KABARBURSA.COM - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini mempertanyakan skema pinjaman Rp500 juta kepada pengusaha usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terlibat dalam ekosistem program Makan Bergizi Gratis atau MBG.
Menurutnya, pemerintah perlu menjelaskan terkait siapa bank yang terlibat, berapa jumlah bunga pinjaman, dan bagaimana likuiditasnya.
"Pertanyaannya, apakah ini murni pinjaman atau ada subsidi bunga? Jika pinjaman, berapa besar bunga yang dikenakan?" ujar Novita melalui keterangan tertulis yang dikutip Kabarbursa.com di Jakarta, Sabtu, 8 Februari 2025.
Terkait lembaga pembiayaan, Novita mempertanyakan apakah berasal dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau bank pembangunan daerah (BPD). Oleh karena itu, ia memastikan para bank yang terlibat pada skema tersebut memiliki likuiditas yang tetap stabil, mengingat jumlah daerah pelaksanaan program MBG banyak.
"Apakah bank-bank yang terlibat mampu menjaga likuiditas untuk menyalurkan pinjaman sebesar ini? Apalagi di sisi lain ada wacana penghapusan piutang UMKM," imbuhnya.
Pada gilirannya, Novita menegaskan bagaimana strategi pemerintah agar kebijakan ini tidak berdampak pada stabilitas ekonomi dan menghindari krisis moneter.
Perempuan yang dikenal sebagai tokoh pemberdayaan perempuan pelaku UMKM itu berharap pemerintah dapat memberikan penjelasan komprehensif mengenai skema pembiayaan ini agar UMKM benar-benar merasakan manfaatnya tanpa terbebani risiko finansial.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mendukung penuh rencana pemerintah memberikan akses modal usaha hingga Rp500 juta kepada UMKM yang menjadi mitra program MBG. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah konkret afirmasi pemerintah dalam mendukung pelaku UMKM.
“Anggaran untuk pelaksanaan MBG ini sangat besar. Karena itu, manfaatnya harus dirasakan semua pihak. Termasuk dalam memberdayakan ekonomi kecil dan menengah,” ujar Saleh
Menurutnya, pemberdayaan UMKM memiliki dampak luas, terutama dalam membuka lapangan kerja baru dan mendorong pemerataan ekonomi.
“Kalau UMKM berdaya, peredaran uang bisa terdistribusi lebih merata. Semua orang memiliki akses yang sama dalam berusaha dan bekerja,” kata Saleh.
Namun, dirinya mengingatkan bahwa UMKM yang ingin terlibat dalam program ini harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut terfokus pada pentingnya kualitas makanan yang diproduksi, kemampuan produksi sesuai kebutuhan, distribusi yang tepat waktu, dan kelayakan usaha. Semua aspek ini harus dipenuhi untuk memastikan program berjalan lancar dan memberikan dampak positif.
Tak hanya itu, ia juga mengajak masyarakat, khususnya orang tua dan wali murid, untuk aktif mengawasi kualitas makanan yang diproduksi oleh UMKM mitra MBG.
“Karena, makanan ini dibagi ke anak-anak sekolah, maka pengawasan dari masyarakat sangat penting. Jika ada yang kurang, sampaikan ke pemerintah atau langsung kepada UMKM terkait,” imbuh Wakil Ketua Umum DPP PAN, Dapil Sumut II itu.
Saleh menekankan bahwa pengawasan hendaknya dilakukan dengan niat baik untuk meningkatkan kualitas. Saran dan masukan konstruktif dari masyarakat sangat diperlukan agar program ini dapat berjalan optimal dan bermanfaat bagi semua pihak.
DPR Desak OJK Permudah Kredit untuk UMKM
Di samping itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Mohamad Hekal menyoroti rendahnya penyaluran kredit bagi UMKM. di Indonesia. Hingga kini, porsi kredit yang diberikan kepada sektor ini masih berkisar 20 persen, padahal kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 60 persen.
“Kami mendorong agar akses ini ditingkatkan dan dipermudah melalui kebijakan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” kata Hekal dalam keterangan tertulis, Jumat, 31 Januari 2025.
Hekal menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dan sektor perbankan untuk mewujudkan program Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Peningkatan jumlah wirausaha, pembangunan ekonomi desa, serta penciptaan lapangan kerja dinilai sangat bergantung pada ketersediaan pembiayaan yang lebih inklusif bagi pelaku usaha kecil.
Selain itu, ia juga mengingatkan terbatasnya akses kredit mendorong pelaku UMKM mencari pinjaman dari sumber yang kurang aman, seperti pinjaman online ilegal dengan bunga mencekik. Kemudahan akses pembiayaan dari perbankan diyakini dapat menjadi solusi bagi mereka agar tidak terjebak dalam skema pinjaman yang merugikan.
Hekal mengapresiasi langkah OJK dalam meningkatkan literasi keuangan di kalangan pelaku usaha kecil. Namun, ia mengusulkan agar program literasi ini disusun dalam roadmap yang lebih terstruktur untuk memastikan efektivitas serta koordinasi yang lebih baik antar pemangku kepentingan.
“Kementerian Keuangan, OJK, dan legislatif harus berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah digariskan dalam Asta Cita,” katanya.
Politisi Partai Gerindra ini juga menilai pemetaan UMKM yang membutuhkan dukungan kredit perlu lebih akurat, terutama dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurutnya, pendekatan berbasis kebutuhan dan ekosistem UMKM akan lebih efektif dibandingkan pendekatan umum yang selama ini diterapkan.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan penyaluran kredit UMKM di Jawa Tengah pada November 2024 mencapai 49,3 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional.
Ia menyoroti beberapa kebijakan yang telah diterapkan untuk memperkuat dukungan terhadap UMKM. Salah satunya adalah peluncuran Kredit Melawan Rentenir, yang dirancang untuk mengurangi ketergantungan pelaku usaha kecil terhadap pinjaman berbunga tinggi. Selain itu, OJK juga mengembangkan KUR Klaster dalam Ekosistem Digital guna mendorong digitalisasi dan akses pembiayaan berbasis teknologi.
Tak hanya itu, upaya perlindungan konsumen juga terus diperkuat melalui Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), yang bertugas memastikan keamanan pelaku usaha dari praktik keuangan ilegal. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem usaha yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi UMKM di Indonesia. (*)