KABARBURSA.COM - Ekonom Senior/Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Ryan Kiryanto, menyatakan bahwa pelemahan rupiah bisa terjadi karena Indonesia harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk impor minyak (BBM) dalam dolar Amerika Serikat (AS).
Perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan harga minyak dunia, terutama Brent, jika ketegangan geopolitik di Timur Tengah memanas menjadi perang terbuka antara Palestina dan Israel setelah terbunuhnya salah seorang pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh.
Ekonom memproyeksikan harga minyak acuan Brent berpotensi naik ke US$90 per barel jika aksi retaliasi dari Palestina dan sekutunya termanifestasi. Efeknya terhadap Indonesia termasuk pelemahan nilai tukar rupiah dan peningkatan inflasi.
Kamis, 1 Agustus 2024, rupiah spot dibuka turun tipis di Rp16.263/USD, lebih lemah dibandingkan penutupan hari sebelumnya di Rp16.260/USD. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume impor minyak mentah Indonesia sebesar 6,47 juta ton pada Januari hingga Mei 2024.
Jika harga minyak naik, imported inflation berpotensi meningkat, yang dapat menyebabkan inflasi di Indonesia naik. Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan menunda penurunan suku bunga acuan BI Rate dari level pada Juli 2024 sebesar 6,25 persen.
Sebelumnya, BI membuka peluang penurunan BI Rate pada kuartal IV-2024, tergantung pada perkembangan data ekonomi AS seperti suku bunga kebijakan Fed Fund Rate (FFR), imbal hasil obligasi AS, dan pergerakan dolar AS.
Sebagai net importir minyak, Indonesia tidak diuntungkan dengan kenaikan harga minyak. Ryan menyarankan agar Indonesia mulai menghemat penggunaan BBM dan mendorong pemerintah serta industri untuk menggeser ketergantungan kepada BBM ke mobil listrik atau electric vehicle.
Ketegangan geopolitik semakin meningkat setelah Hamas bersumpah akan membalas kematian pemimpin mereka, dan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memerintahkan serangan langsung terhadap Israel. Brent untuk pengiriman Oktober naik 0,8 persen menjadi USD81,52 per barel di Singapura, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik 1 persen menjadi USD78,68 per barel.
Harga Minyak Naik Tiga Persen
Tadi pagi KabarBursa memberitakan, harga minyak mengalami kenaikan hampir 3 persen karena kekhawatiran investor bahwa konflik di Timur Tengah dapat meluas setelah terbunuhnya seorang pemimpin Hamas di Iran, serta penurunan tajam stok minyak mentah di Amerika Serikat (AS).
Pada Rabu, 31 Juli 2024, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2024, yang berakhir pada hari tersebut, ditutup naik sebesar USD2,09 atau 2,66 persen menjadi USD80,72 per barel. Sementara itu, Brent untuk kontrak pengiriman Oktober 2024 yang lebih aktif ditutup naik USD2,77 menjadi USD80,84 per barel. Sejalan dengan itu, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman September 2024 ditutup naik USD3,18 atau 4,26 persen menjadi USD77,91 per barel, mencatatkan kenaikan harian terbesar sejak Oktober 2023.
Namun, sepanjang Juli ini, Brent telah mengalami penurunan hampir 7 persen dengan WTI turun hampir 4 persen. Data pemerintah AS menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS turun sebesar 3,4 juta barel di minggu lalu, jauh melebihi penurunan 1,1 juta barel yang diharapkan analis dalam jajak pendapat Reuters.
Stok minyak AS telah turun selama lima minggu berturut-turut, penurunan terpanjang sejak Januari 2021.
“Ekspor yang kuat telah membantu mengimbangi aktivitas penyulingan yang lebih rendah dan impor yang kuat untuk mendorong penarikan kelima berturut-turut pada persediaan minyak mentah,” kata Matt Smith, Lead Oil Analyst di Kpler, yang menyebut laporan itu “cukup mendukung” harga minyak.
“Risiko geopolitik tetap menjadi pendorong utama reli hari ini,” tambah Smith.
Sehari sebelumnya, Brent dan WTI sama-sama melemah sekitar 1,4 persen, dan ditutup pada level terendah dalam tujuh minggu setelah jatuh minggu lalu karena harapan akan perjanjian gencatan senjata di Gaza yang dapat meredakan ketegangan di Timur Tengah dan kekhawatiran pasokan yang menyertainya.
Ketegangan di wilayah penghasil minyak memanas semalam setelah berita bahwa pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, dibunuh di Iran. Ini terjadi sehari setelah pemerintah Israel mengklaim telah membunuh komandan paling senior Hizbullah dalam serangan udara di Beirut sebagai balasan atas serangan roket di Israel.
Secara terpisah, AS juga melakukan serangan di Irak dalam konflik terbaru di wilayah tersebut.
“Perkembangan semalam dan peningkatan risiko geopolitik hanya memberikan penangguhan sementara untuk patokan minyak. Kecuali infrastruktur minyak dan gas terpukul, lonjakan terbaru tidak mungkin bertahan lama,” kata Gaurav Sharma, seorang analis minyak independen di London.
Penurunan 0,4 persen dalam indeks dolar AS juga mendukung harga minyak. Dolar yang lebih lemah dapat meningkatkan permintaan minyak dengan membuat komoditas yang diperdagangkan dalam dolar AS lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Yang membatasi kenaikan harga minyak mentah adalah kekhawatiran tentang permintaan bahan bakar di China, importir minyak mentah terbesar dunia. Aktivitas manufaktur China pada Juli menyusut untuk bulan ketiga, menurut survei pabrik resmi yang ditunjukkan pada hari Rabu, 31 Juli 2024.
Kapasitas produksi cadangan yang cukup yang dimiliki oleh anggota OPEC juga membebani harga. OPEC+ diperkirakan akan tetap berpegang pada kesepakatan mereka saat ini tentang produksi dan mulai membatalkan beberapa pemotongan produksi mulai bulan Oktober. Para menteri utama dari OPEC+ akan mengadakan pertemuan komite pemantauan menteri gabungan (JMMC) secara daring pada hari ini.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.