Logo
>

Ekonom Pesan Prabowo-Gibran Jaga Keseimbangan Fiskal

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Ekonom Pesan Prabowo-Gibran Jaga Keseimbangan Fiskal

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM Indef Eisha Rachbini meminta agar pemerintahan Prabowo Subianto nantinya mampu menjaga keseimbangan fiskal. Hal itu disampaikan Eisha Rachbini dalam acara diskusi virtual Insan Cita bertemakan Warisan Hutang Jokowi dan Prospek Pemerintahan Prabowo, Minggu malam, 15 September 2024.

    “Menjaga keberlanjutan keseimbangan fiskal ini memang perlu dilakukan, karena kalau tidak ketika kestabilan makro-ekonominya sudah tidak bisa dijaga, ini bisa mempengaruhi banyak hal termasuk bisa berdampak pada kesejahteraan masyarakat kita,” kata Eisha Rachbini.

    Selain itu, Prabowo juga diminta untuk mengendalikan defisit APBN, karena keseimbangan fiskal atau keberlanjutan fiskal itu untuk masa depan keuangan negara agar tidak membebani generasi ke depan. 

    “Ketika utang diambil sekarang, itu pasti akan dibayarkan oleh generasi-generasi mendatang, kalau kita terlalu jor-joran pada saat ini tanpa memikirkan generasi mendatang ini juga sangat tidak adil untuk mereka yang generasi-generasi kita mendatang,” katanya.

    Ia menambahkan, jika pemerintahan Prabowo tidak mampu menanggulangi kebijakan fiskal dengan baik dan juga tidak adanya check and balances maka pertumbuhan ekonomi ke depan akan terpuruk.

    “Karena itulah yang sebenarnya yang diturunkan untuk generasi ke depan kalau kita tidak bisa mengulangi dengan baik,” ucapnya.

    “Banyak hal yang memang perlu menjadi check and balance. Ketika ada yang tidak baik tidak sesuai dengan apa yang kita prinsipnya adalah keseimbangan fiskal ke depan maka perlu dikoreksi,” tutupnya.

    Diketahui, risiko ekonomi global akan banyak mewarnai pelaksanaan anggaran pada masa pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, setidaknya ada empat risiko yang akan memengaruhi APBN 2025, yakni suku bunga global yang masih tinggi hingga tensi geopolitik.

    "Global environment masih sangat tidak pasti meskipun kita melihat ada suatu pola yang berulang," ucap Sri Mulyani saat konferensi pers RAPBN 2025 di kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta.

    Secara rinci, empat risiko yang akan mewarnai APBN 2025, pertama ialah suku bunga global yang akan bertahan tinggi, dipicu oleh inflasi jasa yang terus bertahan di level tinggi.

    Risiko kedua ialah tensi geopolitik yang masih terus memanas, mulai dari eskalasi tensi antara Amerika Serikat dan China, maraknya fragmentasi dan proteksionisme, konflik di Timur Tengah yang makin memburuk, perang Rusia-Ukraina, hingga kerentanan rantai pasok.

    Risiko ketiga menurut Sri Mulyani ialah pertumbuhan ekonomi global yang masih akan lemah. Dipicu oleh probabilitas resesi dan tekanan fiskal di Amerika Serikat, perlambatan ekonomi di China, serta pemulihan ekonomi di Eropa yang masih lemah dari dampak Covid-19.

    Risiko keempat ialah gejolak pasar keuangan, yang dipengaruhi oleh tingginya volatilitas nilai tukar dan imbal hasil surat utang negara, asset repricing, serta volatilitas arus modal internasional.

    "Oleh karena itu policy seperti daya beli, dan employment cretaion menjadi penting termasuk dalam hal itu nanti berbagai kebijakan-kebijakan kesehatan dan pendidikan," ujarnya.

    Kondisi Fiskal Indonesia

    Kondisi fiskal Indonesia saat ini relatif stabil, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk 2024 berada di kisaran 5 persen hingga 5,2 persen. Pemerintah terus berfokus pada belanja untuk program sosial dan infrastruktur guna menjaga stabilitas ekonomi. Pengeluaran pemerintah melalui Program Perlindungan Sosial (Perlinsos) dan belanja terkait Pilkada serentak diharapkan dapat mendongkrak konsumsi domestik.

    Di sisi penerimaan, kebijakan fiskal pemerintah telah difokuskan pada optimalisasi pendapatan negara, terutama melalui reformasi perpajakan dan hilirisasi industri. Pendapatan negara dari pajak meningkat, mendukung pembiayaan berbagai proyek strategis seperti infrastruktur dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Sektor manufaktur dan konstruksi juga menjadi pilar penting pertumbuhan ekonomi, didukung oleh peningkatan nilai tambah dari program hilirisasi​.

    Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga keseimbangan antara defisit anggaran dan belanja pemerintah yang tinggi, terutama dalam situasi global yang masih rentan terhadap ketidakpastian ekonomi. Berikut tantangan utamanya:

    1. Ketergantungan pada Komoditas Ekspor

    Penerimaan negara, terutama dari pajak dan ekspor, sangat bergantung pada harga komoditas seperti batu bara, minyak sawit, dan mineral. Fluktuasi harga komoditas ini dipengaruhi oleh permintaan global dan perubahan kebijakan perdagangan internasional. Ketika harga komoditas menurun, penerimaan negara bisa terpengaruh, mengganggu keseimbangan anggaran.

    2. Hutang dan Defisit Anggaran

    Defisit fiskal dan tingkat utang publik yang terus meningkat bisa menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas fiskal. Indonesia menghadapi tekanan untuk menjaga defisit anggaran tetap dalam batas yang aman. Pemerintah perlu menjaga rasio utang terhadap PDB tetap terkendali sambil memastikan belanja untuk infrastruktur dan program sosial tetap berjalan.

    3. Efektivitas Kebijakan Perpajakan

    Meningkatkan penerimaan negara dari pajak menjadi tantangan besar, terutama dalam menghadapi tingkat kepatuhan pajak yang relatif rendah dan tantangan dalam memperluas basis pajak. Reformasi perpajakan bertujuan meningkatkan efisiensi dan kepatuhan, tetapi pelaksanaannya memerlukan waktu dan dukungan politik yang kuat.

    4. Belanja Publik yang Tinggi

    Belanja pemerintah yang terus meningkat, termasuk untuk pembangunan infrastruktur, subsidi energi, dan program bantuan sosial, memerlukan pengelolaan anggaran yang hati-hati. Kebutuhan untuk meningkatkan belanja dalam jangka pendek sering kali bertentangan dengan upaya menjaga defisit fiskal dan menekan tingkat utang jangka panjang.

    5. Krisis Global dan Volatilitas Ekonomi

    Indonesia juga harus menghadapi ketidakpastian global, termasuk risiko perlambatan ekonomi dunia, inflasi global, dan kebijakan moneter ketat oleh negara-negara maju. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja ekspor dan stabilitas nilai tukar rupiah, yang pada akhirnya berdampak pada penerimaan negara dan belanja pemerintah.

    6. Pemulihan Pasca-Pandemi

    Pasca-pandemi, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi, sekaligus memastikan belanja kesehatan dan pemulihan ekonomi tidak membebani anggaran. Pengelolaan fiskal yang hati-hati diperlukan untuk mengurangi dampak ekonomi tanpa meningkatkan utang secara berlebihan.

    7. Investasi dan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN)

    Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi proyek besar yang memerlukan alokasi anggaran signifikan. Hal ini memerlukan keseimbangan antara pembiayaan IKN dengan kebutuhan mendesak lainnya, termasuk penguatan infrastruktur di daerah lain dan belanja sosial yang semakin meningkat.

    Mengelola tantangan-tantangan ini membutuhkan kebijakan fiskal yang fleksibel, reformasi perpajakan yang konsisten, serta koordinasi antara pemerintah dan sektor swasta untuk menjaga stabilitas ekonomi dan fiskal.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.