1. Ini merupakan penurunan yang signifikan dibandingkan dengan puncaknya di awal tahun 2022, yang mencapai lebih dari 2:1.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79