KABARBURSA.COM - Anggota Banggar DPR RI, Sukamta, menyatakan dukungan terhadap arah kebijakan fiskal 2026 yang disusun pemerintah untuk memperkuat kedaulatan ekonomi di tengah tekanan global. Defisit tetap dijaga di bawah 2,6 persen PDB, sementara fokus diarahkan ke sektor strategis seperti pangan, energi, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Sukamta menilai kebijakan tersebut mencerminkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat kedaulatan ekonomi nasional di tengah tekanan global dengan tetap menjaga defisit fiskal di kisaran 2,48 persen hingga 2,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Kami mengapresiasi langkah pemerintah yang tetap menjaga disiplin fiskal dengan defisit di kisaran 2,48–2,53 persen PDB, namun tetap mengedepankan keberpihakan kepada rakyat melalui delapan strategi pembangunan nasional,” ujar Sukamta dalam keterangan tertulis, Jumat, 23 Mei 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyampaikan keterangan pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun Anggaran 2026. Ia mengatakan, penyusunan KEM-PPKF Tahun 2026 dihadapkan pada perubahan yang drastis dan dramatis dari lanskap tatanan dan tata kelola dunia.
Secara prospektif, proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2025–2026 mengalami penurunan. IMF memperkirakan ekonomi dunia pada 2025 hanya tumbuh 2,8 persen, atau turun 0,5 poin persen dari estimasi sebelum perang tarif.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami revisi ke bawah sebesar 0,4 persen. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan menjadi 4,7 persen untuk tahun 2025 dan 2026.
Menyikapi gejolak global, Sri Mulyani menyatakan bahwa arah kebijakan fiskal 2026 difokuskan pada penguatan kedaulatan di sektor pangan, energi, dan ekonomi guna mewujudkan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan sejahtera.
Sri Mulyani menambahkan, kebijakan fiskal 2026 akan dioptimalkan secara tepat sasaran dan selektif untuk merespons tekanan serta ketidakpastian, sembari tetap menjaga komitmen terhadap agenda pembangunan jangka menengah.
Menanggapi penjabaran Sri Mulyani soal arah kebijakan fiskal tahun depan, Sukamta menyatakan dukungannya. Menurutnya, menjadikan kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi sebagai agenda utama pembangunan adalah langkah yang tidak bisa ditunda. Bagi Sukamta, kebijakan ini bukan sekadar respons terhadap gejolak global, melainkan bagian dari strategi jangka panjang menuju bangsa yang berdiri di atas kaki sendiri.
“Kami mendukung penguatan program-program strategis seperti ketahanan pangan, makan bergizi gratis, pendidikan, dan perlindungan sosial. Program-program ini harus dijalankan dengan tata kelola yang baik agar benar-benar menjangkau rakyat kecil,” ungkap Sukamta.
Pemerintah juga dinilai telah mengarahkan insentif fiskal secara lebih presisi. Dukungan anggaran diberikan kepada sektor-sektor kunci yang diyakini mampu mempercepat proses transformasi ekonomi. Target penerimaan negara pun dipatok berada di rentang 11,71 persen hingga 12,22 persen dari PDB, sebuah angka yang mencerminkan optimisme sekaligus kehati-hatian fiskal.
Di sisi lain, efisiensi tetap jadi ruh pengelolaan anggaran negara. Penataan belanja dilakukan dengan menekan pengeluaran operasional dan mengarahkan ulang alokasi anggaran agar lebih produktif. Pemerintah memperkirakan porsi belanja negara akan berada pada kisaran 14,19 persen hingga 14,75 persen dari PDB.
Sukamta menegaskan reformasi fiskal harus menyasar dua hal sekaligus, yakni penerimaan negara yang adil dan efisien, serta belanja yang tepat guna. Ia memandang sistem perpajakan dan distribusi anggaran perlu menghindari membebani rakyat kecil, khususnya pelaku UMKM.
“Mobilisasi pendapatan harus menghindari beban berlebih bagi masyarakat kecil dan UMKM. Di sisi belanja, efektivitas dan efisiensi menjadi kata kunci agar setiap rupiah APBN menghasilkan manfaat nyata bagi kesejahteraan rakyat,” kata Legislator dari Dapil DI Yogyakarta tersebut.
Pada 2026, pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan ke kisaran 6,5 persen–7,5 persen. Tingkat pengangguran terbuka ditetapkan dalam rentang 4,44 persen–4,96 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan target tahun 2025 yang berada di kisaran 4,5 persen –5,0 persen.
Rasio gini diproyeksikan membaik ke rentang 0,377–0,380 dari target tahun sebelumnya sebesar 0,379–0,382. Selain itu, Indeks Modal Manusia (IMM) diharapkan meningkat menjadi 0,57, naik dari target 2025 sebesar 0,56.
Di sisi lain, Sukamta menyoroti pentingnya harmonisasi fiskal pusat dan daerah agar pembangunan lebih merata dan berkeadilan. Khususnya dalam mendukung transformasi ekonomi di desa, penguatan koperasi, dan UMKM.
“Ini saatnya kita menjadikan APBN sebagai alat perjuangan untuk kedaulatan dan kesejahteraan. Kami di DPR siap bekerja sama untuk mewujudkan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan berkeadilan,” kata Sukamta.(*)