KABARBURSA.COM - Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto, menyatakan pihaknya terus berupaya agar aktivitas industri pertambangan tidak merusak lingkungan.
Sugeng memandang industri pertambangan harus memiliki tata kelola baik menuju green economic, salah satunya dengan mengusung ESG (Environment, Social, Governance).
"Dunia tanpa pertambangan adalah dunia tanpa peradaban. Sebaliknya, pengelolaan pertambangan yang tidak mempertahankan ESG akan merusak lingkungan," kata Sugeng dalam acara diskusi KabarBursa Economic Insight 2025 (KEI 2025) dengan tema besar Greenomic Indonesia: Challenges in Banking, Energy Transition, and Net Zero Emissions di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Februari 2025.
Sugeng memaparkan, hingga kini industri pertambangan masih menjadi tulang punggung ekonomi dalam negeri. Hal ini berkaca dari ekspor Indonesia yang masih didominasi oleh komoditi, di antaranya seperti tambang dan kelapa sawit.
"Dalam rangka itu dunia pertambangan harus kita terapkan tata kelola yang pruden (hati-hati) dengan ESG," ujar dia.
Sugeng mengakui, industri pertambangan cukup berpotensi merusak lingkungan. Ke depan, pihaknya pun akan berupaya menerapkan metode pertambangan yang tidak lagi open bid atau penawaran terbuka.
Selain itu, pria 62 tahun tersebut membeberkan salah satu langkah penting yang harus dijalankan di industri pertambangan. Seperti, adanya kewajiban untuk mereboisasi atau menanam kembali tumbuhan pasca melakukan aktivitas tambang.
"Memang ini memerlukan investasi yg besar berupa modal, kapital dan teknologi," jelasnya.
Menurut Sugeng, bumi tidak boleh rusak hanya karena adanya aktivitas pertambangan. Dia menjelaskan, saat ini suhu bumi sudah mencapai 1,6 derajat celsiu, dihitung sejak revolusi industri tahun 1850.
"Maka kita semua mencegah jangan sampai mendekati 2 derajat celcius. Hanya tinggal 0,4 derajat saja itu dikhawatirkan Kutub Utara dan Selatan akan mencair maka permukaan air laut akan naik kurang lebih 1,5 meter," pungkasnya.
PERHAPI: Perlu Ada Standar ESG yang Relevan bagi Industri Tambang Nasional
Di sisi lain Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) menilai standar Environmental, Social, and Governance atau ESG dalam industri tambang nasional perlu disesuaikan dengan karakteristik lokal agar dapat diterapkan secara optimal. Ketua Bidang Hubungan Industri PERHAPI Ardhi Ishak Koesen, mengatakan regulasi ESG saat ini masih didominasi oleh standar global yang belum tentu selaras dengan kondisi pertambangan di Indonesia.
“Saat ini, standar ESG yang ada masih merujuk pada regulasi global, yang sering kali kurang relevan dengan kondisi pertambangan di Indonesia. Oleh karena itu, kami sedang mengembangkan kaidah ESG yang dapat diadaptasi dan diterapkan secara efektif oleh perusahaan tambang nasional,” kata Ardhi dalam kesempatan serupa.
Dalam diskusi panel 1 bertema Embracing Sustainable Mining Practices to Build a Sustainable Future itu, Ardhi menjelaskan penerapan ESG yang tepat dapat meningkatkan transparansi industri tambang serta menarik lebih banyak investasi, khususnya dari investor global yang kini semakin selektif dalam menanamkan modalnya. Menurutnya, aspek keberlanjutan dan tata kelola yang baik menjadi faktor utama dalam menarik kepercayaan pemodal.
“Industri tambang harus mampu menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial. Dengan begitu, kepercayaan investor dan pemangku kepentingan dapat terjaga,” katanya.
Selain itu, PERHAPI juga menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam operasional perusahaan tambang. Alumni Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada ini menilai, program tanggung jawab sosial seharusnya bukan sekadar formalitas, tetapi harus memiliki dampak nyata bagi masyarakat sekitar.
Di luar aspek lingkungan dan sosial, Ardhi menegaskan standar ESG yang diterapkan harus selaras dengan kebijakan nasional. Regulasi yang terlalu kaku atau tidak menyesuaikan kondisi lokal, kata dia, justru berpotensi menghambat operasional perusahaan tambang.
“Kami ingin memastikan bahwa standar ESG yang kami kembangkan dapat diterapkan secara realistis oleh perusahaan tambang, tanpa menghambat produktivitas mereka,” katanya.
Melalui inisiatif ini, PERHAPI berharap industri tambang Indonesia dapat semakin berkelanjutan, bertanggung jawab, serta memiliki daya saing di pasar global dengan menerapkan standar ESG yang lebih komprehensif.
Tentang KEI 2025
KabarBursa Economic Insight (KEI) 2025 merupakan forum diskusi tahunan yang mempertemukan pemangku kepentingan di sektor energi, keuangan, dan industri dalam membahas tantangan serta peluang menuju ekonomi hijau. Tahun ini, KEI mengusung tema besar Greenomic Indonesia: Challenges in Banking, Energy Transition, and Net Zero Emissions, yang bertujuan untuk menggali solusi konkret dalam mewujudkan transformasi keberlanjutan energi di Indonesia.
Acara ini mengundang sejumlah tokoh penting, seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Selain itu, berbagai akademisi, pelaku industri, dan analis pasar modal, dan perwakilan dari sektor keuangan juga turut berpartisipasi dalam forum ini.
Dalam agenda KEI 2025, terdapat tiga panel diskusi utama yang membahas sektor pertambangan, kendaraan ramah lingkungan, dan strategi keuangan hijau. Setiap sesi diharapkan dapat menghasilkan wawasan baru serta rekomendasi kebijakan yang dapat membantu mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon di Indonesia.(*)