Logo
>

DPR Sahkan UU Kepariwisataan Baru, GIPI Tolak Penghapusan Bab XI

Penghapusan Bab XI tentang GIPI dan tidak dimasukkannya pembentukan Tourism Board ke dalam undang-undang

Ditulis oleh Desty Luthfiani
DPR Sahkan UU Kepariwisataan Baru, GIPI Tolak Penghapusan Bab XI
Ketua Umum GIPI Hariyadi B.S. Sukamdani saat melakukan konferensi pers secara hybrid. Foto: Tangkapan Layar Diskusi

KABARBURSA.COM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Undang-Undang Kepariwisataan hasil perubahan ketiga pada 2 Oktober 2025. Namun, langkah tersebut menuai penolakan keras dari Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI). Pelaku industri menilai beleid baru tersebut justru menghapus pondasi kelembagaan pariwisata nasional yang telah dibangun selama lebih dari satu dekade.

Reaksi penolakan terutama mengarah pada dua hal yakni penghapusan Bab XI tentang GIPI dan tidak dimasukkannya pembentukan Tourism Board ke dalam undang-undang. Padahal, kedua elemen tersebut selama ini dianggap krusial bagi koordinasi, promosi, dan pembiayaan sektor pariwisata Indonesia.

“Ini bukan sekadar perubahan pasal, tapi perubahan struktur kelembagaan pariwisata nasional,” kata Ketua Umum GIPI Hariyadi B.S. Sukamdani dalam acara konferensi pers secara Hybrid di Pik 2, Jakarta dikutip Senin, 13 Oktober 2025. L

Apa itu Tourism Board dan Mengapa Penting

Tourism Board adalah lembaga promosi pariwisata nasional yang secara khusus bertugas memperkuat branding, pemasaran, dan koordinasi lintas sektor untuk mendatangkan wisatawan, terutama mancanegara. Lembaga semacam ini sudah lama ada di negara-negara tetangga seperti Tourism Authority of Thailand (TAT) di Thailand, Singapore Tourism Board (STB) di Singapura, dan Tourism Malaysia.

Fungsi utamanya mencakup perencanaan strategi pemasaran wisata, promosi internasional, sinergi dengan pelaku industri, serta memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah. Dalam konteks Indonesia, keberadaan Tourism Board sempat diusulkan Komisi VII DPR dan pelaku industri untuk menjadi payung koordinasi nasional. Namun, usulan tersebut tidak masuk ke dalam Undang-Undang Kepariwisataan yang baru disahkan.

“Indonesia satu-satunya negara ASEAN yang belum punya Tourism Board, padahal ini sangat penting untuk memperkuat daya saing sektor pariwisata,” ujar Hariyadi.

Penghapusan Bab XI dan Kelembagaan GIPI

Selain absennya Tourism Board, GIPI juga menolak penghapusan Bab XI tentang Gabungan Industri Pariwisata Indonesia dari UU 10/2009. Bab tersebut selama ini menjadi dasar hukum berdirinya GIPI sebagai induk asosiasi pariwisata nasional.

Haryadi menyatakan sejak dibentuk pada 2012, GIPI berperan sebagai rumah besar bagi asosiasi pelaku wisata di berbagai sektor seperti perhotelan, restoran, transportasi wisata, biro perjalanan, dan atraksi wisata. GIPI menjadi forum koordinasi antara pelaku usaha dan pemerintah dalam merancang strategi promosi dan pengembangan destinasi.

“Bab XI dihapus begitu saja tanpa pembahasan terbuka, padahal peran GIPI selama ini strategis,” kata Hariyadi. Ia juga menegaskan bahwa perubahan tersebut tidak muncul dalam draf awal pembahasan RUU.

Pendanaan Pariwisata Tak Tersentuh

GIPI juga menyoroti minimnya perhatian pada aspek pendanaan pariwisata dalam UU baru. Selama ini, dana dari pajak hotel, restoran, hiburan, serta pungutan visa dan PPN pariwisata sebagian besar terserap ke kas pemerintah pusat atau daerah. Kontribusinya kembali ke pengembangan sektor wisata sangat kecil.

GIPI mengusulkan skema pendanaan melalui Badan Layanan Umum (BLU) Pariwisata, yang akan dibiayai oleh pungutan wisatawan mancanegara dan dialokasikan khusus untuk promosi dan pengembangan destinasi. Namun, usulan itu juga tidak diakomodasi dalam undang-undang.

“Pendanaan adalah titik lemah pariwisata kita. Tanpa sumber dana khusus dan kelembagaan yang kuat, sulit bagi industri untuk bersaing secara regional,” kata Hariyadi.

GIPI juga mencatat bahwa Pasal 14 tentang usaha pariwisata tidak mengalami perubahan signifikan. Padahal, pelaku industri sudah lama mengusulkan agar jenis usaha manajemen pariwisata seperti operator hotel dan restoran diakomodasi dalam regulasi.

Usulan tersebut sebenarnya telah disepakati dalam revisi KBLI 2025, tetapi tidak tercermin dalam beleid final.

Revisi UU Kepariwisataan tersebut diusulkan sejak Juli 2024 dan dibahas selama satu tahun lebih sebelum akhirnya disahkan pada 2 Oktober 2025. Dalam prosesnya, pelaku industri beberapa kali menyampaikan masukan, namun sejumlah poin strategis justru tidak masuk dalam beleid akhir.

“Proses ini menunjukkan bahwa pariwisata belum menjadi prioritas pembangunan ekonomi nasional,” ujar Hariyadi.

Dengan penghapusan Bab XI dan absennya Tourism Board, sektor pariwisata Indonesia akan menghadapi tantangan kelembagaan yang lebih besar. Koordinasi antara pemerintah dan pelaku industri menjadi lebih terbatas, dan promosi wisata nasional tidak memiliki payung kelembagaan khusus.

GIPI menyatakan akan terus mengawal proses penyusunan peraturan turunan dan membuka dialog dengan pemerintah. (*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Desty Luthfiani

Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".