Logo
>

Ekonom Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI tak Sesuai RPJM

Ekonom Bright Institut, Awalil Rizky merilis laporannya mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi IMF hanya sebesar 5 persen saja.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Ekonom Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI tak Sesuai RPJM
Sejumlah pengmat menilai ekonomi Indonesia nampaknya bakal diproyeksikan sulit untuk tumbuh lima persen, apalagi mencapai delapan persen seperti yang ditargetkan pemerintah. (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Sejumlah pengmat menilai ekonomi Indonesia nampaknya bakal diproyeksikan sulit untuk tumbuh lima persen, apalagi mencapai delapan persen seperti yang ditargetkan pemerintah. 

    Hal ini disampaikan oleh Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, dalam risetnya merujuk berdasarkan laporan terbaru International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025. 

    IMF memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 4,65 persen pada 2025, kemudian perlahan meningkat menjadi 4,67 persen pada 2026, 4,85 persen pada 2027, 4,95 persen pada 2028, dan 5,11 persen pada 2029.

    Awalil Rizky menjelaskan, proyeksi IMF ini jauh lebih rendah dibandingkan asumsi dasar yang tercantum dalam Nota Keuangan dan APBN 2025 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

    9E10186C-9628-4D0E-8131-A89134D6F0C4.jpeg 50.7 KB
    Dalam RPJMN, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2025, kemudian naik menjadi 6,3 persen pada 2026, 7,5 persen pada 2027, 7,7 persen pada 2028, dan mencapai 8,0 persen pada 2029. 

    “Prakiraan IMF cukup mengejutkan, terutama untuk 2025 ini, karena berdasar asesmen atas kondisi ekonomi global sebulan terakhir, di mana laju pertumbuhan ekonomi dunia dan hampir seluruh negara diprakirakan melambat,” ujar Awalil Rizky dalam laporan analisisnya pada Senin, 28 April 2025.

    Ia menambahkan, IMF juga telah merevisi prakiraan sebelumnya untuk ekonomi Indonesia dari 5,1 persen menjadi 4,7 persen. Revisi serupa juga dilakukan oleh Bank Dunia yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,7 persen pada 2025.

    Namun, menurut Awalil, Bank Dunia memberikan pandangan sedikit lebih optimistis dengan memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,8 persen pada 2026 dan 5,0 persen pada 2027. Lebih rinci, Awalil menyoroti data investasi dari WEO IMF yang menjadi faktor kunci dalam proyeksi ini.

    “Porsi total investasi terhadap PDB Indonesia hanya diproyeksikan sebesar 31,18 persen pada 2025, menurun dibandingkan 34,0 persen pada 2024, dan hanya sedikit meningkat menjadi 31,31 persen pada 2029. Dengan porsi investasi sebesar itu, nyaris tidak mungkin ekonomi bisa tumbuh di atas lima persen,” tutur dia. 

    Ia juga mengingatkan bahwa pada periode pertama pemerintahan Jokowi, porsi investasi terhadap PDB pernah mencapai sekitar 34 persen, bahkan di masa lampau sempat melebihi 40 persen.

    Mengutip laporan Macro Poverty Outlook 2025 dari Bank Dunia, Awalil menjelaskan bahwa pertumbuhan konsumsi masyarakat diprakirakan menurun dari 5,1 persen pada 2024 menjadi 4,9 persen pada 2025, dan bertahan pada 4,9 persen di 2026 dan 2027.

    Sementara itu, pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) justru diperkirakan meningkat dari 4,6 persen pada 2024 menjadi 6,1 persen pada 2025, kemudian naik lagi menjadi 6,2 persen pada 2026 dan 6,3 persen pada 2027.

    “Dalam hal ini memang tampak ada perbedaan antara proyeksi Bank Dunia dan IMF, khususnya pada sektor investasi,” ujar Awalil.

    Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan akan mengalami kontraksi tajam, dari tumbuh 6,6 persen pada 2024 menjadi minus 2,1 persen pada 2025, sebelum perlahan tumbuh 0,3 persen pada 2026 dan 0,9 persen pada 2027.

    Awalil menilai bahwa pemerintah tampaknya memang berencana atau terpaksa menurunkan belanja konsumsinya dalam beberapa tahun ke depan.

    Pada komponen eksternal, baik ekspor maupun impor barang dan jasa diproyeksikan tumbuh melambat pada 2025, kemudian meningkat lagi pada 2026 dan 2027. Secara neto, transaksi perdagangan Indonesia diperkirakan tetap memberikan kontribusi positif melalui net ekspor.

    Melihat dari sisi sektoral, Awalil mencatat bahwa sektor pertanian justru diprakirakan tumbuh lebih tinggi, dari 0,7 persen pada 2024 menjadi 3,6 persen pada 2025, sebelum kembali menurun ke 3,0 persen pada 2026 dan 2027.

    Kendati demikian, sektor industri yang memiliki porsi terbesar dalam PDB diproyeksikan melambat signifikan, dari 5,0 persen pada 2024 menjadi 3,8 persen pada 2025, dan hanya sedikit membaik menjadi 4,0 persen pada 2026 dan 2027.

    “Melambatnya sektor industri akan menjadi penyebab utama perlambatan ekonomi nasional, ditambah dengan perlambatan di sektor jasa,” kata Awalil.

    Berdasarkan keseluruhan proyeksi IMF dan Bank Dunia, Awalil Rizky menilai bahwa pemerintahan Presiden Prabowo akan menghadapi tantangan berat untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen pada 2029.

    Bahkan, menurutnya, mempertahankan pertumbuhan di kisaran lima persen saja pada 2025 dan 2026 sudah menjadi tantangan besar yang memerlukan perhatian serius dalam kebijakan fiskal, investasi, dan sektor riil.

    Ekonomi Diproyeksi Kurang dari 5 Persen

    Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi RI menjadi hanya 4,7 persen untuk tahun 2025 dan 2026, menurut laporan World Economic Outlook edisi April 2025 yang dirilis Selasa malam 22 April 2025.

    Angka ini turun dari perkiraan awal dalam laporan Januari lalu yang masih optimistis menempatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5,1 persen. Pemangkasan proyeksi ini tak lepas dari tekanan eksternal, khususnya kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.

    Penerapan tarif dagang resiprokal oleh AS menjadi batu sandungan baru bagi ekspor RI. Pemerintah mencatat, Indonesia kini dikenakan tarif sebesar 32 persen dan bisa melonjak hingga 47 persen untuk beberapa komoditas tertentu. Langkah proteksionis tersebut dipandang IMF sebagai faktor utama yang akan memperdalam defisit neraca transaksi berjalan Indonesia, dari minus 0,6 persen pada 2024 menjadi minus 1,5 persen pada 2025, dan makin dalam ke 1,6 persen pada 2026.

    Tak hanya ekspor yang terdampak, tekanan ini juga diperkirakan akan mengganggu stabilitas ketenagakerjaan. IMF memproyeksikan tingkat pengangguran di Indonesia akan meningkat perlahan dari 4,9 persen pada 2024 menjadi 5 persen pada 2025, lalu naik tipis lagi ke 5,1 persen pada 2026.

    Ironisnya, di saat Indonesia tersendat, beberapa negara tetangga masih menunjukkan resiliensi. Vietnam, meski turut terimbas kebijakan tarif dari AS, tetap diproyeksi tumbuh lebih tinggi dari Indonesia. IMF memprediksi ekonomi Vietnam akan naik sebesar 5,2 persen pada 2025, meski melambat dari realisasi 2024 yang mencapai 7,1 persen. Namun perlambatan itu diperkirakan makin tajam di 2026, dengan pertumbuhan hanya sekitar 4 persen.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".